04. Because I Can

4.2K 832 29
                                    

Nik memperhatikan wajah pucat itu lama. Berapa kali pun memikirkannya, Nik tetap tidak menemukan jawaban memuaskan. Lenguhan Tanna berhasil menarik perhatian Nik. Perlahan, kelerang cokelat madu itu kembali bekerja, beberapa saat berkeliaran ke segala arah sebelum memusat pada Nik sepenuhnhya.

"Jenderal Lucretius," ujar Tanna lirih. Gadis itu berusaha bangkit, hanya untuk dibuat meringis kesakitan beberapa detik setelahnya.

"Jangan banyak bergerak. Luka Anda baru saya jahit."

"Saya bisa menjelaskan. Ini .. tidak seperti yang Anda kira. Saya—saya .." Nik bersedekap, menunggu kelanjutan ucapan Tanna, ingin mendengar karangan palsu itu lebih jauh lagi. Tanna terlihat frustasi, pada akhirnya mendengus keras-keras. "Anda terlalu pintar untuk saya tipu. Anda bisa membunuh saya sekarang juga karena siksaan apa pun tidak akan berhasil membuka mulut saya."

Nik tertawa kecil, mengundang kerutan tak suka di dahi Tanna. "Kalau siksaan dan kematian tidak membuat Anda takut, lalu apa, Nona?"

"Melihat kehancuran Vjërdam." Balasan tegas itu berhasil membungkam Nik seribu bahasa. "Penjajah kejam seperti Anda tidak akan tahu rasanya."

"Apa saya seburuk itu di mata Anda?"

"Anda ingin saya melihat Anda seperti apa? Pahlawan? Pangeran berkuda putih?" Tanna tertawa sinis. "Jangan konyol. Anda tidak lebih dari manusia serakah gila kekuasaan."

Nik menyeringai kecil, sama sekali tidak terlihat tersinggung. "Begini cara Anda berterima kasih? Saya terkesan, Nona."

"Untuk apa Anda menyelamatkan saya jika ujung-ujungnya akan menyerahkan saya kepada pihak pengadilan?" Tanna menyentuh luka di perut, lalu kedua mata indah itu melebar begitu suatu kesadaran menghantamnya. "Jangan bilang .. Anda telah melihat .." Wajah cantik Tanna memerah, entah karena amarah atau malu. "Brengsek!" Jika tidak sedang terluka, Nik berani jamin gadis itu sudah menerjang ke arahnya dan melakukan aksi pembunuhan.

"Kalau Anda menganggap membiarkan Anda mati akibat pendarahan adalah pilihan lebih baik, saya meminta maaf." Ya, Nik tahu, melepas pakaian seorang gadis yang tengah tidak sadarkan diri adalah tindakan luar biasa tercela, tapi ia tidak memiliki pilihan. Memanggil dokter akan terlalu berisiko. Dan tidak ada satu pun pelayan wanita di manor ini yang tahu cara menjahit luka. "Atau Anda lebih memilih seorang dokter asing melihat wajah Anda, Nona?"

Tanna tidak mampu memberi jawaban.

Nik bangkit dari sofa di ujung ruangan, beringsut mendekati kasur. Tanna sontak kembali bersikap defensif, menatap Nik seolah ia adalah serigala buas yang bisa menerjangnya sewaktu-waktu. "Saya tidak akan melakukan apa pun, Nona. Tidak membunuh Anda. Tidak melaporkan Anda pada pihak pengadilan. Tidak juga menyiksa Anda untuk membuka mulut."

"Kenapa?"

"Karena saya bisa."

Tanna memberinya sorot kebingungan. "Alasan Anda tidak masuk akal."

"Lalu apa? Anda lebih senang jika saya membunuh Anda detik ini juga?" Nik mengarahkan moncong pistolnya pada ujung rahang Tanna.

Posisinya saat ini sedikit membungkuk dengan satu tangan bertumpu pada pinggir kasur. Nik dapat menangkap sorot takut Tanna yang berhasil gadis itu tekan kuat-kuat.

"Silakan beristirahat, Nona. Siapa yang tahu jika besok saya berubah pikiran?" Nik tersenyum kecil, menarik diri menjauh. "Selamat malam." Itu katanya sebelum menutup pintu dan meninggalkan Tanna sendiri.

» ⌘ «

Pria terkutuk! Daripada membuat Tanna cemas dan terus bertanya-tanya, lebih baik jika orang itu bertindak sesuai porsinya.

On the Land of SorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang