M

1K 156 13
                                    























































"Apa? Sooya hamil, bun?" Kaget Leesa yang baru turun setelah mengganti pakaian nya dengan yang lebih casual.

Aybun saling pandang dan nampak saling mengkode untuk menjawab pertanyaan anak mereka satu-satunya itu.

"Bunda, Ayah? Jadi benar?" Tanya Leesa sekali lagi.

Ayah nampak menghela nafasnya lalu tersenyum tipis ke Leesa, "Jangan bilang-bilang ke istrimu ya, Leesa, benar Sooya memang hamil, tapi dia meminta kami untuk merahasiakannya dari kamu setidaknya sampai selesai ujian agar kamu tidak khawatir,"

"Ternyata benar, tapi kenapa, Yah?"

"Ya kamu kan juga sadar dirilah, kalau soal Sooya, jiwa bucin kamu gak bisa di tawar lagi. Apalagi kalau sampai kamu tau dia hamil, kami cukup yakin kamu akan lebih protektif dan posesif banget sama dia. Entahlah mungkin kamu bakal larang Sooya buat begini dan begitu, ini saja usia janin Sooya baru mau delapan minggu kamu udah ngidam saja. Biasanya kalau pasangan jika istrinya hamil dan malah suaminya yang ngidam, bisa di tebak seberapa protektif nya suami itu ke istrinya," jawab bunda karena Leesa yang udah request minta bakso aja, padahal selama ini bakso adalah makanan yang paling Leesa benci sejak kecil, karena bulat-bulat kayak telur nya sendiri.

"Tapi kan Yah... Ini berita penting untukku sebagai suami, nanti kalau Sooya kenapa-kenapa bagaimana? Entah di sekolah atau diluar, bahaya kan tidak tau tempat, Sedangkan aku sebagai suami sama sekali tak tau apa-apa,"

"Tuh kan, belum apa-apa kamu sudah langsung seposesif itu, inilah yang Sooya tak mau Leesa, dia tak mau kamu nanti terlalu membatasi apapun yang ia lakukan, karena tau dia sedang hamil,"

Leesa nampak tetap tidak terima dengan alasan itu, wajarlah dia khawatir jika istrinya hamil dan ia harus lebih protektif, karena memang yang ia jaga tak hanya Sooya tapi juga calon anaknya.

Leesa mengambil semangkok bakso bakar di atas meja yang sudah bunda siapkan lalu hendak kembali ke kamarnya.

"Leesa,"

Leesa kembali menoleh ke sang bunda.

"Jangan bilang ke istrimu kalau kami yang beritahu soal kehamilannya loh, ya?"

Leesa tidak menjawab dan melanjutkan langkahnya, aybun saling pandang.

"Benar kata temanku yang anaknya sudah menikah, katanya kalau kita sebagai orang tua terlalu ikut campur urusan rumah tangga anak, itu bakal ngaruh juga untuk hubungan mereka sebagai suami istri," ujar bunda.

"Sudahlah, aku yakin Leesa tidak semarah itu, dia hanya kesal karena kita menyembunyikan hal yang sebesar itu padanya, tapi bukan berarti ini akan membawa dampak pertengkaran yang serius " ayah nampak menenangkan istrinya.

.
.
.

Leesa kini sudah berada di kamar, ia mendekat ke Sooya yang masih terlelap di atas ranjang dengan seragam sekolahnya yang belum sempat ia ganti. Leesa duduk di pinggir ranjang itu sembari memandangi wajah cantik nan polos istrinya yang terlihat menggemaskan saat tidur begini. Ia lihat ke perut Sooya yang masih rata, ada rasa senang karena ia akan menjadi ayah sebentar lagi, tapi juga rasa agak kesal karena Sooya merahasiakan hal sebesar ini padanya.

Leesa mengelus pelan perut Sooya, ia tersenyum tipis menyadari ada benihnya yang tumbuh disana.

"Kamu kenapa?"

Leesa terkaget dan langsung mengganti posisi tangannya, "Apa aku bangunin kamu, beb?"

"Enggak, aku kebangun karena kebelet pipis," Sooya bangun terduduk sembari mengucek-ucek matanya.

The Young Marriage (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang