"Selamat pagi dunia!"
Aku menyambut hari ini dengan perasaan bahagia karena sudah siap untuk keluar dari rumah sakit. Bukan hanya itu saja, Aurel berkata bahwa hari ini ada sebuah kejutan yang dipersiapkannya. Oleh karena itu, akupun menunggunya dengan antusias di lobi rumah sakit.
Aku menatap lurus ke trotoar di seberang, "Aurel!"
Bahkan penampakan fisiknya saja sudah sangat menarik perhatian. Tidak ingin kehilangan momen tersebut, aku segera mengambil HP-ku.
CEKREK—
Aurel berjalan malu dengan menutupi wajahnya, "Apa yang kamu lakukan?"
Aku menahan tawa melihat sikap salah tingkahnya, "Tidak ada, aku hanya sedang memotret seseorang."
"Hentikan. Ini memalukan," balasnya.
Dia menarik tanganku, "Ayo! Aku punya kejutan untukmu!"
Sepanjang perjalanan, Aurel terus-menerus mengintrogasiku. Dia bertanya tentang banyak hal, seperti rasanya berminggu-minggu berada di rumah sakit, pola makanku, bahkan hubunganku dengan Tante Kalista dan Om Ferdi.
Akupun menjawab semua pertanyaannya dengan antusias, "Apa selama ini dia sebegitu kesepiannya?"
KRIUK— "Perut ini!" Aku menjadi malu.
Aurel tertawa geli, "Ayo kita makan di sana." Dia menunjuk ke sebuah restoran.
Tempat ini bertemakan jepang, baik dekorasi dan interior restoran ini sangat menarik. Begitupun dengan rasa dari menunya— tidak kalah dengan harganya yang mahal.
Kini kami duduk berhadapan, "Coba berpose yang menarik."
Aurel segera mengambil es krim dengan tangan kirinya, tangan lainnya membuat pose peace.
CEKREK—
"Lihat... Bagus, bukan? Apa kamu menyukainya?" Aku menunjukkan hasil fotoku.
Aurel tertawa kecil, "Aku lebih suka yang memotret."
Wajahku sepenuhnya merona, "Aku akan membalasnya nanti."
Setelah makan, kami pergi ke jalanan itu, "Ya... jalan yang indah itu."
Jalanan ini hanya berjarak beberapa meter saja, tetapi didampingi oleh pepohonan yang begitu rindang. Ketika matahari bersinar dengan terang, maka daun jatuh adalah kombinasi yang tepat sebagai objek foto.
"Rel, berdirilah di sana." Aku menunjuk ke depan.
Aurel hanya pergi menurut, "Di sini?"
"Sekarang berposelah." Aku bersiap mengambil foto.
Aurel menjadi malu, "Sudahlah... ini memalukan."
"Tunggu!" Seruku.
Aku tersenyum kecil, "Bagaimana jika seperti ini?" Aku menunjuk pose yang sedang populer, yaitu membuat bentuk hati menggunakan jari.
Aurel melepas panjang napasnya, "Baiklah, hanya sekali saja."
Aku segera mengambil posisi yang pas, tapi sangat sulit untuk menangkap foto itu, "Sungguh... niatku hanya untuk memotret, tapi mengapa jariku tidak mau bergerak?"
Tanpa disadari aku terpaku menatap keindahan ini, "Cepatlah!" Sahut Aurel yang menyadarkanku.
CEKREK—
Aku sangat menyukai foto ini. Aku sangat suka cahaya matahari yang begitu terangnya. Aku menyukai tebaran daun gugur yang terbang tertiup angin, "Dan aku juga menyukai dia... objek yang bernama Aurel."
Selanjutnya kami mengisi waktu dengan menonton film di bioskop. Film yang kami tonton sedang populer dan banyak menjadi perbincangan warga dunia maya.
Aku memasang wajah lesu, "Mengapa film ini bisa begitu populer?"
Secara garis besar, film ini menceritakan tentang dua orang yang saling mencintai. Pembuat film hanya menaruh konflik yang sangat rumit di tengah hubungan mereka. Akhirnya, merekapun tidak bisa menyelesaikan konflik itu dan memutuskan untuk berpisah, "Klise sekali, bukan?"
"Berapa penilaianmu terhadap film tadi?" Tanya Aurel.
"Hmm... enam?" Balasku.
Aurel menepuk punggungku, "ENAM?! Menurutku film itu bagus sekali!"
"Apanya yang bagus? Mengapa mereka harus berpisah di akhir cerita?" Tanyaku penuh kebingungan.
"Film itu hanyalah skenario dari sutradara, tapi aku merasakan hal lain ketika menonton film tadi," jawabnya.
Dia menatapku, "Aku merasa bahwa film itu dibuat untuk seluruh pasangan di dunia ini. Sang sutradara ingin mereka yang menonton film ini mengerti bahwasannya saling mencintai bukanlah tentang siapa yang benar, melainkan tentang perasaan untuk mau saling mengerti satu sama lain."
Wajahku memerah kembali, "Pa-pa-pasangan?!"
Mataku tidak berkedip sama sekali, "Lagipula bukannya dia berpikir terlalu jauh?!"
Aurel membulatkan matanya, "Kornel!"
"Hah? Ya?" Balasku yang baru saja tersadar.
Dia cemberut kali ini, "Cih! Aku tidak yakin kamu mendengar ucapanku."
"Eh? Ya... tentu saja aku mendengarkanmu," balasku.
Dia menggenggam tanganku, "Baiklah... ayo kita pergi!"
"Ke mana lagi sekarang?" Jawabku yang sudah kelelahan.
Aurel tersenyum kecil, "Tentu saja kantor polisi!"
BERSAMBUNG
# # # # # #
Jangan lupa follow, vote, comment, dan share ya!
Happy Reading!
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Keluar pun Berduri [SELESAI]
RomanceKornelius memiliki masa lalu yang kelam terkait keluarganya karena kematian Ayahnya. Di suatu jalan yang indah, ia bertemu dengan seorang bidadari yang amat cantik. Bidadari itu adalah Aurel. Kornelius melihat adanya celah untuk menuntaskan kasus ke...