PART 16 [AUREL]

33 14 2
                                    

Sudah beberapa hari berlalu sejak pemakamannya, tetapi Kornel masih saja tidak bisa terbiasa tanpa kehadirannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah beberapa hari berlalu sejak pemakamannya, tetapi Kornel masih saja tidak bisa terbiasa tanpa kehadirannya. Kornel  merindukan tawanya,dia rindu ledekannya, dan rindu senyum manisnya. Jika Kornel tau bahwa kepergian akan semenyakitkan ini, dia tidak akan rela melepaskannya sedetik pun. Air mata yang kering membekas lekat di pipinya. Om Ferdi dan Tante Kalista sangat mengerti posisi Kornel, mereka memberinya waktu untuk sendiri sekarang.

KRRRINGG— Bunyi HP Kornel.

"Aurel?"

Darahnya langsung meninggi ketika melihat nama itu. Kornelpun mengangkat panggilan tersebut.

"Nel?" Terdengar suara lembut yang sudah terasa asing di telinga Kornel.

"Jangan menelponku lagi, hubungan kita sudah selesai." Kornel langsung mengakhiri panggilan itu dan memblokir nomornya.


# # # # # # # # # #


Sejak panggilan itu, Aurel terus berusaha untuk menghubungi Kornel. Berkali-kali dia mencoba, tetap saja panggilannya tidak pernah terhubung karena nomornya telah diblokir. Namun, Aurel tidak kehabisan cara dan berusaha untuk menghampiri rumah Kornel.

TING— Bunyi bel rumah Kornel.

Jantung Aurel berdegup kencang, timbul berbagai macam pertanyaan dari tindakannya ini.

"Apakah dia baik-baik saja? Apakah dia akan memaafkanku? Apakah—"

Kornel membuka pintu rumahnya, mata mereka bertemu.

Aurel memandang Kornel seutuhnya. Matanya merah, rambutnya tidak karuan, pakaiannya terlihat lesu, dan badannya semakin mengurus. Akan tetapi, bagi Aurel dia adalah pria yang sama. Tanpa sadar, tangan Aurel bergerak ingin meraih pipi Kornel.

TAK— Kornel menepis tangan Aurel.

"Apa maumu datang ke sini? Ingin memanfaatkanku lagi?"

Aurel tidak menjawab pertanyaan itu.

Kornel menarik napasnya dalam-dalam agar tidak terbawa emosi. "Apiku sudah habis untukmu. Bagiku, kamu sudah tidak berarti apa-apa. Pergilah menjauh dari hidupku."

Kornel segera menutup pintu, tetapi Aurel dengan sigap menahan gagang pintu tersebut.

"Biarkan aku menjelaskannya, hanya sebentar saja. Setelah itu, keputusan ada di tanganmu."

Perkataan itu membuat Kornel berpikir sejenak. Mungkin beberapa saat lalu ia sangat terbawa emosi oleh Aurel. Namun, waktu untuk sendiri yang diberikan kedua orang tua Marko dapat membuat Kornel merenungkan banyak hal. Oleh karena itu, Kornel pun bersedia mendengarkan penjelasan Aurel.

Kini mereka berada di meja yang sama, saling berhadapan.

"Waktumu hanya sepuluh menit." Kornel menunjukkan HP-nya yang sudah siap dengan stopwatch.

Jalan Keluar pun Berduri [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang