PART 7 [KHIANAT]

66 26 1
                                    

FROM: AUTHOR

TO: DEAR READER

HOLA SEMUANYA, TERIMA KASIH SUDAH MELUANGKAN WAKTU UNTUK MEMBACA CERITA INI! MOHON MAAF UNTUK SEGALA KEKURANGANNYA. KALIAN BEBAS MENGEKSPRESIKAN PERASAAAN KALIAN DENGAN BERKOMENTAR, VOTE, DAN JUGA SHARE YA!

HAPPY READING :))

CERITA INI AKAN DI-UPDATE SETIAP 2 HARI SEKALI, PUKUL 20.00 WIB (BISA JUGA SEBELUM ATAU SESUDAHNYA DI HARI YANG SAMA)


# # # # # # # # # #


Sore yang hangat, senja mulai terlihat. Aku berjalan di atas aspal hitam dan putih, bising lalu lintas terdengar nyaring di telingaku. Burung, langit, suasana kekuningan, dan jalanan yang terlihat klasik bak eropa di mataku. 

Aku mengambil HP di dalam tas sekolahku.

"Datanglah wahai sumber kehidupanku"

CEKREK—

"Nice!"

Setelah mendapatkan gambar yang sempurna, aku langsung berjalan menuju rumah sakit untuk bertemu Marko.

"Woy, gimana kabar lu?" Aku menepuk pundak Marko.

"Gak baik," ucap Marko, lalu kembali membaca bukunya. "Tumben dateng, biasanya nempel mulu sama Aurel."

Mendengar kalimat Marko, aku menyeringai ke arahnya. "Jadi...ada yang cemburu nih ceritanya?"

"Idih, jauh-jauh lu dari gua." Marko menaruh bukunya di meja samping tempat tidurnya sambil menjauh dariku.

Aku sedikit tertawa melihat tingkahnya yang lucu, "Ada apa lagi kali ini? Kayaknya nahan amat muka lu," tanyanya kepadaku.

Aku pun menceritakan tentang Aurel dan sesuatu yang sedang disembunyikannya. Aku juga menceritakan tentang Pak Mario yang memberikanku obat tidur dalam teh yang disuguhkan waktu itu.

"Buset, aneh banget tuh bapak. Seharusnya dia bersyukur, kita mau bantuin dia buat tuntasin kasus sahabat dekatnya," Marko ikut kesal kali ini, aku mengangguk setuju. 

"Coba lu ngomong sama Aurel baik-baik, gua yakin dia—"

Tiba-tiba HP-ku berdering, aku lupa untuk mengaturnya dalam mode diam. 

"Bentar Ko..." Marko menghela napas, merasa semakin kesal karena ucapannya dipotong.

Aku mengangkat panggilan teleponku, "Nel, kita bisa ketemuan gak?" Tanya Aurel.

"Apa? Sekarang, Rel?" Aku melirik ke arah Marko, merasa tidak enak dengannya.

"Iya, ada hal penting yang harus aku kasih tau ke kamu," Jawab Aurel.

"Pasti tentang kejadian kemarin." Aku segera mematikan teleponku dan menghampiri Marko.

"Udah mau pergi?" Tanya Marko.

"Iya mar, sorry ya gua pulangnya cepet." Aku merapihkan isi tasku, dan menutupnya.

"Aurel bilang ada hal mendadak yang harus diomongin," lanjutku.

Aku menatap ke arah Marko, berharap dia bisa mengerti. 

"Tunggu... ada sesuatu di meja samping tempat tidurnya?"

"Kok ada buah, Ko? Nyokap Bokap lu ke sini tadi?" Marko terlihat sedikit gagap.

"Iya nih, kenyang banget gua makan buah. Lu mau bawa?" Balasnya.

Aku menggelengkan kepala, "Gak usah, buat lu aja biar makin sehat."

"Hati-hati, Nel. Gua yakin lu pasti bisa mencapai tujuan lu!" Aku menjadi semakin bersemangat mendengar ucapan Marko.

"Makasih Ko, cepet sembuh lu, bye."


# # # # # # # # # #


Dalam perjalanan, aku mencoba untuk menerka di balik kejadian kemarin.

"Apakah benar Pak Mario bukan pembunuhnya? Tapi mengapa Aurel menangis? Apa yang salah dengan hal itu? Atau...mungkin ada pihak lain yang tidak kuketahui?"

Perjalanan ini menghabiskan waktu sekitar 15 menit yang akhirnya membawaku pada sebuah taman kafe dengan suasana remang. Aku mencari-cari wujud Aurel, melihat ke kiri dan ke kanan.

"Oh itu dia! " Aku menemukannya.

Segera aku berjalan cepat ke arahnya.

DEG— langkahku terhenti melihat apa yang ada di depanku.

"Apa maksudnya ini?" Aku masih terdiam tidak percaya dengan apa yang kulihat.

"Nel? Kamu kenapa?" Tanya Aurel kepadaku yang membatu.

Keringat mulai membasahi sekujur tubuhku, "Re-Rel... a-apa maksudnya ini?" 

"Rel, dia siapa?" Tanya seorang pria yang merangkul Aurel di sampingnya.


BERSAMBUNG

Jalan Keluar pun Berduri [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang