Ini aneh. Tidak biasanya begini. Ya, mendadak Bara dihantui rasa cemas.
Sejak Bara mengantarkan Laras pulang kemarin siang, perempuan itu mendadak berubah. Pesan Bara selalu diabaikan padahal Laras sedang "online". Ketika Bara meneleponnya dan menanyakan apa ada yang sedang terjadi—meyakinkan jika dirinya memiliki kesalahan atau tidak, Laras mengatakan kalau perempuan itu hanya sedang merasa bersalah pada diri sendiri juga Bara karena telah "melanggar" protokol kesehatan.
Bara tahu apa maksudnya. Apa lagi kalau bukan momen mendebarkan di antara mereka?
Namun, entah mengapa Bara merasa Laras hanya beralasan. Jika memang benar begitu, seharusnya Laras tidak perlu menjauhinya secara virtual bukan? Cukup menjaga jarak dengannya secara fisik. Bara pun pasti akan mengerti.
Bara menyugar rambut tebalnya, gusar. Hingga hari akan berganti kembali, Laras tidak kunjung meresponsnya.
Lelaki itu merebahkan dirinya di ranjang lantas mengembuskan napas panjang seraya menatap langit-langit kamar. Merasa lelah. Sangat lelah. Energinya seolah terkuras habis padahal hari ini ia tidak melakukan hal apa pun.
Tiba-tiba saja Bara merasa takut. Mungkinkah?
Kepala Bara memutar kejadian kemarin, di mana Ares menyanjung Laras. Bara juga sempat meninggalkan mereka berdua untuk sekadar mengangkat telepon. Apakah Laras goyah akan pesona Ares Pramudya?
Bara menggeleng kuat, mengenyahkan pemikiran absurd tersebut. Ia percaya Laras bukan tipe perempuan yang seperti itu, tapi mengapa segalanya terasa cocok? Sikap Laras berubah drastis sejak mereka pulang dari sana. Perempuan itu tampak sering melamun dan tidak responsif.
Suara pintu berderit pelan membuat Bara menoleh dan mendapati kepala Jannah menyembul dari celahnya. "Bar, lo belum tidur?"
Bara sontak terduduk. Punggung yang selalu tegap itu, kini tampak sedikit membungkuk. "Belum. Nggak bisa," jawabnya, lesu.
"What's wrong?" Tubuh Jannah mulai masuk, mengikuti kepalanya yang telah muncul terlebih dulu.
Bara tidak curiga sama sekali dengan kedatangan Jannah yang tiba-tiba. Bagi lelaki itu, justru Jannah seperti jawaban atas segala kegelisahannya malam ini. Sang kakak seolah selalu ada di saat Bara tengah buntu dan membutuhkannya. Sama sekali tidak berniat menanyakan ada apa gerangan Jannah mengunjungi kamarnya.
Kalaupun dicurigai, Jannah punya 1001 alasan.
"Laras nggak ada kabar. Dia kayak menjauh."
"Oh iya?" Jannah mengernyit. "Bukannya kemarin kalian masih ..."
Bara mengembuskan napas, berat. "Gue juga nggak ngerti kenapa tiba-tiba."
"Lo yakin dia menjauh?" Jannah mengedikkan bahu. "I mean, gue kadang suka pengin sendiri aja padahal nggak ada apa-apa sebelumnya. Nggak balas chat siapa pun walaupun gue online di media sosial sana sini. Atau mungkin, dia memang lagi ada problem?"
"Soal apa?" Sepasang alis tebal Bara bertaut. "Kenapa nggak cerita ke gue? Mungkin gue bisa bantu."
"Nggak semua orang bisa cerita gitu aja. Apalagi, orang yang tertutup kayak Laras. Just wait, oke? Lagian, baru sehari." Jannah memberi pengertian dengan telaten.
Benar kata orang. Otak manusia bekerja selama 24 jam, sampai mereka jatuh cinta. Pasalnya, Bara selalu tenang menghadapi segala permasalahan dalam hidup. Dan lihatlah lelaki itu sekarang, persis seperti Azka yang kebingungan mencari di mana permennya berada.
Bara manggut-manggut. "Iya, tapi lo juga bantuin gue ya? Tolong hubungi Laras. Siapa tahu, lo pengecualian."
"Kalau dia juga nggak ngerespons gue gimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
00:00 (a New Beginning) #1
Romance(Cerita ini akan kembali GRATIS pada 24 Juni 2024) Laras, seorang penulis underrated, menerima tawaran kerja sama dengan rumah produksi ternama demi menuntaskan balas dendamnya kepada pemilik HS Entertainment, Bara. **** Pandemi covid-19 membuat Ba...