Bagian 17

2 0 0
                                    

Setelah berdiam diri dirumah cukup lama, Rudy memutuskan untuk kembali ke rumah sakit. Ia tidak bisa berjauhan dengan Iris saat kondisi gadis itu sedang drop

Rudy berjalan santai di koridor rumah sakit menuju ruangan kekasihnya. Namun, saat dirinya sudah berada tidak jauh dari ruangan Iris. Hatinya bergemuruh hebat. Keluarga kekasihnya menunggu diluar ruangan, dengan Bunda Iris yang menangis dipelukan suaminya. Kenan yang berdiri depan pintu namun tampak gelisah, dan juga Kevan yang menatap kosong kedalam ruang rawat Iris.

Rudy mempercepat langkahnya. Sungguh ia semakin takut.

"Iris kenapa" tanya Rudy dengan nada khawatirnya

"Drop" satu kata dari Kenan membuat Rudy terpaku di tempatnya. Detak jantung tak karuan

Rudy mendekat ke arah pintu, lalu menatap kearah pintu. Ia tidak mampu mendeskripsikan perasaannya sekarang, dari raut wajah keluarga Iris saja ia tahu kekasihnya sedang tidak baik-baik

"Jangan buat aku takut, kamu udah  janji buat berjuang sama-sama" Gumam Rudy yang masih mampu didengar oleh Kenan dan Kevan yang kebetulan berdiri didekatnya

Kenan menepuk bahu sahabatnya
"Adek, gue itu kuat. Lo harus percaya itu" Kata Kenan

Setelah hampir 30 menit, Dokter yang menangani Iris keluar.

Semua keluarga Iris mendekat termasuk Rudy
"Iris belum sadar karena pengaruh obat bius. Ia sempat kejang-kejang dan muntah darah. Biarkan ia beristirahat. Secepatnya kita akan melakukan tindakan, jika tidak saya,,tidak yakin ia akan bertahan lebih lama. Kalau begitu saya permisi" Ujar Dokter Herman

"Terima kasih dok" Ujar Ayah Iris

Dokter itu menunduk Hormat pada Rudy yang hanya diam. Pasien yang sedang ia tangani adalah kekasih dari pemilik Rumah Sakit ini

Setelah Dokter itu pergi, mereka semua masuk untuk melihat kondisi gadis cantik itu.

Wajah Iris terlihat sangat pucat. Air mata Bunda kembali jatuh. Sedangkan keempat Pria kesayangan Iris hanya menatap dalam diam, menahan tangisan mereka.

"Anak Bunda..pasti sakit ya. Anak Bunda harus kuat ya, Bunda dan yang lain lagi usaha buat cari pendonor untuk Iris. Kuat ya sayang, Bunda sayang banget sama Iris. Nanti kalau Iris sembuh Bunda bakal ajarin masak lagi, buat kue lagi, kita berkebun lagi, belanja bareng lagi. Jangan sakit sayang, Bunda ikut sakit lihatnya" Ujar Bunda dengan suara yang terdengar serak karena menahan tangisan. Ia mengelus puncak kepala Putrinya.

"Kakak Sembuh ya, jangan buat adek takut kak" Kata Kevan disisi sebelah Iris

Pemuda itu sudah tidak kuat menahan tangisannya. Kenan memeluk adik lelakinya. Tangis Kevan pecah. Sungguh Iris adalah Kakak yang paling ia sayang dan ia jaga melebihi dirinya sendiri

Kenan memeluk Kevan sambil menatap langit-langit kamar rawat adiknya. Ia pun sama sakitnya seperti yang lain. Ia pun sama hancurnya. Tapi ia harus tetap tegar untuk yang lain.

Rudy menatap Iris dalam diam, sungguh hatinya seperti di remas. Sakit sekali rasanya.

Tanpa kata, ia berlalu dari situ, ia butuh menenangkan pikirannya.

Rudy berdiri di rooftop rumah sakit sambil menatap kejalanan yang masih tampak ramai. Dengan kedua tangan yang ia masukkan ke saku celana.
Ia menunggu Dokter Herman. Dokter yang menangani Iris

Pintu rooftop terbuka pelan, lalu terdengar suara langkah kaki yang mendekat kearahnya dan tak lama sebuah tanyan menyodorkan secangkir kopi panas

Rudy menatap Dokter Herman sekilas lalu menerima kopi dari pria paruh baya itu

"Terimakasih dok"

Dokter Herman tersenyum lalu keduanya kembali menatap jalanan yang sudah tampak renggang

