20. Cinta Halal 1

366 38 19
                                    

Assalamualaikum sahabat pembaca.
Alhamdulillah akhirnya hari ini aku bawa part baru nih.

Maaf ya. Lama nggak nongol.
Selain sibuk, idenya juga lagi nyangkut beberapa hari ini.
Jdinya makin molor deh.

Smoga masih ada yg setia menanti ya 😄

Yuk yuk ... vote dlu sebelum baca.

Happy reading.

💕💕💕💕💕💕💕💕💕💕

Helaan napas entah sudah ke berapa kalinya yang keluar dari mulut Raihan. Sepertinya kali ini ia membutuhkan oksigen lebih banyak untuk dihirup agar mengurangi kepanikan, kegelisahan, dan kekhawatiran yang mendera hatinya sejak tadi.

Laki-laki yang kini telah berada di depan ruang operasi seorang diri, tak hentinya menggulir tasbih dengan penuh harap dalam hati. Agar wanita yang telah berstatus istrinya itu diberi kesembuhan oleh Allah.

"Ya Allah, baru tadi hamba sangat bahagia akan cinta yang akhirnya bisa terajut dengan ikatan halal.
Hamba mohon, jangan dulu ambil dia. Hamba belum siap untuk berpisah. Hamba masih ingin hidup bahagia bersamanya dalam jalan rida menuju surga-Mu.
Berilah kesempatan hamba untuk hidup bersama wanita yang telah menjadi penyempurna agama hamba ya Allah." Tak terasa dalam pengharapannya ia melambungkan begitu tinggi harapan itu, membuat air mata yang tiba-tiba menggenang, begitu cepat mencelos menganak sungai di pipinya.

Tiada pengharapan yang digantungkan kepada selain-Nya. Karena ia tahu, hanya Allah yang kuasa mengangkat penyakit dan menyembuhkan setiap penyakit seorang hamba. Ia membawa ke rumah sakit ini dan Dokter di dalam, hanya berikhtiyar melakukan operasi sedemikian rupa. Namun, tetap Allah-lah yang Maha Menentukan hasilnya.

Harapan dalam kecemasan dan rasa takut, kini lebih dominan dalam hati Raihan. Melewati perjalanan yang tak sebentar di dalam pesawat tanpa sedikit pun ada kesempatan Aisyah sadar, membuatnya semakin khawatir. Apalagi setibanya di rumah sakit Singapura tadi, setelah diperiksa oleh dokter Irwan. Tanpa menunggu waktu lama, dokter langsung mengambil tindakan operasi saat itu juga.

Hampir dua jam waktu berlalu, lampu di atas pintu ruang operasi masih saja berwarna merah. Raihan yang sejak tadi terlihat resah, hanya bisa memposisikan dirinya antara duduk, berdiri, mondar-mondir di depan pintu yang masih setia tertutup.

Mendengar bunyi nada dering ponselnya, Raihan langsung merogoh saku dan segera membuka pesan yang muncul. Belum juga ia tuntas membaca pesan itu, tiba-tiba terdengar bunyi knop pintu berputar dan akhirnya terbuka.

Buru-buru Raihan bangkit, meletakkan ponselnya kembali dan menghampiri dokter yang baru saja keluar.

"Bagaimana operasinya, Dok?" Raihan tampak tak sabar ingin mendengar kabar bagaimana kondisi sang istri. Apalagi melihat raut wajah laki-laki di hadapannya itu tak bisa ditebak, antara lega dan khawatir seakan bercampur jadi satu.

Dokter Irwan tampak menghela napas cukup panjang dan dalam, tangannya lalu menepuk pundak Raihan sembari menatap laki-laki yang ia tahu adalah suami Aisyah.

"Sabar ya, operasi Aisyah alhamdulillah berhasil menyumbat pendarahan yang terjadi. Tapi ... dia kembali koma seperti operasi yang dulu."

Raihan yang mendengarkan ucapan dokter itu dengan seksama hanya bisa tersenyum getir. Ia merasa lega saat mendengar kata operasi berhasil. Setidaknya secercah harapan atas kesembuhan Aisyah ia dapatkan.

"Apakah bisa diperkirakan berapa lama ia baru akan sadar, Dok?"

Dokter Irwan menggelengkan kepala. "Untuk hal itu, kami tidak bisa memprediksinya. Yang banyak berdoa ya. Semoga Aisyah cepat sadar."

"Aamiin. Boleh saya menjenguk Aisyah sekarang, Dok."

"Tunggu Aisyah dipindahkan ke ruang rawat dulu." Raihan menganggukkan kepala, Doker Irwan pun pamit berlalu dari hadapannya.

30 Menit berlalu.

Raihan kini akhirnya bisa menengok Aisyah. Ia pun tadi tak lupa mengabari keluarganya tentang kondisi Aisyah saat ini. Doa untuk kesembuhan sang istri terus meluncur dari sang Ummi dan keluarga Aisyah juga.

"Syah, dapat salam dari Om Ilyas, Tante Laila, Ummi dan yang lainnya. Katanya, segera sadar, ya. Kasihan suami kamu di sini kesepian kalau kamu nggak sadar-sadar." Raihan mengelus lembut punggung tangan Aisyah, sedangkan netranya sama sekali tak lepas menatap sosok wanita cantik di hadapannya yang masih tampak pucat setia memejamkan mata.

Bibir Raihan mengukir senyum, saat mengingat jika dirinya kini sangatlah berbahagia, karena telah berstatus suami dari wanita yang ia cintai.

Meski pernikahan ini mendadak dan keputusannya juga seakan mendesak. Tetap saja jauh-jauh hari, saat suatu rasa yang tak lumrah dirasakan dalam hati. Di setiap malamnya, Raihan tak berhenti berdoa dan sesekali melakukan salat istikharah untuk kemantapan hatinya untuk memilih sosok wanita yang menjadi target pendamping hidup.

Raihan tak pernah lupa untuk melibatkan Allah dalam segala keputusannya sejak dulu. Baik itu soal pendidikan atau pun pekerjaan. Bahkan kini telah sampai pada soal pernikahan yang menurutnya sudah waktunya.

Cinta yang sempat ia ragukan akibat perbedaan selisih umur yang cukup banyak. Kini tak ada lagi keraguan, malah yang ada cinta itu semakin mencuat kebahagiaan akibat telah tercurah kepada wanita yang kini halal untuknya.

"Terima kasih, Syah. Kamu mau menikah denganku," ucap Raihan bangkit dari duduknya. Lalu mendekat ke arah wajah Aisyah dan mengecup kening wanita itu cukup lama.

Laki-laki itu memejamkan mata, menikmati desiran hatinya yang kini terasa begitu nyaman dan menenangkan hati. Cinta halal memang indah.

"Segera sadar ya, Sayang. Aku rindu."

.
.
.
.
.
Bersambung

Maaf ya lama nggak up.
Maaf juga, agak dikit. 😁
Smoga bisa mengobati yang merindukan cerita ini 😆😆😆 maaf lagi karena aku jadi PD gini yak 😅

Semangatin yak.
Smoga Cinta Halal 2 segera bisa up. 😄


Kupilih, KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang