15. Wicked Games

3.2K 720 53
                                    

Every war under his command is an absolute glory. Sudah genap satu minggu sejak suara terompet pertanda dimulainya perang berkumandang di udara dan tidak ada satu pun pertempuran dimana Enderville menjadi pihak yang kalah.

Selama itu pula, Tanna berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari Nik dengan cara berpura-pura tidur di saat pria itu kembali dari medan perang, sementara di siang hari ia menjalani peran sebagai petugas medis tambahan—mengobati para tentara yang terluka. Tanna ingin membuat diri tetap sibuk agar pikirannya tidak berkelana ke sudut-sudut yang tidak seharusnya.

Semuanya berjalan normal, hingga di suatu sore, seseorang menyergap Tanna dari belakang, menyeretnya ke sudut terpencil. Tanna mengenali pemilik tongkat berukir phoenix itu.

"Trish!" Tanna tidak bisa memercayai penglihatannya sendiri. "Kau benar Trish? Bagaimana bisa—oh, astaga!" Tanna kehabisan kata, tanpa pikir panjang memeluk pria di hadapannya. "Aku pikir kita tidak akan pernah bertemu lagi." Sadar bagaimana sifat Trish dan betapa pria itu membenci kontak fisik, Tanna berniat melepas pelukan itu, tapi lengan Trish sudah lebih dulu menahan punggungnya.

"Anda membuat saya nyaris gila, Nona," bisik Trish lirih. "Anda baik-baik saja?"

Tanna mengangguk. "Aku lega kau menemukanku, Trish. Sungguh."

"Pangeran sudah menunggu kepulangan Anda, Nona. Kita harus bergerak cepat."

"Tunggu. Aku tidak bisa langsung pergi begitu saja. Aku harus memberitahu Nik lebih dulu." Sorot curiga dari mata Trish membuat Tanna buru-buru menambahi, "Aku tidak ingin dia mengira aku diculik atau hal konyol lainnya dan menciptakan keributan tidak perlu."

"PENYUSUP!" Seruan itu sontak membuat Tanna membeliak panik.

"Pergi! Kau harus pergi, Trish!"

"Saya tidak akan pergi tanpa Anda, Nona."

Tanna menggigit bibir panik. Kalaupun ia memutuskan untuk melarikan diri bersama, pada akhirnya mereka berdua akan tertangkap dengan mudah—mengingat kondisi kaki Trish.

"Berlutut!" Dalam satu jurus moncong senapan sudah diarahkan pada Trish. "Apa kau tuli?!" Pandangan tentara itu tertumbuk ke arah Tanna. "Untuk apa seorang petugas medis berada di sini? Apa jangan-jangan kalian bekerja sama?!"

Tanna melirik Trish lewat sudut mata, refleks memejamkan mata begitu pria itu mengeluarkan pistol dari saku dan menembak tentara yang menyergap mereka tanpa ragu.

"Tunggu apa lagi? Anda ingin mengumumkan eksistensi saya ke seluruh pasukan?"

Tanna menerima uluran tangan Trish, berlari menjauhi kamp militer dengan kecepatan tinggi. Beberapa kali Trish meringis lantaran ngilu di kaki, tapi secara konsisten mengatakan dirinya baik-baik saja kala Tanna melontarkan tanya. Halla adalah pulau tak berpenghuni sehingga tidak ada celah bagi mereka untuk berkamuflase dengan manusia lainnya.

"Sial, sial, sial." Keduanya masih amat jauh dari titik pelabuhan saat matahari secara perlahan-lahan kembali ke peraduannya. Itu berarti pertempuran sudah usai dan cepat atau lambat, Nik akan memburu mereka. "Kenapa kau berhenti?" Napas Tanna terengah-engah.

"Pulanglah, Nona."

"Trish! Apa maksudmu?!" jerit Tanna frustasi. "Kita harus kembali bersama-sama!"

Trish menggeleng, melirik kakinya sendiri. "Saya hanya akan memperlambat perjalanan."

"Tidak. Aku tidak akan kembali tanpamu."

"Dan membiarkan kita berdua mati secara sia-sia?" Trish benar-benar terlihat tenang. "Jangan bertindak bodoh, Nona. Cepatlah."

Tanna menggeleng cepat. Trish sudah mencarinya hingga sejauh ini dan berkhianat adalah hal terakhir yang akan Tanna lakukan. "Masih ada kesempatan! Daripada mengatakan hal-hal konyol, lebih baik kita—" Punggung Tanna menegak kala suara ringkikan kuda bersahut-sahutan terdengar dari jarak jauh. Hal yang masuk akal mengingat hanya ada satu jalur menuju pelabuhan.

On the Land of SorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang