"Nel?" Panggil Aurel.
Aku menengok sambil mengatur pola napasku yang begitu cepat.
"Ini bukannya Rumah Pak Mario?"
"Apa?" Aku melihat sekitar.
"Sial! Ternyata kami hanya berputar-putar dari tadi."
Tidak lama kemudian terdengan suara langkah kaki menyeramkan. "Sudah kuduga... kalian benar-benar tidak memahami denah daerah ini."
"Paman Noel? Cih!"
Aku berbalik bermaksud untuk melarikan diri, tetapi sudah dijegat oleh kedua pengawalnya.
"Bagaimana ini?" Ucap Aurel penuh kepanikan.
"Tenang, aku akan memikirkan jalan keluarnya. Berlindunglah di belakangku" ucapku pelan.
Semakin lama, aku dan Aurel dipaksa untuk kembali masuk ke dalam Rumah Pak Mario. Ketika itu Paman Noel sudah menunjukkan senyum penuh kemenangannya yang bengis.
"Apa ada yang salah?" Pikirku yang bingung melihat wajahnya.
Aku mencoba untuk tetap tenang, dan mulai menganalisis keadaan. Tentu saja pada saat ini kami tidak bisa lari dari Paman Noel. Jika aku berlari ke kanan, di sana terdapat Paman Noel. Begitupun ke kiri, dua pengawalnya sudah siap untuk mengepung kami.
"Tunggu... Bukankah dia memiliki tiga—"
Aku memutar ke belakang, dan mendapati seseorang hendak melayangkan balok kayu ke arah Aurel.
BUG— "Sakit sekali, sialan!"
Aku berbalik, memukul wajahnya dan mendorongnya ke arah Noel.
"Untunglah dia masih sedikit kehilangan kesadarannya..."
Dia adalah salah satu dari ketiga pengawal Paman Noel yang sebelumnya kupukul dengan bangku dan sempat pingsan.
"Aku akan mengulur waktu. Sekarang masuklah dan periksa keadaan Pak Mario!" Perintahku pada Aurel yang segera masuk ke dalam rumah Pak Mario.
Akupun langsung menutup pintu itu agar Aurel sedikit merasa tenang.
"Saat ini, prioritas utamaku adalah mengulur waktu hingga bantuan tiba."
"Aku kira kamu adalah anak yang cerdas, tetapi ternyata sama bodohnya dengan Ayahmu."
Aku menahan diriku untuk tidak bersikap gegabah, "Apakah kamu ingin tau sesuatu yang sangat menarik?"
Paman Noel berjalan mendekat ke arahku, langkahku mundur secara perlahan. "Jangan mendekat!"
"Aku bisa mendapatkan semua harta yang kumiliki sekarang ini. Segala kekayaan, kenyamanan, dan kepercayaan. Apakah kamu tau darimana aku mendapatkan semua itu?" Paman Noel semakin mendekat ke arahku.
Sekarang mata kami bertatapan dengan jarak yang sangat dekat. Mataku penuh dengan amarah balas dendam, sedangkan matanya penuh dengan ejekan yang merendahkan. "Ya... dari Ayahmu. HAHAHA!"
Aku mendengus marah, menendangnya untuk menjauh dariku. "JANGAN MENDEKAT!"
"UNTUNGLAH AKU BERHASIL MEMBUNUHNYA!" Katanya seperti orang gila, matanya terbuka lebar dengan senyum di bibirnya.
"BAJINGAN!" Tanpa sadar aku memukulnya dengan sangat keras. Hidungnya mengeluarkan darah.
"Dasar tidak tau diri, habisi dia!" Perintah Paman Noel kepada ketiga pengawalnya.
Aku mencoba untuk mengatasi hal ini, tetapi sangat sulit untuk bertahan dari pukulan mereka. Seorang memegangi badanku dan yang lainnya memukuliku hingga babak belur.
"Aish... ini sakit sekali," erangku.
Salah seorang menendangku dengan sangat keras. Aku mencoba untuk menahannya, tetapi tidak bisa karena tekanannya yang begitu besar. Aku terpental ke dalam rumah tua itu, menembus pintu yang tertutup rapat.
"Kornel?" Aurel terkejut melihat wajahku yang penuh dengan darah.
Aku melirik sebentar ke arahnya, "Mundurlah ke belakang."
Aku mengangkat tubuhku yang penuh dengan luka dan memar. Penglihatanku pun semakin memudar, "Apakah aku bisa bertahan?"
"Menyerah saja! Hidup kalian tidak akan lama lagi!" Ketus Paman Noel dari luar rumah dan segera melangkah ke dalam.
Aku mencoba untuk menghadapinya, "Paman..."
Langkahnya berhenti, dia mencoba untuk fokus kepada ucapanku. "Ketika mendapatkan kepercayaan, biasanya mereka akan menjaga itu dengan baik dan membalasnya di kemudian hari."
Paman Noel memasang ekspresi bingung, "Apa kamu mabuk karena terlalu banyak dipukuli? HAHAHA!" Dia tertawa bersama ketiga pengawalnya.
"TAPI!" Teriakku menggelegar ke seluruh ruangan.
"Aku belajar bahwa ada sampah sepertimu yang menyia-nyiakan kepercayaan seseorang, bahkan berbalik mengkhianatinya!" Lanjutku.
Wajahnya terlihat jengkel sekarang, "Hah? Apa kamu sudah siap mati?"
"Hahaha..." Aku tertawa kecil.
Aku mengangkat kepalaku, kedua mataku tertuju tajam ke arahnya, "Aku tidak akan kalah dari sampah masyarakat sepertimu!"
"Cih!" Gerutunya.
Dia menghela napas panjang, "Ternyata kamu memang anak yang menarik ya."
Paman Noel mengepal erat kedua tangannya, "Sepertinya dia benar-benar emosi sekarang."
Pisau di tangannya diberikan kepada pengawal di sebelah kanannya.
"Baiklah... aku akan memberimu dua pilihan."
BERSAMBUNG
#FUNFACT SECTION#
1. Kornelius adalah anak yang tumbuh besar tanpa orang tua. Walaupun ia sempat hidup bersama ibunya, tetapi tidak bertahan dalam waktu yang lama. Beruntungnya, ia bertemu dengan sumber finansial setelah ibunya meninggal, yaitu Marko dan kedua orang tuanya. Karena Kornelius hidup secara mandiri, dia mulai mempelajari bela diri dan terus menjaga kesehatan, juga postur tubuhnya untuk berjaga-jaga dari hal yang tidak diinginkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Keluar pun Berduri [SELESAI]
RomanceKornelius memiliki masa lalu yang kelam terkait keluarganya karena kematian Ayahnya. Di suatu jalan yang indah, ia bertemu dengan seorang bidadari yang amat cantik. Bidadari itu adalah Aurel. Kornelius melihat adanya celah untuk menuntaskan kasus ke...