"Iris gadis yang saya cintai selama bertahun-tahun. Saat itu saya bisa mengenalnya karena ia adik dari sahabat saya. Pertama kenal ia tampak biasa saja melihat saya tidak seperti kebanyakan wanita yang saya temui. Saya jatuh cinta padanya saat saya melihatnya pertama kali. Namun kalah itu ia memiliki kekasih" Ujar Rudy mulai bercerita tentang pertemuannya dengan Iris

Dokter Herman hanya diam, seolah siap mendengarkan semua cerita Rudy malam ini

"Selama delapan tahun mengenalnya sebagai adik sahabat saya, tidak ada satu pun alasannya untuk tidak mencintainya. Bahkan saya sadar untuk melirik saya pun, ia enggan. Ia terlalu menutup diri untuk pria lain selain mantan kekasihnya waktu itu. Setelah Kenan memberitahu saya bahwa Iris sakit, saya tidak bisa menahan diri lagi. Saya harus menjaganya dari jarak dekat tidak seperti pengecut yang memantaunya dari jauh. Semesta seolah berpihak pada saya. Iris menerima saya dengan baik bahkan keluarganya"

"Iris gadis yang baik" Cetus Dokter Herman

Rudy tersenyum lalu menganggukkan kepala

"Ya dokter benar. Iris terlalu baik untuk mendapat cobaan seberat ini. Saya mencintainya dok, sungguh saat melihatnya sakit saya juga merasakan hal yang sama. Rasanya mau mati dok, saat melihatnya terbaring di Rumah sakit dengan kondisi seperti ini"

Dokter Herman tersenyum dan menepuk pundak Rudy, menyalurkan kekuatan padanya

"Saya kenal Iris. Dia gadis yang kuat. Semua manusia tentunya memiliki penderitaan masing-masing dan ini yang menjadi takdir, Iris"

"Dok, boleh saya minta satu hal ?" Tanya Rudy

"Jika saya bisa kabulkan, akan saya kabulkan"

"Tapi sebelumnya saya mohon, ini hanya saya dan dokter yang tahu. Saya mohon jangan bilang pada siapapun, untuk kali ini saya mohon sama dokter"
Kata Rudy dengan nada memohon, membuat Dokter Herman menghela napasnya pelan lalu mengangguk kepalanya tanda setuju

"Baik, apa yang bisa saya bantu?"

"Jika kemungkinan terburuk terjadi pada Iris, saya siap menjadi penyembuhnya, ambil hati saya untuk donorkan pada, Iris. Saya mohon"

Dokter Herman terkejut dengan ucapan Rudy. Sungguh ia tidak berpikir Rudy akan melakukan hal ini. Dan jujur ia tidak akan mungkin melakukan hal itu

"Jangan gegabah Pak Rudy, kita bisa mencari pendonor yang lain. Saya tidak bisa melakukan itu"

"Saya mohon, saya tidak bisa melihat Iris seperti ini. Saya mau dia sembuh"

"Tapi tidak dengan mengorbankan nyawa Bapak sendiri. Kita masih punya jalan lain. Kita masih bisa membawah Iris berobat di luar Negeri, disana akan lebih mudah mendapatkan pendonor. Saya tidak bisa melakukan keinginan Bapak" Kata Dokter Herman tegas

Rudy meraup wajahnya. Ia tampak frustasi. Ia hanya ingin Iris sembuh, sekalipun ia harus mendonorkan organnya sendiri

Dokter Herman menepuk pundak Rudy lagi, berusaha menenangkan bos sekaligus orang yang sudah ia anggap anak sendiri

"Kita berjuang untuk, Iris. Iris akan sembuh. Jangan mengambil keputusan disaat pikiranmu sedang sempit seperti sekarang ini. Itu hanya akan membuat Iris sedih jika ia mengetahui faktanya. Pikirkan baik-baik, masih banyak jalan. Pikirkan kebahagiaan Iris" sambung Dokter Herman

"Saya turun dulu, sekali lagi pikirkan kebahagiaan, Iris. Kebahagiaan dibalik kehilangan justru semakin menyakitkan dan akan sangat sulit untuk sembuh"

Setelah mengatakan itu, Dokter Herman meninggalkan Rudy seorang diri. Rudy butuh menjernihkan pikirannya agar tidak gegabah mengambil keputusan.

Rudy menatap langit yang tampak mendukung.

"Semesta aja gak mendukung keputusan aku, Ris. Kalau semesta gak mau dukung keputusan aku, setidaknya jangan menghukum kamu terlalu lama" Kata Rudy pada dirinya sendiri, tak sadar air matanya menetes

Dibalik itu semua seseorang sedari tadi mendengarkan percakapan Rudy dan Dokter Herman. Ia pun merasa frustasi sama halnya dengan Rudy
Lalu ia pun beranjak pergi dari tempat persembunyiannya dengan perasaan yang tak karuan.

DERANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang