Epilog

650 59 8
                                    

Semua yang berawal indah pasti berakhir dengan indah juga. Keindahan dan kebahagiaan itu tergantung bagaimana manusia tersebut melihat sudut pandang dan memposisikan dirinya.

Sesekali tersandung batu, dua kali bahkan lebih hampir menyerah, berjuang untuk bangkit dari keadaan terpuruk, tapi akhirnya sampai ke titik di mana semuanya kembali terlihat terang.

Bertahun-tahun waktu berlalu dengan sangat menyakitkan. Jutaan tetes air mata, suara tangis yang selalu menggema ruangan, itu semua sudah terkikis oleh yang namanya waktu.

Akhirnya 9 tahun bisa sampai di titik ini. 9 tahun dan akhirnya bisa menata hati sebaik mungkin. Merelakan yang pergi dan mengizinkan yang datang untuk mengisi.

"Jangan kau sakiti si Merah! Dia jahat tapi dia tetap temanku!"

"Hahahaha. Untuk apa berteman dengan si Merah?? Orang jahat tidak perlu ditemani!"

"Sekarang kita lihat kan, siapa yang sebenarnya jahat di antara kita semua?"

Laki-laki itu mengakhiri cerita yang dibuatnya sendiri, berbagai mainan dia gerakkan dengan suara yang dibuat berbeda-beda.

Rambutnya yang berwarna hijau tosca dan putih berkibar lembut di sentuh angin-angin yang menjadi penonton setiap harinya.

"Aku makin jago nih cerita sama kamu. Aku sekarang udah bawel banget kan? Kamu pasti bosen tiap hari dengerin aku baca dongeng."

Bunga berwarna merah mengisi penuh gundukan tanah yang kini sudah berkeramik tinggi. Terukir indah namanya dia yang pernah mengisi hati, dia juga yang menghancurkan relung hati.

"Udah delapan tahun ya."

"Kamu apa kabar?"

Angin bertiup memainkan anak rambut dengan lembut. Suara kicau burung berbunyi ramai.

"Gimana di sana? Nyaman? Aku selalu berdoa kamu mendapatkan tempat yang terbaik."

Kacamata hitamnya dilepas, dia melihat namanya yang selalu memiliki tempat di hatinya dengan jelas.

"Valerie.."

"Maaf ya, kalo aku masih suka nangis setiap inget kamu sampai sekarang."

"Maaf aku nggak bisa benar-benar mengikis kamu di dalam hati aku."

Danis menyeka ujung matanya. "Tapi yang kita tau pasti, masa depan harus terus berjalan."

"Hari ini aku bawain boneka dinosaurus yang waktu itu aku beliin." Danis tersenyum merapikan boneka-boneka itu di dekat makam Valerie.

"Aku kasih plastik bening biar tambah cantik, kayak kamu.."

"Valerie.. Kamu ngerasa sakit terakhir kali karena aku."

"Kamu dengar setiap hari aku ke sini buat minta maaf sama kamu selama delapan tahun ini tanpa absen satu hari pun?"

Danis menarik napasnya, kali ini dia harus kuat.

"Maaf kalo itu buat kamu terganggu."

"Aku ada salam dari teman-teman kamu. Aku bacain ya." Danis tersenyum membuka kertas yang tadi disimpan di sakunya.

Danis mengambil surat pertama. "Surat pertama ini dari Thalia."

"Valerie!! Gue kangen banget sama lo! Lo kangen nggak sama gue? Pasti kangen kan? Nggak mungkin lo sehari aja nggak kangen. Setiap lo laper kan selalu gue yang ditelepon buat masak ke rumah lo."

"Valerie sumpah gue mau bohong, gue nangis leher nulis surat ini, kalo nggak percaya tanya aja Danis, suratnya banyak bekas airnya."

Danis mengangguk. "Iya banyak banget, Val. Nangis seember dia kayaknya."

"Valerie gue mau kasih kabar bahagia. Bentar lagi gue jadi ibu. Ya ampun ini melendung banget perutnya, gue pengin banget lo liat."

"Valerie.. lo harus tau, gue selalu sayang sama lo. Gue harap kita bisa ketemu lagi suatu saat di sana. Dan gue harap lo masih inget gue. I love you, Valerie.."

Danis menengadahkan kepalanya ke atas, menahan air matanya tida merembes turun.

"Ini ada surat dari Alzico. Aku bacain lagi ya." Danis menatap nisan Valerie sambil menampilkan senyum terbaik.

"Valerie, main yuk!!"

"Eh jangan deh, nanti encok hehe. Maaf ya gue titip ucapannya lewat Danis. Gue lagi di luar negeri, nanti gue bawain oleh-oleh kok janji deh, atau lo mau cokelat green tea sekardus? sekarang udah gampang loh carinya. Nggak kayak waktu kita masih SMA, susah banget nyari 4 batang aja ckckck."

"Valerie gue punya satu penasaran yang bener-bener bikin gue terus kepikiran sampe sekarang, kalo lo denger ini, lo bisa deh mampir ke mimpi gue buat jawabnya."

"Gue rada males sih sebenernya minta tolong si Danis ini yang bacain , tapi ya udah deh nggapapa."

Danis mengumpat untuk Zico di dalam hatinya.

"Lo pernah sadar nggak, Val? Selama kita temenan dari kecil, gue suka sama lo. Suka banget malah. Tapi gue cuma pendukung di hati lo."

"Gue cuma pengin tau, lo tau nggak perasaan gue selama itu?"

"Nggapapa apa pun jawabannya lo tetep cinta pertama gue, Valerie. Walaupun gue harus relain kebahagiaan lo sama si Danis ini."

"Besok pas gue pulang, gue langsung ke tempat lo ya, Val. Kita ngobrol lebih banyak. Big hug, Valerie."

Danis mengakhiri surat dari Zico.

"Aku tau loh, Valerie. Tau tentang perasaan Zico dari awal aku kenal kamu. Makannya aku suka cemburu liat kamu sama dia."

Seperti biasa, Danis selalu betah menghabiskan waktu berceloteh bersama Valerie di pemakaman itu. Danis akan mendongeng sambil membawa banyak objek dan lain-lain. Menghabiskan 2-3 jam setiap harinya untuk bersama Valerie.

"Kamu suka rambut aku? Yang kemarin catnya pudar, jadi warna hijaunya aku ganti lagi tadi sebelum ke sini."

"Kamu suka banget warna hijau, sekarang rambut aku selalu pake warna kesukaan kamu, hehehe. Tetep ganteng kan? Iya dong, Danis gitu."

Tawa Danis menghilang, matanya kembali berkaca-kaca. "Valerie, sayangnya Danis.."

"Kayaknya ini hari terakhir aku buat ceritain kamu dongeng setiap harinya, hari terakhir aku cerita banyak hal ke kamu."

"Aku harus menikah, Valerie. Maaf.. maaf.." Danis menangis tersedu-sedu disaksikan mainan-mainannya.

"Valerie, aku udah bilang tadi kalo kamu masih mengisi banyak ruang di hatiku. Aku nggak berniat buat hilangin kamu dari sini." Danis menunjuk hatinya.

"Valerie maaf aku nangis lagi. Aku jadi cengeng banget ya sekarang." Danis terkekeh mengelap cairan di mata dan hidungnya.

"Aku akan datang beberapa hari atau beberapa minggu sekali buat liat kamu."

"Valerie terima kasih banyak ya untuk semuanya.."

"Aku sayang kamu.."


.
.
.
.

SELESAI

Alur Terbaik [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang