02. Mission Impossible

6.1K 901 43
                                    

"Apa Anda mendengarkan, Jenderal?"

Nik mengalihkan mata dari saputangan yang sejak awal berada dalam genggaman. "Ya, tentu saja." Pria itu melipat lengan di depan dada, memberi sorot lurus ke arah Alexander Hozier, menteri luar negeri dari Rejjā.

Di kotornya dunia politik, selalu ada pion-pion pengganggu yang sulit dimonopoli. Alexander adalah contoh paling menjengkelkan. Menteri luar negeri dari Rejjā itu merupakan salah satu orang kepercayaan Raja Barrabas, menjadi sosok di balik layar bagi setiap keputusan yang diambil. Mereka memperebutkan hal yang sama; Vjërdam, negeri kecil nan lemah dengan banyak harta karun.

Mudah saja bagi Nik untuk menghabisi nyawa pria sombong itu, tapi harga yang harus dibayar akan mahal. Gencatan senjata antara dua negeri besar itu akan usai, menciptakan perang besar yang tidak akan menghasilkan apa pun—setidaknya untuk sekarang.

Dan karena itu, Nik sangat mensyukuri kehadiran sosok tidak diundang di kediamannya malam ini.

"Apa Anda sadar, Alexander," Nik mengusap bibirnya dengan serbet, "bahwa Anda adalah batu penghambat yang harus disingkirkan?"

"Pardon?"

Tepat setelah berkata demikian, seluruh alat penerangan dalam manor tersebut kehilangan cahayanya.

Dor!

Tubuh Alexander jatuh luruh ke lantai begitu timah panas menembus dahinya.

Peluru itu berasal dari belakangnya. Langkah yang cerdas. Jika ingin menciptakan skenario dimana Nik dan Alexander saling membunuh, tentu saja tidak bisa asal menembak peluru.

Nik meraih pisau dari atas meja, lewat pantulannya memeriksa situasi, lantas dengan gerakan kilat melempar benda runcing itu ke belakang. Dalam keremangan, penyusup itu kehilangan fokus saat berusaha menghindari mata pisau.

"I suppose I'm your next target?" Dalam satu jurus, Nik telah berada tepat di belakang manusia bertubuh kecil itu, berbisik pelan dengan satu lengan melingkar di leher si penyerang.

Orang itu—yang belum dapat Nik pastikan gendernya—bergerak lincah, memberi serangan bertubi sehingga tubuh Nik terdorong ke belakang. Beberapa perabotan di sekitar mereka jatuh berhamburan, menciptakan bunyi nyaring memekakkan telinga.

Namun Nik menempati posisi sebagai jenderal terbaik, orang kedua setelah raja di Enderville, bukan tanpa alasan. Dengan mudah, Nik berhasil merebut pistol milik lawannya, mengunci pergerakan oknum tersebut di atas marmer yang dingin.

Napas keduanya terengah, dengan posisi Nik berada di atas tubuh kurus itu. Cahaya lembut milik bulan menyusup malu-malu, tapi cukup bagi Nik untuk mengamati manik cokelat terang bak madu di bawahnya.

Belum sempat Nik melepas kain hitam yang menutupi wajah orang tersebut, suara tembakan lainnya terdengar, membuat kaca jendela di ruang makan itu pecah berkeping-keping. Peluru itu berhasil melukai lengan Nik, menyebabkan cengkeramannya pada lawan mengendur.

Perempuan itu mendorong tubuh Nik menjauh, berlari cepat layaknya bayangan, melompat keluar dari jendela yang masih dihiasi beling-beling runcing.

Ya, seorang perempuan.

Dan Nik mengenalnya.

» ⌘ «

"I'm sorry. I truly am." Tanna meringis begitu lukanya disentuh oleh alkohol.

"Don't be sorry." Trish membalut luka di lengan Tanna dengan perban. "Sejak awal, kita tahu misi ini terlalu mustahil." Pria dengan garis rahang tegas itu bahkan tidak menatap Tanna tepat di mata. "Sama mustahilnya seperti membebaskan Vjërdam dari para bajingan rakus, but here we are, melakukan tindakan bodoh untuk menunda kehancuran negeri ini."

On the Land of SorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang