C

1.7K 207 38
                                    



































"Eemmhh...." Sooya terbangun, ia lihat jam di ponsel yang baru menunjukkan pukul lima subuh, ia bisa merasakan Leesa yang juga sepertinya agak terjaga.

"Si Lucinta makan kedondong,"

"Tjakep,"

"Bebeb tercinta, meluknya lebih erat dong..."

"Oke sini aku angetin," Lessa mengeratkan kelonannya, "Maaf ya... harusnya aku gak mengajakmu menginap di tempat kakekku yang jelas-jelas dekat pegunungan dan pastinya lebih dingin jika musim hujan begini. Sekalipun selimut dobel tapi masih kedinginan ya kamu?"

"Enggak juga kok... aku suka tempat ini, cuma kamu jangan lepaskan pelukannya... Aku bisa mati kedinginan disini,"

"Iya istriku iya... Ini aku angetin lagi," Leesa menyembunyikan wajah Sooya ke ceruk lehernya, "Masih dingin?"

"Lumayan, tapi gak dingin banget lah..."

"Masih mau lanjut bobok?"

"He'eh... Masih subuh juga,"

"Ya udah gudnait."

.
.
.

Tidak terasa, sinar matahari mulai masuk lewat celah-celah jendela, Sooya terbangun. Leesa sudah tak ada di sebelahnya. Ia renggangkan ototnya dan mulai bangkit keluar rumah, ia dan Leesa hanya tidur di ruang tamu semalam dengan beralaskan karpet. Tak terjadi apa-apa, karena Sooya yang masih takut, hanya saja dia memang harus sabar-sabar, saat tangan Leesa yang sesekali modus dan grepe sana-sini semalam waktu kelon.

Terlihat Leesa yang tengah memanggang beberapa ikan yang ia tangkap dari sungai depan rumah, dan beberapa ubi manis, Leesa juga membakarnya langsung dari sebuah api unggun kecil yang ia buat di dekat beranda, jadi berasa kemah.

"Suamiku, kapan kau bangun?"

Leesa melihat jam tangannya, "Satu jam yang lalu, aku tadi kebelet boker, jadi kebangun sekalian nyari apa yang bisa di makan buat sarapan,"

"Kamu boker di sungai ini juga?!"

"Ya enggak, rumah ini kan ada toilet,"

"Oh..."

"Ini... Selagi masih anget, ikan yang baru di tangkap terasa lebih segar dan manis loh, istriku."

Sooya mendudukkan dirinya di sebuah batu dekat Leesa, "Thanks, aku juga pengen nyicip ubi nya. Btw kamu nyolong dimana ini ubi?"

"Itu... Ini tanaman kakek yang harusnya beliau panen, eh si kakek malah pergi duluan sebelum panen," Leesa menunjuk ke samping rumah, ada kebun ubi dan beberapa sayuran disana yang kakeknya tanam.

"Mau kentang juga? Jagung juga ada?"

"Gak ah... ini udah banyak,"

Keduanya menikmati sarapan sederhana itu sambil mengobrol panjang lebar.

"Berasa kemah banget,"

Leesa tersenyum melihat cara makan Sooya yang agak belepotan, "Kita bisa kesini kapan saja kalau istriku ini pengen,"

"Boleh juga, btw geli kali ngab... Kita dari tadi manggilnya 'suamiku istriku' romantis amat,"

Leesa juga tertawa kecil mendengarnya, "Ini mengejutkan, ku pikir kita akan gelud setiap jam mengingat pernikahan kita ini perjodohan. Tapi nyatanya sejauh ini meskipun sering adu bacot, kita masih ada juga momen uwu yang terselip,"

"Aku nya juga males ribet sih... Mau gelud ayok... mau uwu juga ayok, yang penting kamu gak banyak mengekang,"

Leesa mengangguk dengan sebuah senyuman, "Tentu saja, orang suami kamu setampan aku, coba kalau aku jelek, kau mana mau ku ajak uwu?"

The Young Marriage (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang