V

757 132 2
                                    
















































Tangis Sooya semakin menjadi, ia taruh tangan sang mama ke pelukannya dan menangis sesenggukan. Semuanya nampak terdiam dengan kesedihan, Leesa juga menjatuhkan air matanya dan hanya berdiri mematung tak bisa berkomentar apapun lagi.

.
.
.

Waktu menunjukkan pukul dua dini hari, Sooya sedang melakukan operasi sesar dan di tunggu oleh seluruh anggota keluarga termasuk suaminya. Kini Leesa tengah berbicara dengan kedua orang tuanya di ruang kerja sang ayah.

"Ada apa denganmu, Leesa? Sudah beberapa kali ayah peringatkan untuk mengutamakan istrimu di bandingkan apapun," ujar ayah dengan wajah marahnya ke anak tunggalnya itu.

Leesa hanya diam menunduk, sedangkan bunda mengelus-elus pundak suaminya agar lebih tenang.

"... Sekarang bagaimana coba? Dia sudah mengandung lima bulan, Leesa, calon anakmu akan lahir ke dunia ini kurang lebih empat bulan lagi, dan kamu merusak semuanya hanya dalam sehari, karena asik bermain sendiri!" Ayah melihat kesal ke Leesa.

".... Belum lagi, Sooya, kamu tidak pikirkan perasaan dia! Dia pasti sangat kecewa sekarang, kami juga jadi tak enak dengan kedua mertuamu, bagaimanapun Sooya adalah tanggung jawabmu sebagai anak kami! Dan kamu merusak kepercayaan mereka pada kita!"

"Sudah, sayang... Tenangkan dirimu," ucap Bunda membawa suaminya untuk kembali duduk.

Leesa hanya bisa diam sembari menangis tak bisa mengelak lagi.

"... Sekarang ayah tidak bisa membimbing mu lagi! Ayah tak bisa membelamu lagi jika sampai Sooya dan kedua orang tuanya menyalahkan mu karena memang dasarnya kamu yang bersalah! Terserah mau bagaimana keputusan yang kamu ambil! Ayah hanya akan menuruti kemauan mereka, dan tidak akan pernah memihak padamu sekalipun kamu adalah anak ayah sendiri!"

***

Keesokan Harinya.....

Leesa terbangun, dia tertidur di musholla rumah sakit semalaman. Ia langsung ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan langsung keluar menuju kamar istrinya yang kemungkinan sudah selesai operasi.

Leesa sudah di depan pintu kamar istrinya, ia nampak ragu untuk masuk. Hendak membuka, tapi ia dapati Sean yang baru keluar kamar kakaknya itu, keduanya saling pandang dengan diam, Sean menutup pintu kamar dan menarik tangan Leesa untuk berbicara diluar.

.
.
.

"Bagaimana keadaannya, Sean?" Tanya Leesa, kini mereka tengah berada di taman.

"Kak Chu tak ingin bertemu denganmu dulu, dia berpesan jangan membiarkan kamu masuk ke kamarnya. Karena itu hanya akan membuat nya Ingat akan calon anaknya yang sudah pergi." jawab Sean.

Leesa menunduk menahan air matanya yang sudah menggumpal, ia gigit kuat bibirnya karena rasa bersalahnya.

"Kak Chu sudah bisa pulang nanti sore setelah pemeriksaan terakhir, temui lagi jika keadaan sudah lebih tenang," ujar Sean mulai bangkit dari duduknya dan berjalan pergi.

Leesa juga ikut berdiri dan melihat ke jendela kamar dimana istrinya berada, ia sangat merindukan istrinya itu, semalam bertemu dan saling tatap, tapi Leesa bahkan tak berani membuka mulutnya untuk mengutarakan rasa khawatir dan rindunya yang melebur menjadi satu karena keadaan semalam dimana rasa sedih dan sakit hati menyertai di tengah-tengah keluarga mereka.

Leesa berjalan ke arah parkiran motornya, ada Icang yang nampak tengah menikmati segelas kopi dan sebatang rokok tak jauh darinya berada.

Keduanya saling pandang dengan diam, wajah keduanya juga masih biru memar karena pertengkaran mereka kemarin.

The Young Marriage (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang