14. Let the War Begin

3.4K 748 109
                                    

Phile terang-terangan mengibarkan bendera perang. Keputusan yang berani sekaligus nekat.

"Jadi, kau akan pergi berperang?"

Nik mengangkat wajah. "Ya."

"Bagaimana denganku?"

"Kau akan ikut."

"Apa kau gila?!"

Nik mengembuskan napas pelan, berdiri. "Ini satu-satunya cara untukmu kembali." Tanna mengangkat sebelah alis, pertanda tidak mengerti. "Vjërdam termasuk ke dalam daftar titik persinggahan kami."

"Di kesempatan sebelumnya, kau bilang tidak akan membiarkanku pulang."

"Tidak di saat kondisinya kacau seperti ini. Aku tidak bisa meninggalkanmu sendiri sementara tidak ada kepastian kapan aku dapat kembali." Nik meletakkan pena di atas meja. "Bersiaplah. Kita akan berangkat subuh nanti."

"Tidak akan ada masalah?"

"Kau akan pergi sebagai petugas medis khusus," jelas Nik. "Khusus untukku."

Tanna berdecih, melirik tumpukan dokumen di atas meja kerja Nik. "Beristirahatlah. Perang ada di depan mata. Sehebat-hebatnya seekor serigala, dia tetap butuh tidur untuk memulihkan energi."

Nik tersenyum kecil. "Kalau kau terus bersikap seperti ini, aku bisa salah paham, Little Mice."

"Hm?"

Nik berdiri, mengikis jarak di antara mereka. Wajahnya menunduk guna mengunci sorot Tanna di udara yang mendadak terasa panas. "Do you hate me, Little Mice?"

Menelisik maksud Nik beberapa saat, Tanna akhirnya memberi balasan, "Sangat." Lalu ia melirik ke bawah, di mana Nik—entah sejak kapan—telah menyodorkan pistol ke arahnya. "Kau akan membunuhku?"

"Aku memberimu kesempatan."

"Kesempatan?"

"Untuk membunuhku. Mungkin ini akan menjadi satu-satunya peluangmu." Nik meraih tangan Tanna, meletakkan senjata itu di sana. "Come on, Little Mice."

Tanna mengokang pistol tersebut sebelum mengarahkannya tepat di depan dahi Nik. Detik-detik berlalu secara mencekam. Suara detak jam terdengar semakin jelas di telinga Tanna. Napasnya memberat dan tepat sebelum ia benar-benar menarik pelatuk, Tanna menurunkan tangan, menatap Nik nyalang.

"Kenapa kau melakukan ini?" Nik bahkan sama sekali tidak terlihat gemetar. Pria itu menatap Tanna lurus dengan raut setenang air danau. Padahal Nik tahu lebih dari siapa pun, Tanna sanggup melakukannya.

"Kau tidak bisa." Nik kembali mengambil alih kepunyaannya, menyimpan benda itu di dalam saku. "Kenapa? Kau mulai menatapku dengan cara berbeda?"

"Kau telah menyelamatkanku berulang kali. Aku bukan orang yang tidak tahu balas budi, Jenderal."

Nik menyeringai kecil, terlihat meremehkan. "Kau yakin itu alasannya?"

"Apa yang sebenarnya sedang kau coba katakan?" Tanna berujar kesal. "Berhenti berbasa-basi."

"Kalau kau bersikap lemah hanya karena pikiran naif bahwa aku tidak seburuk yang sebelumnya kau duga," Nik menunduk, sedikit mencondongkan tubuh hingga bibirnya tiba di sebelah telinga Tanna, "buang ide itu jauh-jauh, Little Mice."

Tanna menelan saliva susah payah. Lagi. Nik bersikap abu-abu. Kenapa Nik selalu menghancurkan ekspektasinya di saat gelembung ilusi itu baru saja terbentuk? Nyatanya, bukan Nik yang membuat Tanna terbuai, tapi ide yang ia rancang secara sok tahu di kepala.

On the Land of SorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang