Sembilan - Jaketnya

305 79 0
                                    

Aku tidak pernah bisa mengerti suasana hatimu.
Tapi mau serumit rumus fisika sekalipun, akan selalu coba aku pahami.

-Valerie-

"Aduhh kesiangan gue.. Bang Kelvin kenapa nggaj bangunin gue sih." Gerutu Valerie sambil berlari menuju kelasnya.

Valerie berlari dengan rambut acak-acakan, tidak sempat mandi apalagi sekadar memakai minyak wangi, tapi dia sempat sarapan.

"Hosh hosh un..tung.. be...lum te..lat.." Nafas Valerie tersengal, dia sudah berdiri di depan pintu kelasnya.

"Akhirnya dateng juga kamu."

Valerie tersenyum kecut tidak berani memutar tubuhnya. Dia sudah tau siapa yang memanggil namanya tanpa harus menoleh.

"Valerie Anastasya...."

Valerie lalu membalikkan badannya sambil terkekeh memasang wajah tak berdosa.

"Bapak manggil saya?" Valerie bertanya yang sukses membuat wajah Dodit semakin tertekuk.

"Saya mangggil tukang bubur."

"Tukang buburnya naik haji nggak, Pak?"

Dodit mendelik galak.

Valerie tersenyum simpul. "Saya belum telat kan, Pak?"

"Kamu belum telat. Tapi sangat telat."

Valerie melirik jam di dinding kelas. "Ko gitu, Pak? Ini kan baru jam--"

"Jam berapa? Kamu telat 15 menit, lari lapangan sebanyak 15 kali baru boleh masuk ke jam pelajaran saya."

.
.

"Luas juga ternyata lapangan. Perasaan daritadi lari kok nggak nyampe-nyampe. Perasaan biasanya juga nggak selebar ini."

Susah ya perempuan, apa-apa disangkutpautkan dengan perasaan. Ini begini, perasaan nggak begini. Ini begitu, perasaan nggak begitu.

"Lo kuat Val! Kalo lari lapangan aja nggak bisa, gimana mau ngejar Danis!" Valerie menyemangati dirinya sendiri.

Valerie kembali berlari dengan semangat dan diputaran ke enam, dia mulai memperlambat larinya lagi karena lelah.

"Emang enak, telat.. Makannya kalo tidur jangan kebo." Seru Kelvin dari pinggir lapangan.

"Nggak usah sok kenal ya, Bang!"

Kelvin menjulurkan lidahnya kearah Valerie, lalu menghilang setelah menghabiskan cemilan kacang telurnya.

Beberapa menit kemudian..

Valerie duduk di pinggir lapangan, nafasnya tersengal, rambut dan bajunya basah.

Bel istirahat berbunyi. Tetapi Valerie masih lelah untuk bangun dan pindah ke kelasnya. Dia sampai tidak sadar sudah menjadi perhatian murid-murid yang melewati koridor di sekitar lapangan.

Terutama murid laki-laki. Lihat saja, seragam OSIS Valerie basah karena keringat dan membuat bajunya transparan.

"Kenapa pada ngeliatin gue?" Gumam Valerie heran.

Tiba-tiba saja, tubuh belakang Valerie ditutupi oleh sebuah jaket besar. Valerie menoleh kebelakang, tapi tidak ada siapa-siapa di belakangnya.

Valerie kembali menoleh kedepan dan terkejut ada sosok Danis dihadapannya.

"Danis lo apaan si?! Kaget tau!" Valerie berseru sambil mengelus dadanya.

"Gue kenapa?" Tanya Danis datar.

"Gue nanya kenapa malah balik nanya?" Valerie mengerucutkan bibirnya.

Danis hanya diam menatap Valerie tanpa tersenyum..

"Ini jaket lo nanti basah terus bau, soalnya gue keringetan abis lari." Valerie hendak melepas jaket tersebut, tapi pergerakannya ditahan oleh Danis.

"Lo ga sadar baju lo yang tembus pandang itu buat tontonan?"

Valerie melihat tubuhnya, seketika pipinya memanas karena malu. Dia pun menarik resleting jaket tersebut hingga menenggelamkan leher hingga mulutnya.

"Baru sadar?" Tanya Danis.

Valerie hanya mengangguk malu, sekarang dia tau kenapa daritadi semuanya memperhatikan dirinya.

"Berarti daritadi pingsan?"

Valerie menggelengkan kepalanya. "Nggak, kalo pingsan nggak bakal ada yang gendong. Paling nanti gue sadar sendiri."

"Bagus ya, mandiri." Danis tersenyum kecil.

Valerie mengangguk dengan lubang hidung membesar. Itu tandanya Valerie senang dipuji jadi sedikit menyombong.

"Bentar lagi istirahat selesai, mending lo balik kelas daripada telat lagi, ntar disuruh lari lagi.".

"Wah 15 kata."  Valerie bergumam melihat jemarinya.

"Ha? Apanya 15?"

Valerie buru-buru tersenyum. "Bukan apa-apa kok."

"Nih buat ganti yang kemaren." Danis memberikan roti dan sekotak susu strawberry sambil memalingkan wajahnya dari Valerie.

"Thanks."

Valerie benar-benar senang. Sebelumnya bahkan dia tidak pernah membayangkan bisa berbicara santai dengan Danis. Bagi Valerie, memandangnya dari jauh sudah lebih dari cukup.

Danis bangun dari duduknya. Sebelum pergi meninggalkan Valerie, dia membisikkan sesuatu di telinga Valerie.

"Gue nggak suka strawberry."

Tatapan Valerie mengikuti arah ke mana Danis akan pergi. Ada sesuatu yang aneh yang mengganjal pikiran Valerie.

"Waktu itu ngapain abisin es krim strawberry punya gue?"

🍃🍃🍃






Sweet Smile,  

Ayasaurus 🧚🏻‍♀️

Alur Terbaik [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang