Bab 15 - Janji Di Masa Lalu

3 0 0
                                    

~

"Duar!"

Eskrim cokelat Anya tumpah karena Altha yang mengagetkannya. Ia memukul keras dada Altha sampai menangis karena kesal. Altha yang tadi tertawa berusaha meraih tangan Anya yang masih memukul dadanya.

"Maaf, jangan nangis." Ibu jari Altha menghapus air mata Anya.

"Eskrimnya tumpah, Altha!" Anya mendorong tubuh Altha yang berusaha memeluknya.

"Iya, maaf," ucap Altha tulus. Tubuh Anya berhasil ia dekap, rambutnya ia usap dengan lembut.

"Ganti!" rengek Anya seperti anak kecil. Altha mengangguk dan mencium puncak kepala gadis yang masih berada dalam dekapannya.

"Mau berapa cup?"

"Sebanyaknya," jawab Anya. Altha tertawa gemas melihat Anya yang semakin mendusel dalam pelukannya.

"Karena lo udah nunggu gue latihan futsal sampai selesai, jadi gue bakalan gantiin sebanyaknya."

Anya mendongakkan kepalanya agar bisa menatap kesungguhan Altha. Tangannya masih melingkar di pinggang lelaki itu.

"Kalo enggak nunggu lo latihan futsal bakal gantiin juga?"

"Pasti."

"Kenapa?"

Dengan senyuman penuh arti, Altha menjawab, "Karena gue sayang sama lo, Anya Nesia Delaney."

Pipi chubby Anya mendadak berubah seperti tomat. Sangat tersipu dan mendadak gugup setiap kali Altha bersikap manis padanya.

"Gue juga sayang sama lo, Altha Adipati Aswad." Setelah mengatakan kalimat itu Anya kembali menyembunyikan wajahnya di dada bidang Altha. Kebiasaannya ketika malu selalu saja mengigit bibir, membuat gigi gingsulnya semakin terlihat.

"Sampai kapan sayangnya?" tanya Altha.

Anya kembali mendongak, meski masih malu ia tetap ingin menatap Altha.

"Selamanya!"

"Kalo nanti ada orang lain yang ngajak lo nikah sebelum gue gimana?"

"Kita masih sekolah, Altha."

"Kan, gue bilangnya nanti."

Anya menggeleng. Rasanya tidak ingin berpisah dengan Altha. Perlahan Anya memberanikan diri untuk membelai rahang tegas Altha.

"Gue akan tolak dan nunggu sampai lo ngajak gue nikah," ucap Anya sungguh.

"Janji?" Altha menunjukkan jari kelingkingnya. Dengan sangat antusias Anya menautkan jari kelingkingnya di jari Altha.

"Janji!"

~

"Argh!"

Altha terus saja memukul dinding kamarnya tanpa henti. Tangannya sudah penuh dengan darah. Rasa perih di buku jarinya tidak sebanding dengan rasa perih di hatinya. Altha hancur! Benar-benar hancur.

Tiga tahun Altha mencari Anya. Namun, setelah satu minggu bertemu dengan Anya, bukan bahagia yang ia dapat. Ia sudah menutup hatinya agar tidak ada gadis lain yang masuk, tetapi Anya sebaliknya. Mengapa rasanya sesakit ini?

"Gue tahu lo masih sayang sama gue, Nya," lirih Altha. Sejak berbicara dengan Anya, matanya tidak berhenti menatap mata Anya. Ia ingin mencari kejujuran disana. Ia tahu, Anya berbohong. Dua tahun pacaran membuat Altha sangat hafal bagaimana kebiasaan Anya ketika berbohong.

Hai, Mantan. Hijrah, Yuk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang