12. To be Found

3.2K 788 116
                                    

"Kalau aku bertanya, apa kau akan memberi jawaban?" Setelah sekian lama mengunci mulut, Nik akhirnya membuka suara. Lengannya menyilang di depan dada, sementara sorotnya mengunci sang budak tajam. "Forget about it. Kau harus memberiku jawaban. Ini perintah."

"Karena kau telah membeliku?"

Jelas sekali gadis itu kelaparan setengah mati. Pipinya menirus dengan kantung mata terpampang jelas.

"Karena aku telah menyelamatkanmu."

Tanna menarik napas panjang, berhenti mengunyah. "Aku melarikan diri." Nik mengangkat alis, menuntut jawaban lebih. "Bajingan itu, Raphael Elias, menahanku atas kasus pembunuhan Yael Ombretta. Aku melarikan diri dan tertangkap oleh penjual budak. Kau tahu kelanjutannya."

Tanna jelas tidak menceritakan segalanya. Namun Nik tidak memaksa lebih jauh, membiarkan tikus itu menuntaskan rasa laparnya.

"Mereka menyakitimu?"

Untuk sesaat, Nik bisa melihat kilat di mata Tanna. Benci. Amarah. Nik berniat menyentuh bekas luka pada ujung pelipis gadis itu, tapi yang ia dapatkan malah reaksi refleks Tanna—menjauh dengan pandangan takut.

Sorot Nik menggelap saat ia disadarkan akan sesuatu. "What did they do to you?" Diamnya Tanna semakin memperkuat asumsinya. Nik mengepalkan telapak tangan di sisi tubuh, mendadak merasakan panas tak wajar menjalar di dadanya. "I will kill them, I swear."

"Bukan. Bukan mereka." Tanna menahan tangan Nik, membiarkan air mata yang selama dua minggu ini ditahan mati-matian mengalir deras di kedua pipi. "Raphael. Raphael Elias."

Rahang Nik mengetat kuat. Ia ingin sekali memeluk tubuh rapuh itu, mengurung Tanna dalam teritorinya sehingga tidak ada lagi kebejatan dunia yang dapat memberinya luka. "Aku pikir kau dapat dipercaya untuk menjaga diri baik-baik." Nik berujar demikian setelah menetralkan emosi. "Kau bilang kau bisa melindungi diri sendiri."

Tanna menunduk, terisak kuat. "I hate myself as well. Bersikap sok kuat, sok tidak takut apa pun, tapi nyatanya tidak bisa berkutik saat bajingan itu menyentuhku—"

"Ssttt." Nik membiarkan dirinya lepas kontrol, pada akhirnya menyerah pada naluri. Ia menarik gadis itu ke dalam rengkuhan hangatnya. "I will kill him. I promise you. Aku bersumpah akan membawa kepalanya ke hadapanmu."

Tanna menutup wajah dengan telapak tangan. "Sangat memalukan. Pasti aku terlihat konyol, kan?"

Nik tersenyum kecil, mengusap belakang kepala Tanna. "You're safe, Little Mice. Kau aman dalam teritoriku."

"Bantu aku pulang, Nik."

Gerakan Nik terhenti. Pelukan keduanya terurai. Tidak. Nik tidak ingin Tanna pergi. Ia tidak ingin gadis itu kembali ke medan perang. "Kita bahas ini nanti. Beristirahatlah lebih dulu." Punggung tangan Nik bersarang di dahi Tanna. "Kau demam."

"Butuh waktu dua minggu untuk kembali ke Vjërdam. Aku tidak bisa bersantai di sini sementara nyawa teman-temanku dalam bahaya."

"Kau sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja. Berhenti bersikap keras kepala, Little Mice." Nik berujar penuh penekanan. "Apa aku harus menggendongmu ke kamar?"

"Tidak perlu!" hardik Tanna cepat. "Aku masih memiliki kaki yang bekerja sempurna!"

Lagi, Nik tersenyum. "Kalau begitu, selamat malam. Kau tahu kau tidak bisa kabur, kan?"

On the Land of SorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang