Semua orang bertepuk tangan begitu Azka meniup lilin berbentuk angka 3 di hadapannya. Bara tersenyum saat Jannah menuntun tangan mungil Azka untuk memotong kue ulang tahun buatan kakaknya itu sendiri. Meski semua orang tengah berbahagia untuk keponakannya tersebut, tidak dipungkiri bahwa terdapat kilat sedih di beberapa pasang mata.
Pandemi mengharuskan mereka untuk tidak mengundang siapa pun. Hanya keluarga—itu pun tidak lengkap karena kedua orang tuanya harus turut merayakan lewat video call—dan para asisten rumah tangga. Entah sampai kapan semua ini akan berakhir.
Untung ada Laras. Sekalipun bukan Azka, tapi Baralah yang senang.
Memikirkannya, Bara sontak menolah pada sosok yang berdiri tepat di samping tubuh menjulangnya. Tidak ada lagi masker yang menyembunyikan sebagian wajah cantik itu. Wajah yang membuat Bara terpesona, entah mengapa.
Sebagai pemilik rumah produksi ternama, bertemu dengan wanita cantik bukanlah hal baru baginya. Jangankan artis, semua yang bekerja di HS Entertainment pun berpenampilan menarik. Namun, efek Laras padanya berbeda...
Ada sesuatu yang tidak biasa. Bara menyukai itu.
Menyadari dirinya diperhatikan, Laras menoleh, membuat tatapan keduanya bertemu.
Sudut bibir Bara lantas tertarik membentuk senyum simpul saat Laras buru-buru membuang pandangan, mengembalikan perhatiannya pada Azka dengan pipi bersemu. Cute! Bara membatin.
Sibuk menikmati profil wajah Laras, Bara sampai tidak sadar jika potongan kue untuknya sudah siap. Lelaki itu tersenyum manis saat ujung bajunya ditarik-tarik oleh Azka.
"Buat Oooom," ucap bocah itu seraya mengulurkan kedua tangan pendeknya.
Sigap, Bara langsung berlutut. Menyejajarkan tingginya dengan Azka dan menerima pemberiannya. "Makasih. Om juga punya hadiah lho. Azka mau lihat?"
Antusias, Azka manggut-manggut hingga poni lurusnya berayun hebat. "Mawuuuu!"
Bara terkekeh. Gemas akan respons bocah itu. Tanpa menunggu waktu lama, segera ia menepuk tangan dua kali. Mempersilakan dua bodyguard di penthousenya masuk dengan menggotong box berukuran besar yang cukup berat.
Dengan cepat, dibantu oleh Bara, Azka membuka kado yang ternyata merupakan mobil-mobilan Lexus hitam dan bergegas menaikinya. Meskipun mesin belum dinyalakan, Azka terlihat sudah sangat senang. Tentu! Bocah mana yang akan menolak hadiah bernilai 10 juta itu?
Azka mungkin belum mengenal "mahal dan murah" dari suatu barang. Bara juga tidak peduli hal tersebut. Selagi ia mampu memberikan yang baik dari yang paling baik, kenapa tidak?
"Tapi mainnya harus diawasin sama Bunda, Om atau Aunty Meera ya? Nggak boleh sendiri. Kecuali Azka udah jago. Janji?" Bara mengacungkan jari kelingkingnya yang mampu menenggelamkan jari kelingking Azka.
"Canciiiiiii!"
"Ehem!" Sosok Meera tiba-tiba muncul di antara mereka. Membuat Azka ikut menoleh dengan wajah polosnya. "Bagus banget tuh. Pasti mahal. Berapaan?"
Laras yang sejak tadi mengamati Bara dan Azka, mendadak tidak percaya diri dengan kado darinya. Diam-diam ia menyembunyikan paper bag di tangannya ke balik punggung.
Bara memutar mata. "Jangan mulai deh. Masa iri sama ponakan sendiri?"
Sudah bukan rahasia lagi dalam keluarga Salim bila Meera kerap menaruh cemburu pada Azka. Orang bilang, cucu pertama adalah musuh anak terakhir. Dan Bara mengerti mengapa hal itu terjadi. Wajar saja, karena selama ini perhatian mereka selalu pada Meera. Tiba-tiba, gadis itu harus berbagi kasih sayang dengan makhluk baru lainnya.
Meski begitu, tidak dipungkiri bila Meera teramat menyayangi Azka sebenarnya. Sekalipun kerap cemburu, Meera siap jadi orang pertama yang mencolok mata siapa pun yang menyakiti keponakannya.
Meera cemberut. "Habisnya, aku nggak pernah dapat hadiah semahal itu."
"Meera, kamu udah dibeliin Mini Cooper lho. Itu, kan, harganya seratus kali lipat!"
"Ish!" Meera berdesis. "Itu mah emang kebutuhan, bukan hadiah."
Bukan hanya Bara, Jannah yang mendengarnya pun sanggup dibuat geleng-geleng. "Meera, lihat ke bawah. Jangan lupa bersyukur. Banyak di luar sana yang makan aja sulit di masa pandemi ini." Kemudian perhatiannya beralih pada Laras yang menunduk. "Ras, you okay?"
Mau tidak mau, Bara turut mengalihkan perhatiannya pada Laras. Penasaran dengan apa yang membuat perempuan itu merasa tidak nyaman.
"Huh?" Laras tersenyum kikuk. "Gue nggak apa-ap—Jannah!" pekiknya saat Jannah merebut paksa paper bag yang berusaha keras Laras sembunyikan.
Dengan sebelah alis terangkat, Jannah mengerling bingung pada Laras. "Kenapa lo? Ini buat Azka, kan?"
"Iya, tapi ..."
Tanpa kesulitan, Jannah membuka perekat pada mulut paper bag dan mengeluarkan isinya. Set piyama abu-abu dengan motif akar hitam untuk anak usia 4-5 tahun.
"Maaf usianya nggak sesuai. Gue pikir, biar nggak cepat kekecilan soalnya," ujar Laras.
Jannah tersenyum mengamati piyama tersebut dan Laras secara bergantian. "Jujur, ini hadiah yang paling berguna sepanjang acara. Bahannya adem, modelnya juga nggak benar-benar baju tidur. Bakal kepake banget sih," ucap Jannah, bersungguh-sungguh. "Makasih ya, Ras."
Laras hanya mengangguk. Mungkin baginya, hadiah itu tidak ada apa-apanya dibanding hadiah Azka yang lain. Tapi bagi Jannah, piyama tersebut sudah sangat lebih dari cukup untuk Azka. Untuk sesuatu yang selama ini...
Tidak dapat Jannah berikan.
"Baju bayuuuu!" Secepat kilat Azka meninggalkan mobil dan menghampiri Jannah. "Pakai, pakaiii, Bundaaaa!" serunya, antusias.
"Nanti ya. Harus dicuci dan setrika dulu, biar steril." Jannah memberikan pengertian. "Kita makan-makan dulu, oke? Azka suka nasi kuning, kan?"
Bibir mungil Azka mencebik, kecewa. Meski demikian, bocah itu tetap mengangguk. Biar bagaimanapun, ia tidak bisa menolak. Harumnya aroma nasi kuning dan kawan-kawannya sudah tercium sejak satu jam yang lalu. Perut mungilnya yang sedikit buncit pun sudah merajuk, ingin segera diberi asupan.
"Owkay, Bunda. Makan sekayang?"
Jannah tersenyum. "Iya. Makan sekarang ya. Ajak Tante Larasnya juga gih biar ikut makan," godanya, jahil. Terlebih pada Laras.
Menurut, Azka pun meraih jemari kurus Laras dengan tangan mungilnya. "Ayooo, Nte! Makan-makan!" ajaknya, penuh semangat.
Sentuhan lembutnya. Senyum menggemaskannya. Binar pada tatapannya. Semuanya tentang bocah itu sanggup menggelitik sekaligus mencubit perasaannya.
"Nte Yayas?" panggil Azka kembali saat Laras hanya melamun.
Terhibur dengan panggilan tersebut, Laras pun terkekeh. "Ah, oke."
Tawa manis yang sanggup membuat Bara yang sejak tadi memerhatikannya, berdebar-debar. Damn! Bisakah ia makan siang dengan perempuan itu? Semoga Bara tidak tersedak!
*
Author's Note:
Bacalah selagi "On Going" di Wattpad. Cerita ini sudah TAMAT dan lengkap di KaryaKarsa (@ Junieloo).
Untuk informasi selengkapnya, baca bab "Info Penting" sebelum PROLOGUE, ya.Thank uLove uSee u
KAMU SEDANG MEMBACA
00:00 (a New Beginning) #1
عاطفية(Cerita ini akan kembali GRATIS pada 24 Juni 2024) Laras, seorang penulis underrated, menerima tawaran kerja sama dengan rumah produksi ternama demi menuntaskan balas dendamnya kepada pemilik HS Entertainment, Bara. **** Pandemi covid-19 membuat Ba...