Algi refleks menjatuhkan buku milik Arif. Wajahnya terlihat pucat pasi kala Arif mulai berjalan menghampirinya. Apalagi saat Arif menarik kerah bajunya dan hendak memukulnya. Untung saja pergerakan Arif ditahan oleh Alfin.
"Algi hanya ingin membantu kamu, Rif, jangan salah paham dulu," lerai Alfin masih berusaha melepaskan cengkeraman Arif di kerah baju Algi.
Altha kembali mengingat kejadian beberapa waktu lalu saat dia dan kedua temannya menyelundup ke asrama putri. Waktu itu Algi mengatakan ingin memberikan surat untuk Firli. Alfin sendiri berpikir jika surat yang Algi kirimkan untuk Firli karena Algi memang suka. Ternyata yang dilakukan Algi karena ingin menyatukan keduanya.
"Maaf, kamu boleh pukul saya karena memang saya salah."
Arif kembali beristighfar. Perlahan cengkeramannya melonggar hingga akhirnya terlepas. Ia segera duduk di kasurnya guna meredakan amarah. Semuanya sudah terjadi dan emosi bukanlah salah satu solusi untuk membuat keadaan membaik.
"Apa yang kamu pikirkan saat melakukan itu, Gi?" tanya Arif dengan suara yang sedikit tenang.
"Saya tidak berniat apa pun selain membantu kamu agar bisa bersama dengan Firli. Kamu sudah banyak membantu saya, rasanya tidak adil jika saya tidak melakukan apa pun untuk kamu," jawab Algi dengan kesungguhan hatinya.
"Cara kamu salah, saya punya cara sendiri dalam mencintai."
"Sekarang saya akan temui Pak Kyai dan Ustadz Hanif untuk mengatakan yang sebenarnya. Saya tidak terima kamu diperlakukan seperti ini karena ulah saya."
"Tidak usah, besok aja." Arif menolaknya. Sekarang kondisinya masih belum memungkinkan.
"Saya beneran minta maaf, Rif."
"Sudah saya maafkan."
Mereka saling berjabat tangan. Algi memeluk Arif dan menepuk-nepuk bahunya sambil terus meminta maaf. Sedangkan Altha dengan jahil melepas peci yang mereka pakai termasuk peci miliknya.
"Empat botak siap keliling!"
¤¤¤¤¤
Di tengah keheningan malam, masih ada Anya yang terus bergelut dengan pikirannya. Selama ini ia selalu merasa bahwa dirinya adalah orang yang paling menderita. Ternyata masih ada Firli yang memiliki luka paling dalam di hatinya karena kisah masa lalu.
Merasa kehilangan kasih sayang Ratih tiga tahun sudah membuat dirinya terus menyalahkan takdir. Namun, Firli yang sudah belasan tahun ditinggal ibunya dan harus tinggal bersama ayahnya yang kejam selalu bisa bersabar dan menghadapi semuanya dengan lapang dada.
Firli tidak pernah satu detik pun menyalahkan takdir. Padahal sesekali Firli merasa lelah karena terus mencari cinta dan kasih sayang, tetapi dengan mudah ia bisa mengendalikan hatinya agar terus terpaut pada Allah.
Seperti kejadian tadi, setelah adzan Maghrib berkumandang Firli sudah siap bergegas ke Masjid dengan semangat yang baru. Anya dapat melihat luka di mata gadis itu, tetapi Firli masih bisa tegar. Tidak seperti dirinya yang selalu mengeluh dan terus-menerus menyalahkan takdir. Anya sempat membenci takdirnya sendiri karena selalu merasa satu-satunya manusia yang menderita.
Itulah mengapa sabar dan syukur adalah dua sayap yang wajib dimiliki oleh setiap muslim. Bersabar atas kelelahan yang terasa dan bersyukur karena sampai detik ini Allah masih percaya bahwa kita memang mampu. Bersyukur karena kita masih diberi kekuatan untuk melewati ujian yang diberi Allah dan bersabar jika perjalanan hidup tidak berjalan sesuai dengan rencana. Yakinlah bahwa Allah sebaik-baik perancang rencana hidup.
"Teh Anya belum tidur?"
"Eh? Lo sejak kapan tiduran di samping gue?" Anya kaget bukan main mendapati Firli yang berada di sampingnya.
"Sejak mendengar Teh Anya terisak."
"Terisak?" Anya mengusap matanya yang sudah basah dengan air mata. Ternyata dari tadi ia sudah menangis.
"Teh Anya ada masalah?"
Anya menggeleng pelan. "Gue cuma salut sama ketegaran lo, Fir."
"Saya tetap lemah, Teh, tidak setegar yang dikira."
Anya tersenyum tipis mendengarnya. Ia jadi ingin tahu isi pikiran Firli. Jika isi hatinya, Anya sudah menduga bahwa yang ada di hati Firli isinya tidak jauh dari kesabaran.
"Fir, lo pernah benci takdir enggak?"
Firli menggeleng. "Kenapa harus benci? Bukankah itu sudah menjadi sebuah rencana yang Allah rancang?"
"Meskipun rencana lo tidak terlaksana?"
"Sebenarnya rencana yang harus dimiliki setiap manusia itu meraih rida Allah. Jika memang jalan hidup saya berjalan sesuai takdir-Nya, InSyaa Allah rencana saya untuk meraih rida-Nya akan terlaksana. Asalkan saya bisa menerima setiap hasil yang sudah Allah tetapkan atas usaha dan doa saya."
"Terima kasih atas motivasinya, Fir," ucap Anya terdengar lirih.
"Motivasi apa?"
"Motivasi untuk merubah jalan pikir gue."
¤¤¤¤¤
Di pagi hari setelah sarapan, Algi memberanikan diri untuk menemui Pak Kyai dengan ditemani ketiga temannya. Sebenarnya Arif sudah tidak ambil pusing dan mencegah Algi. Namun, Algi masih nekat. Ia ingin membersihkan nama baik Arif. Bagaimana pun juga Algi sangat tahu jika Arif ingin lulus predikat jayyid jidan. Sebuah gelar untuk santri yang selama khidmat di Pesantren tidak pernah melanggar aturan.
Baik Pak Kyai atau Ustadz Hanif segera meminta maaf setelah mendengar pengakuan Algi. Bahkan Ustadz Hanif sendiri sampai ingin berlutut karena telah salah menampar Arif. Namun, kelapangan hati Arif tidak akan membiarkan siapa pun berlutut untuknya.
"Saya memiliki rumah di belakang, kamu bisa menempatinya bersama Firli nanti." Pak Kyai berkata ramah.
"Maksudnya bersama Firli?"
"Saya akan meminta Hani untuk menyampaikan pinangan kamu pada Firli."
¤¤¤¤¤
#writingmarathon bersama redaksisalam_ped
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Mantan. Hijrah, Yuk!
Teen FictionSetiap orang pasti memiliki masa lalu. Terang atau kelam, kita tidak bisa lari. Karena hari yang sekarang sedang kau jalani pun akan menjadi masa lalu di masa yang akan datang. Jika masa lalu mu terang, maka sekarang kau harus membuatnya lebih ter...