Chatting dengan Laras membuat Bara lupa waktu! Jika perempuan itu di seberang sana membalas pesan Bara sambil melakukan hal lain, Bara justru tidak pernah melepaskan ponselnya di tangan. Saat hendak ke kamar mandi untuk buang air kecil, benda pipih tersebut selalu setia mengikutinya.
Sampai cahaya matahari terbenam yang tembus dari jendela besar kamarnya dan mengarah langsung pada tempat tidur, semakin tenggelam dan menyisakan langit malam.
Tuk... tuk...
"Bara? Lagi ngapain?"
"Masuk aja, Jan. Nggak dikunci," sahut Bara begitu suara kakak kembarnya terdengar dari balik pintu. Kemudian ia segera terduduk tegap di ranjang, menyambut Jannah sapaan ramahnya. "Good evening, Sist. What brings you here?"
"Besok lo free nggak?" tanya Jannah, to the point.
"Kenapa emang?"
Jannah mengembuskan napas. Raut wajahnya tampak frustrasi. "Besok gue disuruh Mama buat nengok butiknya. Mau dibuka lagi soalnya."
"Hmm, terus?"
"Azka lagi manja. Nggak mau sama Bibi mana pun dari tadi. Takutnya besok masih begitu." Jannah berdecak. "Sekarang aja gue bisa keluar kamar karena dia ketiduran."
"Kenapa nggak diajak aja Azkanya besok?" Bara memberi usul.
"Gue bakal meeting sama beberapa karyawan butik. Bawa Azka nggak sesimpel itu."
Bara manggut-manggut. "Besok gue nggak ada kesibukan sih. Tapi emang Azkanya mau sama gue?"
"Mau. Sama Meera aja dia mau tadi. Cuma besok Meera mau pergi, jadi nggak bisa bantu jaga Azka." Jannah menatap Bara dengan tatapan memelas. "Harapan gue elo doang."
"Sure." Bara meletakkan ponselnya—yang akhirnya bebas dari tangan—di atas ranjang, lantas menghampiri Jannah. Mau tidak mau, ia merasa iba pada kakaknya tersebut. Lihatlah kedua mata indah itu, kini tampak sayu dan lelah. "Besok Azka jadi tanggung jawab gue."
"Thanks."
"Don't mention it."
***
"Azka, Azka, pelan-pelan. Nanti jatuh, nah ... NAH!"
Bara langsung melangkah menderap, menghampiri Azka yang tersungkur dari mainan kuda-kudaannya. Panik, ia pun bergegas membawa Azka dalam gendongannya yang mulai menangis.
"Oh God, Kiddo. Are you hurt?" Bara menepuk-nepuk pelan punggung mungil Azka dengan rasa bersalah. "I'm sorry. Nanti Om beliin mainan ya? Azka mau apa, hmm?"
Bara meringis saat Azka hanya terisak. Semakin kencang sampai suaranya memenuhi ruang keluarga, tempat di mana mereka kini. Lelaki itu bahkan mulai merasakan bahunya basah karena air mata keponakannya.
"Ssssh, it's okay, it's okay. You okay, Buddy," bisik Bara lembut. Meskipun wajah Azka tidak langsung mencium kerasnya lantai karena mainan balon kuda-kudaan tersebut berdiri di atas karpet bulu yang cukup tebal, batin Bara tetap cemas. "Jagoan Om anak yang kuat."
Seolah stresornya tidak cukup dengan melibatkan Azka saja, ponsel Bara di saku celana berdering, menandakan panggilan masuk. Ronald (Manager HS Publishers). Begitulah nama yang tertera pada layar telepon genggam tersebut.
"Ya, halo?" jawab Bara.
"Selamat pagi, Pak Bara. Saya Ronald—"
"Saya tahu. Ada apa?"
"Begini, Pak Bara. Terkait penerbitan naskah Promise You by Lavandel June, sepertinya harus diundur."
"Kenapa begitu?" Bara mengernyit. Sedikit kesulitan mendengar suara Ronald karena tangis Azka yang belum kunjung usai meskipun sudah mereda.
KAMU SEDANG MEMBACA
00:00 (a New Beginning) #1
Romance(Cerita ini akan kembali GRATIS pada 24 Juni 2024) Laras, seorang penulis underrated, menerima tawaran kerja sama dengan rumah produksi ternama demi menuntaskan balas dendamnya kepada pemilik HS Entertainment, Bara. **** Pandemi covid-19 membuat Ba...