" 'Amma yatasaa aluun. An, anin ... an, aan ...."
" 'Anin-naba il 'adliim!" teriak Algi membantu hafalan Altha. Sejak tadi bacaan Altha yang lancar hanya ayat satu. Algi sangat gemas dibuatnya. Pasalnya, ia juga tengah menghafalkan baabul maf'uul bih di kitab jurumiah. Sedangkan Alfin sedang menghafal ad-darsu saadis(u) dalam kitab 'Aqoid juz kedua. Rasanya kepala ketiga santri itu ingin meledak.
Altha mengacak rambutnya frustrasi. Al-Qur'an saku yang beberapa menit lalu ditutup kembali dibuka, membaca ulang ayat kedua dari surat An-Naba. Tiga menit dibaca, kembali ditutup dan dihafal. Namun, tetap saja ayat kedua itu seolah tidak ingin hinggap di kepalanya.
"Argh!" Altha melepas peci hitam dan melemparnya ke atas kasur. Pecah sudah kepalanya.
"Ternyata melupakan mantan tak serumit menghafal Al-Qur'an."
Alfin dan Algi berhenti menghafal, keduanya refleks menutup kitabnya dan menoleh ke arah Altha.
"Rindunya Dilan juga tak seberat menghafal Jurumiah," ujar Algi ikut dramatis.
"Memahami wanita pun tak serumit memahami ma'nal 'ilmi fii haqqillah." Alfin tidak ingin ketinggalan drama. Padahal materi itu cukup mendasar untuk santri seusianya. Namun, memang tidak ada yang mudah dalam mempelajari kitab-kitab seperti kitab kuning, 'Aqoid dan Jurumiah. Bahkan untuk mempelajari kitab Safinatun-najaa pun ada yang masih pusing tujuh keliling.
"Refreshing ke asrama putri aja, yu." Algi segera menyimpan kitab Jurumiah-nya dan mengambil secarik kertas yang siap ia sisipkan di jendela kamar salah satu santriwati.
"Hayu, mungkin dengan melihat Neng Safia hafalan 'Aqoid saya bisa lancar." Alfin berseru antusias. Kitabnya ia tinggal begitu saja di atas kasur.
"Kamu mau ikut enggak, Al?" tanya Algi. Dari tadi Altha masih memejamkan matanya dengan mulut yang tidak berhenti komat-kamit.
Awalnya Altha tidak menggubris, tetapi tiba-tiba wajah Anya muncul di tengah-tengah hafalannya. Alhasil ia mengakhiri aktivitas menghafalnya dan mengikuti dua sejoli itu yang sudah keluar kamar lebih dulu.
"Bismillah Anya!"
¤¤¤¤¤
Jam sepuluh malam, disaat para santri dan santriwati sedang istirahat ketiga santri berinisial 'Al' itu diam-diam menyelundup ke asrama putri. Alfin yang paling bersemangat memimpin di depan, Algi di tengah sedangkan Altha yang berstatus sebagai anak bawang berada di paling belakang.
Ketika Alfin dan Algi sudah berhenti, Altha masih ingin berjalan mencari kamar Anya. Algi segera mencegah, katanya anak bawang enggak boleh nakal atau nanti akan dikupas.
"Udah, Al, saya mau nyelipkeun surat jang Neng Firli." Algi mendesak Alfin yang masih mengintip di jendela kamar santriwati yang sedikit terbuka.
(Menyelipkan surat untuk Neng Firli)
"Kèla atuh, can ogè katempo."
(Tunggu sebentar, belum kelihatan)
Altha tidak memperdulikan perdebatan kecil antara Algi dan Alfin. Selain bahasanya yang tidak di mengerti, matanya juga tengah fokus mencari keberadaan Anya. Tujuannya mengikuti ajakan sesat mereka karena ingin bertemu Anya.
"Wa idzhaari sya'aa-irih 'ala thariqatu jam'iyati nahdlatul ulama."
(Shalawat Nahdliyah)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Mantan. Hijrah, Yuk!
Teen FictionSetiap orang pasti memiliki masa lalu. Terang atau kelam, kita tidak bisa lari. Karena hari yang sekarang sedang kau jalani pun akan menjadi masa lalu di masa yang akan datang. Jika masa lalu mu terang, maka sekarang kau harus membuatnya lebih ter...