Di bawah sinar bulan yang menerangi gelapnya malam di Desa Padasuka, Rafi dan Mira resmi melepas Altha. Rasa berat hati dirasakan oleh Mira karena sebenarnya sebenarnya ia juga tidak rela jika anak semata wayangnya pergi jauh darinya. Namun, ia tidak ingin Altha semakin terjatuh dalam kegelapan dunia.
Rafi menepuk kedua bahu Altha sambil tersenyum hangat, sedangkan Altha hanya membalasnya dengan senyuman antusias. Bukan tidak sedih karena akan berpisah dengan kedua orang tuanya, tetapi saat ini rasa bahagia sangat mendominasi dirinya.
"Jaga diri mu baik-baik, Nak," pesan Rafi.
"Jangan nakal, ikuti aturan," tambah Mira.
Altha mengangguk antusias. Awalnya Rafi dan Mira sangat heran dengan Altha yang tiba-tiba setuju bahkan ingin tinggal di Pesantren selamanya. Namun, mereka tidak ingin ambil pusing, karena dengan begitu Rafi tidak perlu mengeluarkan tenaga untuk memarahi Altha.
"Kalian juga," ucap Altha.
Rafi mengangguk, "Kamu jangan khawatirkan kami, karena kami akan bisa menjaga diri kami dengan baik."
"Maksud Altha, kalian juga jagain Konda dengan baik. Kalo dia rindu Altha, kasih pengertian dan bilangin kalo Papinya sedang berjuang untuk mendapatkan kembali Mami dia yang sempat hilang."
Anak laknat! Bolehkah orang tua mengumpati anaknya?
=====
Sepuluh menit setelah kepergian orang tuanya, Altha menunggu orang yang disuruh Pak Kyai untuk mengantar ke kamarnya. Dari tadi matanya tidak berhenti mencari keberadaan Anya.
Mengingat kejadian tadi, Altha semakin gemas dengan Anya. Apalagi sekarang Anya sudah berjilbab, aura kecantikkannya semakin terpancar di matanya. Ah, Anya selalu sempurna di mata Altha.
"Nak, Altha." Suara Pak Kyai membuyarkan lamunan Altha. Ia segera berdiri dan menyalami tangan Pak Kyai. Kali ini ia lebih sopan dibanding sebelumnya. Takut jika ia tidak bersikap baik, Pak Kyai akan mengirimnya pulang. Jika sudah pulang, bagaimana ia akan bertemu lagi dengan Anya?
"Nak, Altha, perkenalkan ini Ustadz Hanif, di sini dia mengajar Tafsir Al-Qur'an dan Tarikh Islam," ucap Pak Kyai mengenalkan seorang lelaki yang mengenakan koko berwarna biru tua.
Altha mengangguk dan mengulurkan tangannya untuk memperkenalkan diri. Ustadz Hanif pun membalas uluran tangan Altha dengan hangat.
"Nah, kalo yang itu namanya Arif, dia salah satu teman sekamar kamu," lanjut Pak Kyai.
Lelaki dengan koko abu itu mengulurkan tangannya dan memperkenalkan dirinya. Altha pun membalasnya dengan senyuman antusias. Entah mengapa malam ini ia sangat bersemangat.
"Karena waktu sudah malam, silakan kalian istirahat," suruh Pak Kyai, "Arif, sebagai santri terbaik di sini, saya berharap kamu bisa mengajak dan selalu menyemangati Altha. Bantu dia untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan barunya," pesan Pak Kyai.
Arif mengangguk lalu menyalami tangan Pak Kyai. Begitu pun dengan Altha, ia mengikuti Arif yang sudah berjalan duluan sambil membantunya membawa koper. Sedangkan Ustadz Hanif, ia ada urusan penting dengan Pak Kyai.
=====
Altha segera menyusul Arif yang sudah berada beberapa langkah di depannya. Setelah langkahnya sejajar, Altha mengambil alih kopernya yang dibawa Arif.
"Biar gue aja," ujar Altha.
"Gapapa, biar saya aja atuh," balas Arif ramah. Tidak mau ambil pusing, Altha pun menyerahkan kembali kopernya pada Arif.
Sepanjang perjalanan menuju kamarnya, Altha tidak berhenti bertanya tentang pesantren yang kini sudah ditempatinya. Tanpa merasa keberatan, Arif pun menjawab pertanyaan Altha dengan antusias.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Mantan. Hijrah, Yuk!
Teen FictionSetiap orang pasti memiliki masa lalu. Terang atau kelam, kita tidak bisa lari. Karena hari yang sekarang sedang kau jalani pun akan menjadi masa lalu di masa yang akan datang. Jika masa lalu mu terang, maka sekarang kau harus membuatnya lebih ter...