PART 20 [JALAN KELUAR PUN BERDURI 3]

13 9 0
                                    

"Baiklah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Baiklah... aku akan memberimu dua pilihan."

Paman Noel mengangkat satu jarinya, "Pilihan pertama, aku akan membiarkanmu pergi dengan tenang. Aku tidak akan mengejarmu ataupun menyakitimu. Dengan syarat kau harus meninggalkan Aurel di sini. Dia adalah menantuku yang berharga, aku harus mendidiknya dengan benar."

Sekarang dia menurunkan tangannya, "Pilihan kedua, jika memilih untuk tinggal... Kalian akan mati!"

Suasana terasa semakin suram setelah Paman Noel memberikan dua pilihan itu.

"Dasar psikopat..."

Aku membuka bibirku bermaksud untuk meneriakinya, "Tunggu—" Dia menyela maksudku..

"Kamu hanya perlu menjawab pilihan yang akan dipilih, yaitu pilihan satu atau dua. Jangan mengatakan sesuatu yang lain. Mengerti?"

Aku menggertak gigiku. Keadaan ini sungguh menyebalkan. Keringat mulai bercucuran dari dahiku.

"Pilihan pertama adalah pilihan yang tidak mungkin kupilih. Lihat! Aurel sedang gemetar di belakangku. Aku tidak mungkin bisa mengkhianatinya demi keselamatanku. Pilihan kedua bukanlah sebuah pilihan, itu adalah konsekuensi dari pilihan yang pasti. Satu-satunya hal yang bisa kulakukan adalah mengulur waktu, bukan?"

"Aku—"

"Bunuh dia!" Perintah Paman Noel kepada salah satu anak buahnya. Orang itu mendekat dengan membawa pisau menuju ke arahku.

"Tidak! Dia menuju ke arah seseorang di belakangku."

Dengan sigap aku melindungi Aurel.

"Uhuk... Sa-sakit, sial." Rintihku.

"Sakit sekali."

"Hahaha..." Tawa Paman Noel yang menatapku dengan rendah.

"Sudah kubilang, bukan? Padahal aku sudah berbaik hati memberimu dua pilihan, tetapi kamu—"

Pandanganku semakin buram, "Hah? Apa kamu berbicara dengan benar? Aku tidak bisa mendengarmu, bajingan."

"Nel..." lirih Aurel membuat kesadaranku bertahan sedikit lebih lama.

"Huhh... Aku lelah sekali, rasanya mau tidur."

Aku sudah tidak kuat menopang badanku, dan terjatuh ke pangkuan Aurel.

"Hari ini, sudah berapa kali ya aku merasakan sakit?"

Air mata Aurel membasahi wajahku, "Tidak... ini tidak boleh terjadi."


# # # # # # # # # #


"MENGAPA KAMU TEGA MELAKUKAN INI?!" Teriakku penuh amarah.

Kornel berada di pangkuanku, tubuhnya tidak berhenti mengeluarkan darah, "Hei... kumohon, bertahanlah sebentar lagi."

Pak Noel berjalan mendekat ke arahku, "Aurel, kamu pikir sekarang adalah saat yang tepat untuk mengeluarkan amarahmu? Bukankah lebih baik jika kamu memohon ampun kepadaku?"

Pengawalnya itu memberikan pisau bekas tusuk Kornel kepada Pak Noel. Dia mengelap pisau itu dengan bajunya untuk menghapus darah yang tersisa di sana, "Tidakkah akan lengkap jika aku membunuhmu juga?"

Aku menahan badanku untuk tidak ketakutan dan menghadapi situasi ini. Langkah Pak Noel semakin mendekat, sekitar 2 atau 3 langkah dariku dan Kornel.

Aku menutup kedua mataku, "Selamat tinggal—"

Tiba-tiba saja terdengar sirine dari kejauhan. Perhatian Pak Noel dan pengawalnya teralihkan oleh suara itu, "Bagaimana ini, Bos?"

"Cih... dasar hama kurang ajar!" Ketus Pak Noel sambil menatap marah ke arahku.

"Ayo kita lari!" Mereka semua pergi dari rumah Pak Mario.

Aku kembali memusatkan perhatianku pada Kornel, "Rel..." panggilnya halus.

"Nel, tolong jangan banyak bicara dulu. Ambulans dan polisi udah datang, mereka akan menolong kita," ucapku dengan air mata yang tak kunjung berhenti.

Kornel menggeleng, dia merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah alat perekam suara, "Ambillah ini, jadikan ini sebagai bukti dari kejahatannya."

Beberapa mobil terlihat berhenti di depan Rumah Pak Mario. Aku masih di posisi yang sama dengan mendekap tubuh Kornel yang tak berdaya. Sesaat setelahnya, mereka langsung dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan darurat. Sementara Pak Noel dan pengawalnya berhasil melarikan diri dari kejaran polisi.

Beberapa waktu setelahnya, aku mengunjungi ruangan Ayahku untuk berbagi cerita tentang apa yang kualami. Namun, dia terlihat sama sekali tidak khawatir. Padahal dia tau bahwa sebentar lagi biaya perawatan akan terhenti dan tubuhnya yang lemah ini akan kehilangan nyawanya. Aku kebingungan pada saat ini, tidak ada lagi yang dapat kulakukan.

"Aurel," panggilnya pelan.


BERSAMBUNG


# # # # # #

Jangan lupa follow, vote, comment, dan share ya!

Happy Reading!

Jalan Keluar pun Berduri [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang