Asing.

3.7K 511 13
                                    

Kau mengingat dengan jelas waktu pertama kali bertemu dengan Denji, Dirimu sendiri juga terheran kenapa Kau bisa mengingat pertemuan pertama mu dengannya.
Umurmu masih terbilang muda, sepantaran dengan Denji saat itu.

Waktu itu, hujan mengguyur Bumi namun tak sederas itu untuk membasuh noda menjijikan diatas tanah. Tubuhmu yang sedari tadi bersembunyi dari balik pohon melihat segala hal yang terjadi, bagaimana Denji membiarkan Pochita menggigit lengannya, cukup aneh atau bodoh? membiarkan Iblis menyedot darahnya dengan sukarela.
Kau mulai berjalan dengan tenang, kearah Denji yang berlutut bersama Pochita.

Pochita menggeram, seperti yang Kau prediksi, sedikit saja melonggarkan aura mu bahkan Pochita pun mampu merasakan aura intimidasimu, Kau hanya tersenyum ringan, memberi sinyal bahwa Kau bukan bahaya dan tak bermaksud membahayakan. Pochita mulai tenang, oh lihat lah keadannya yang bersimbah darah begitu pula dengan anak laki-laki yang mendekap Pochita. menjijikan.

"Si-siapa Kau!?" Sebenarnya Kau tak tertarik pada Denji waktu itu, satu-satunya yang menyita perhatianmu adalah Pochita, Chainsaw Devil, Mata mu memandang Denji dengan datar mengobservasi."Aku? Kau tak perlu tahu untuk sekarang."

"Uh-Huh!?" Tak menarik, Satu hal yang terlintas di benak mu saat berinteraksi dengan Denji, ingin rasanya Kau membunuhnya namun hal itu bisa mengacaukan rencanamu tentu saja, mau tak mau Kau menerima kehadiran Denji hanya karena Pochita. ah, Chainsaw Devil, nama itu lebih bagus daripada Pochita kan?

"Nama mu, siapa?" Tanya mu sembari ikut berjongkok dengan Denji serta Pochita, matamu bertatapan dengan mata Denji, pipinya memerah malu dengan nada terbata-bata Ia menjawab,"Den-denji, Namaku Denji,"

"Hmmm, Denji, aku (y/n) (l/n)," Bagaimana pun kau harus menunjukan pada dua makhluk ini kalau kau bukan ancaman, sepertinya sedikit lama dan susah namun demi rencana utama kau tak punya pilihan yang lebih baik dari ini.

Hujan mulai turun dengan deras, Alam seperti tau apa maksudmu, menangisi takdir yang akan datang mungkin? Kau tak bisa menahan tawamu, lucu, hanya akan ada kehancuran dan kerusakan di masa depan, bagaimana pun itu tak akan bisa dihindari kan? tak ada gunanya mengkhawatirkan itu Wahai Langit yang menangis.

"Kenapa Kau tertawa???" tanya Denji heran dengan dirimu yang tiba-tiba tertawa, Kau hanya diam tak menjawab pertanyaannya,"Hei Denji, Mau tinggal bersama ku?"

"Aku, Aku tak bisa, hutang.." Kau tau, sangat tau, Denji terlilit hutang yang sangat besar, peninggalan ayahnya yang baru saja meninggal. Kau berfikir-fikir sebentar, bisa saja Kau membunuh semua Yakuza itu namun itu hanya akan menarik perhatian Organisasi pemburu iblis atau apalah itu, Banyak yang Kau harus pelajari tentu saja.

Tersenyum, hanya itu yang kau lakukan,"Tak apa, kita akan melunasi hutangmu bersama Denji."

.
.
.
.

Oh bisikan Iblis memang memabukan.

.
.
.
.

Malam tiba, saat ini Kau berada di gubuk? atau katakanlah rumah kecil milik Denji, Keputusan akhirmu adalah menetap bersamanya selama beberapa tahun, Dan membantunya tipis-tipis mengenai Hutangnya sesuai yang Kau katakan. Apa yang kau katakan harus kau pertanggung jawabkan bukan?, Kau beranjak untuk duduk disebelah Denji setelah memastikan tidak ada hewan kecil atau serangga di sekitar rumah Denji.

