"Aku hanya belum siap menjadi orang tua, aku belum siap jadi ibu-ibu." ucap Sooya agak takut dan pelan sekali, ia tak mau menyakiti perasaan suaminya.
"Kenapa begitu?"
"Ya tidak apa-apa, aku masih ingin main dan nongkrong sana-sini seperti teman yang lain,"
Leesa nampak terdiam menunduk, ia paham tak boleh egois, tapi itu bukan alasan bagi Sooya harus menyembunyikan soal kehamilannya.
"Tapi kan tidak harus menyembunyikan soal kehamilan segala? Janin di perut kamu itu tanggung jawab kita bersama, Sooya."
"Iya aku mengerti, maafkan aku." Sooya menunduk melihat ke perutnya.
Leesa mengangkat dagu istrinya, "Lagipula sekarang semuanya sudah terlanjur, kamu sudah hamil dan kita siap tak siap harus mulai belajar untuk menjadi orang tua bagi calon anak kita nanti. Jangan pernah menyembunyikan hal sebesar ini lagi dariku Sooya, ingatlah aku ini suamimu."
Sooya mengangguk pelan masih tak berani melihat ke suaminya, Leesa membawa Sooya ke pelukannya, "Aku sangat bahagia karena ternyata kamu sudah mengandung anak kita, mungkin benar ini masih terlalu awal, kamu juga masih takut dan belum siap. Tapi aku... Aku akan tetap bahagia dan bertanggung jawab penuh atas semuanya, sebagaimana sumpah pernikahan kita." jelas Leesa yang di angguki Sooya dalam pelukannya.
"Terimakasih untuk semuanya, Leesa, aku benar-benar kekanakan dan bodoh sekali, aku jadi merasa seperti istri yang jahat sekarang karena tak kunjung memahami niat baik kamu,"
"Kamu gak jahat kok sayang... Hanya belum siap, dan sikap labil itu memang masih sering pulang pergi di diri kita yang memang masih remaja, jadi it's oke, kita akan hadapi bersama,"
Sooya mengangguk lagi, Leesa melepaskan pelukannya dan menangkup wajah istrinya, "Janji jangan menutupi hal apapun dariku?"
"Aku janji." jawab Sooya dengan yakin.
"Makasih, sayang, ya sudah... Jadi kamu beneran belum pengen jadi ibu-ibu?" Tanya Leesa lagi.
"Jujur sih... iya." jawab Sooya.
"Ya sudah tidak apa-apa, setidaknya kamu bertahan dulu hingga tujuh bulan ke depan sampai melahirkan, setelah lahiran, aku janji tak akan mengekang. Kamu tetap bisa main dengan teman-teman yang lain dan kita saling bagi waktu untuk jaga anak kita nanti, lagipula ada aybun, mama papa kamu juga yang pastinya selalu siaga kalau mau jagain cucu mereka. Yang penting sekarang, kamu jangan banyak ngeluh dan jaga kesehatan, Ingat ada seseorang juga yang sedang tumbuh di perut kamu sekarang, beb..."
Sooya kembali melihat ke perutnya, ia tidak membenci janin itu, dia sangat tidak keberatan memiliki anak itu bersama Leesa, dia hanya belum siap menjadi orang tua, itu saja.
"Jangan pernah tinggalkan aku sendiri, karena kehamilan ini jujur saja aku selalu merasa butuh kamu lebih dari sebelumnya," ujar manja Sooya, Leesa mengangguk dengan senyuman hangatnya.
"Kamu akan selalu dalam pengawasan ku dua puluh empat jam full, beb..."
***
Hari-hari berlalu, sesuai kesepakatan awal, Leesa berjanji untuk tak terlalu mengekang istrinya meskipun tengah hamil muda.
Seperti hari ini, ujian sekolah hari terakhir telah selesai, Leesa nampak baru datang ke sekolah untuk menjemput istrinya seperti biasa. Karena kelas dua belas ujian, kelas sepuluh dan sebelas memang di liburkan dan Leesa hanya ke sekolah untuk menjemput istrinya. Sampai saat ini, belum ada yang tau Sooya hamil selain dirinya dan keluarga.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Young Marriage (End)
FanfictionBagaimana kisah antara Leesa dan Sooya yang terpaksa menikah muda demi wasiat?