Suhu udara sedang rendah saat ini berkat hujan deras yang tidak henti mengguyur Jakarta sejak siang hari, tapi dahinya justru semakin berpeluh.
Bara mengusap keringat yang mengalir melewati pelipis dengan punggung tangan sebelum cairan tersebut sempat jatuh ke laptop di pangkuannya. Entah sampai berapa lama lagi ia akan duduk hanya untuk mempertimbangkan beberapa naskah yang katanya cukup "potensial" untuk meraup keuntungan.
Cukup!
Bara tidak bisa membaca novel! Jangankan itu, membaca cerita pendek sekalipun Bara tidak sanggup. Walaupun yang tengah dibaca saat ini hanya berupa sinopsis lengkap per-bagian cerita, ia benar-benar tidak suka berkutat pada rentetan kalimat, terlebih jika berlembar-lembar banyaknya. Bara lebih suka menonton film atau menikmati novel yang sudah diangkat menjadi film.
Segera Bara menyingkirkan laptop dari kedua pahanya pada sisi sebelah lelaki itu. Nyaris membantingnya. Damn! Bara sama sekali tidak bisa melihat "kualitas" pada karya-karya berupa docx file tersebut. Sama. Sesuai dengan apa yang dipresentasikan oleh tim kreatifnya minggu lalu.
Terlalu biasa dan monoton. Tidak ada yang menarik. Terlepas dari pasar menyukai ide-ide tersebut, Bara tetap memegang teguh pada prinsip sang ayah yang selalu mengutamakan "kualitas" dibanding "kuantitas". Bara tidak ingin mengecewakan kepercayaan pria itu dalam menyerahkan perusahaan yang dibangun sejak 1998 padanya, pewaris HS Entertainment.
HS Entertainment merupakan rumah produksi terbesar dan terkemuka di Indonesia. Salah satu alasan yang membuat perusahaan itu bisa menjadi seperti sekarang adalah konsistensinya dalam melahirkan film hingga sinetron (sinema elektronik) yang berkualitas. Dan lelaki bernama lengkap Al Barra Salim yang sejak lima tahun terakhir menyandang jabatan sebagai CEO (Chief Executive Officer) itu ingin selalu berjalan di jalur yang Hamdan Salim ciptakan. Kalaupun berubah, harus pada arah yang lebih baik. Bukan sebaliknya.
Bara mendesah gusar. Masa pandemi memang mengubah segalanya. Perusahaan yang sebelumnya masih bisa tenang-tenang saja karena telah menguasai bidangnya, sekarang harus gencar menggaet beberapa penulis untuk mau ikut bekerjasama memproduksi series yang tayang di aplikasi streaming.
Ya, fakta bahwa seluruh bioskop tutup, membuat Bara memiliki ide untuk menayangkan serial web. Mengingat covid-19 yang sulit diprediksi kapan berhentinya, Bara ingin tetap menghibur masyarakat dengan menciptakan karya yang membuat mereka betah menghabiskan waktu di rumah saja.
Sayangnya, tidak semudah itu! Dari minggu ke minggu, ide cerita selanjut dan selanjutnya selalu mirip. Selalu tentang romansa yang kerap bolong akan logika. Memang tidak ada karya yang sempurna di mata semua orang, tapi setidaknya...
Bara ingin sesuatu yang berbeda. Demi image perusahaannya.
"Bara, are you okay?"
Suara lembut itu mengenyahkan lamunannya. Bara menoleh pada perempuan berambut panjang bergelombang yang kini tengah menggendong keponakannya yang berusia 2 tahun lebih.
"I'm fine." Bara tersenyum simpul sambil mengulurkan kedua tangan, mengambil alih bocah lelaki itu pada pangkuannya dan membiarkan sang kakak duduk santai di hadapannya.
"You look exhausted. Is there something—"
"Jannah, it's alright," potong Bara, memutus kecemasan yang sarat di mata perempuan itu. Ia memang sempat dibuat penat beberapa saat lalu, tapi kehadiran makhluk mungil bernama Azka dalam kuasanya kini sanggup meluruhkan semua emosi negatif pada dirinya.
"You know, you can tell me."
Akhirnya Bara mengalah. Tipikal Jannah yang tidak bisa tidak peduli pada keluarga, hingga siapa pun "harus" terbuka dengannya. Meski begitu, Bara tahu bahwa Jannah benar-benar berempati, bukan sekadar "ingin tahu".
KAMU SEDANG MEMBACA
00:00 (a New Beginning) #1
Romance(Cerita ini akan kembali GRATIS pada 24 Juni 2024) Laras, seorang penulis underrated, menerima tawaran kerja sama dengan rumah produksi ternama demi menuntaskan balas dendamnya kepada pemilik HS Entertainment, Bara. **** Pandemi covid-19 membuat Ba...