Matamu melihat kearah Denji yang sudah terlelap dalam tidurnya, tipe yang cepat tertidur. Kau melihat kearah Chainsaw Devil,"Apa kabar?"

"Apa mau mu?" Tak ramah sekali nada makhluk kecil ini. Seringai menghiasi bibirmu,"Aku hanya berusaha ramah Kau tau?"

"Persetan ramah tamahmu, jawab aku." Sangat tak sabaran dan kurang ajar sekali, Namun itu yang kau suka dari Iblis, makhluk kesayangan mu, kau terkekeh pelan.

"Apa yang aku mau bukan urusanmu namun sayangnya hal itu berkaitan denganmu,"

"Apa?"

"Untuk di masa depan, aku tak bisa mengatakan lebih banyak lagi, yah Kau bisa katakan ini kepentingan pribadi yang menguntungkan semuanya."

Pochita hanya diam mendengar jawaban demi jawaban mu, masih mencerna maksudmu."Kau, Bagaimana kau bisa disini?"

"Fufufufu, yang jelas aku tak dikalahkan dengan sukarela oleh iblis rendahan lain,"

"Sombong seperti biasa, Kau benar-benar merasa dirimu adalah Dewa kan?"

Seringaimu semakin lebar, inilah yang Kau suka dari Chainsaw, sangat,"Tak bermaksud bersombong diri namun itu kenyataan bukan?"

"Yang jelas aku tak bermaksud membawa hal buruk padamu dan bocah tengil ini, Tak perlu terlalu khawatir seperti itu." Sambungmu."Kau tak percaya padaku Chainsaw Devil?"

Pochita mendesis mendengar nama itu keluar dari mulutmu,"Cukup panggil aku Pochita."

"Baik-baik~ mohon kerjasama nya Pochita~"

.
.
.
.

"Aku hanya bisa mendapatkan 170 grand, untuk hari ini.., maafkan aku." Kau tak ingat pasti sudah berapa lama kau tinggal bersama Denji, cukup nyaman harus kau akui, meskipun terhimpit oleh keadaan ekonomi namun setidaknya Kalian masih bisa memakan roti isi keju. Tentu saja berkat dirimu yang bekerja juga, Denji tak perlu tahu kau kerja apa yang terpenting kalian bisa makan dengan baik bukan?

"Tak masalah Denji, Gaji ku bulan ini lebih dari cukup untuk kita."

Denji menghela nafas pelan, kecewa dengan dirinya yang tak cukup pintar maupun cukup kuat untuk membantumu. Mandi sehari sekali saat mau tidur, makan 2 kali sehari, dan terimakasih berkatmu l.a.g.i Denji tahu beberapa pelajaran dasar sekolah.

Terlepas dari Denji yang memutuskan untuk menjual beberapa organnya, yang menurutmu tindakan itu cukup tolol karena tak ada gunanya, hutang itu akan terus menumpuk, dan dia menjual hal yang bisa membantunya untuk melunasi hutang tersebut.

Keputusan yang tolol.

"(y/n) maafkan aku." Kau melirik Denji yang sibuk mengelus Pochita, Pandanganmu terfokus pada bibir Denji yang terluka,"Kenapa bibirmu?"

Denji menoleh,"Ah ini hanya, aku hanya menelan rokok untuk 100 grand, tak masalah," Kasihan, Kau selalu mengucapkan kata itu beribu-ribu kali mengasihani Denji yang sangat miskin, rela melakukan apapun seperti anjing jinak, menyedihkan.

"Setidaknya bersihkan lukamu dengan benar, kalau bibirmu juga cacat kau tak bisa berciuman bodoh." Denji tertawa, pendengaranmu menangkap kalimat terimakasih yang sangat pelan dari mulut Denji, kau tersenyum tipis.

"Bodoh." Tanganmu menjitak dahi Denji dengan keras lalu beranjak keluar dari Rumah, Hampir, Apa yang kau rencanakan hampir datang, Sejauh ini sangat lancar Kau sangat yakin Denji akan bertemu dengan target yang Kau incar. Perlahan, keinginanmu akan terpenuhi.

.
.
.
.

they tell me i am a god Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang