Bagaikan Fajar

144 21 3
                                    

Mati. Kau sudah mati. Atau itulah yang mereka ketahui tentang mu saat ini, ah, apakah itu hanyalah salah satu dari tipuan mu lagi?

Rencananya bukan seperti ini.

Bukan, bukan, ini sedikit berbeda.

Dinginnya kamar mayat tidak mengganggumu sedikitpun. Karena apa bedanya suhu ruangan ini dengan tubuhmu yang sudah kaku ini?

Sunyi. Sunyi sekali. Ini lah yang Para Makhluk Hidup lalui ketika Mereka sampai di ujung hidup mereka. Apakah Kau iba pada Mereka? Tidak juga, karena sudah ratusan juta kali Kau melihat dan memahami hal ini.

5 detik kemudian, suasana kamar mayat menjadi lebih dingin. Lampu benar-benar mati, seolah dalam waktu sepersekian detik saja Kau sudah berada di neraka'.

Tidak, ini masih Bumi. Kau sangat tahu perbedaanya.

Ah ini pasti lah ulah Dia.

"Apakah langkah ini harus Kau tempuh?" Suara ringkih yang memuakkan itu bertanya pada mayat dingin mu. Seakan berbicara dengan angin, tidak ada jawaban sama sekali.

"Terkadang Kau sangat memuakkan."

Kalimat itu berhasil membuat alis mu berkerut, memuakkan katanya? Dirimu? Bukankah sudah agak terlambat untuk mengeluh tentang hal ini?

"Sudah beribu tahun Kita bersama namun tetap saja sifat mu itu sangat memuakkan."

Dia ini sedang mengejekku ya?

"Lebih baik Kau pergi daripada menghabiskan waktu mu disini." Akhirnya, pemilik suara ringkih yang daritadi berbicara dengan angin pun tersenyum puas ketika mendengar suaramu.

"Kenapa? Setelah ini Kau akan dimakamkan bukan? Apa salahnya mengajak bicara jiwa yang tiada sekali lagi sebelum benar-benar menghilang? Itu kan yang Para Manusia Inginkan."

"Memangnya Aku Manusia?" Tanyamu dengan nada kesal,

"Wujud mu yang sekarang itu? Jelas."

Kau terdiam, Ia ada benarnya meskipun itu sulit diterima.

"Wanita itu akan kembali meskipun Kau tidak turun tangan seperti ini, Kau tahu kan?" Kau menghela nafas,

"Aku tidak ingin itu terjadi."

"Kita ini Iblis."

"Maksudku, nyawa-nyawa yang hilang itu. Akan terbuang sia-sia, Aku tidak mau."

"Dan Aku tidak suka barangku disentuh." Kau mengepalkan tanganmu,

Kekosongan yang daritadi mengajakmu berbicara memahami betul betapa tidak sukanya dirimu ketika bertemu dengan Iblis yang tak patuh.

"Apa katanya tadi? Tak punya nama? Kau sekarang sudah jadi gelandangan rupanya ya." Kegelapan terkikik ketika mereka ulang kejadian sore tadi saat Makima menyerangmu dari segala arah.

"Konyol juga Kau tidak berkutik seperti itu, pantaslah Mereka semua menuntut kebebasan dari belenggu mu. Kau ini sekian lama bekerja apa di Neraka sana? Wahai Neraka!"

Kata demi kata seolah memancing rasa amarah mu terhadap kegelapan.
Suhu dingin ruangan itu mulai mereda, oh benar. Hanya Kegelapan yang bisa memancing amarahmu sampai seperti ini.

"Berhentilah bicara Darkness."

"Tidak sopan sekali. Kemana sebutan 'Kakak' ku?" Kau bangun dari kasur mayat. Sosok menyebalkan yang selama ini Mereka kenal, Darkness.

Salah satu dari Primal Devil. Iblis terkuat. Aneh, kenapa banyak Makhluk hidup takut pada 'ketidaktahuan atas apa yang Mereka lalui' seperti gelap, kekosongan, dan mungkin hal-hal remeh yang muncul tanpa sebab.

Namun rasa ketakutan itu lah yang menyebabkan banyak Makhluk berevolusi. Benar, Mereka hidup karena takut.

Darkness Devil memperoleh kekuatan Nya dengan cara seperti itu, kebanyakan Devil juga.

Sedangkan Kau?

Kau?

Kau adalah wadah itu.

Bukan, bukan Ibu atau pencipta.

Kau adalah Wadah yang membelenggu Mereka. Tugasmu cukup mudah, cukup biarkan semua berjalan sebagai mana sang Cahaya inginkan.

Bumi? Masih ada kan?

Iblis? Itu juga masih ada.

Namun Makima menolak konsep dari Sang Cahaya.

Kau tidak menginginkan itu, begitu pun beberapa Primal Devil lainnya.

Dunia damai? Tanpa sedikitpun kehancuran? Tidak. Tidak boleh.

Begitu pun sebaliknya, Dunia tanpa kedamaian juga tidak boleh. Semua harus sesuai takaran dari Sang Cahaya.

Makima harus memilih, mau mati di Bumi atau mati di tangan Chainsaw Devil?

Tidak terlahir kembali juga salah satu dari ketakutan terbesar seorang Iblis.

Kembali ke ruangan mayat."Menurutmu ada berapa banyak manusia disini?"

"Sebagian sudah pulang, mungkin Mereka merasa ada yang tak beres. Hanya beberapa yang masih tinggal."

"Oh begitu? Yah, itu lebih dari cukup."

Dan dalam sekejap mata, rumah sakit itu terbakar.

Hari itu, rumah sakit Nasional terbakar dan tidak meninggalkan sedikitpun bekasmu.

Terbakar habis bersama kobaran Api.

.
.
.
.
.
.

600 word dlu ya, setahunan ini sibuk banget sama real life. Jujur aja sampe pesimis buat lanjutin cerita ini. Semoga masih bisa dibaca ya..

Makasih and maaf sudah takes too long buat segelintir huruf diatas!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

they tell me i am a god Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang