36. Glimpse of Us

1.8K 384 32
                                    

"Ke mana Augie?" Ileana baru selesai membungkus rambutnya dengan handuk saat ia sadar kalau ruang tengah sudah sepenuhnya kosong, hanya menyisakan satu sosok yang tidak ia harapkan.

Djavion masih asyik dengan rokok di antara selipan jemari dan sebotol wine di tamgan kirinya, duduk bersandar nyaman pada sofa beludru. "Outside," balasnya singkat, tidak berminat menjelaskan lebih jauh.

Ileana memilih untuk melipir ke pantry, menuang air untuk dirinya sendiri. "Stop staring at me with those gaze," ujarnya dengan hela napas berat, mengangkat wajah hanya untuk dihadapkan dengan sorot serigala milik Djavion. "What do you want from me?"

"You." Jelas sekali pria itu sudah mulai mabuk. Entah berapa banyak alkohol yang sudah ditenggaknya.

Ileana mendecih samar. "Pull yourself together, Sir. You clearly have a fiancée. Ah, should I call her to pick you up?" Ia sudah lelah dengan permainan tarik ulur ini.

"I remember them."

"Apa maksud kamu?"

"Those memories I had with you."

"Aku nggak mengerti."

"Kamu tidak banyak berubah. Masih sama keras kepala dan hobi menantang maut." Djavion tertawa kecil setelahnya, entah apa yang lucu. "But in the bright side, kamu masih sangat indah .. dan .." Pria itu menggeleng kuat, seolah sedang berusaha melawan pusing yang menyerang.

"Aku nggak memiliki waktu untuk omong kosong ini." Ileana sudah hendak berlalu masuk ke dalam kamar yang disediakan Augie untuknya, tapi ia tidak bisa mengabaikan ucapan Djavion seutuhnya. "Apa yang kamu ingat?" tanyanya pelan.

"Everything. That damn hypnosis ruined my sanity. You .. ruined my sanity."

"What hypnosis?" Ileana tidak mengerti ke mana pembicaraan ini mengarah. Mungkin Djavion sudah mabuk dan tengah mengada-ada.

"Altanna .."

Sesuatu dalam diri Ileana berdesir saat satu nama itu disebut. "A-apa?" Entah sejak kapan, Djavion sudah berdiri dari duduknya, kini berjalan lambat ke arahnya. Jantung Ileana bertalu kuat, seperti akan meledak sewaktu-waktu. Ini gila.

"Is that you? Apa kamu Altanna-ku?"

Ileana bahkan tidak sadar telah menahan napas—baru mengeluarkannya saat tangan Djavion bersarang pada rahangnya lembut. "I .. I don't know." Ia membasahi bibir, bergerak kikuk. "Kamu bersikap aneh. You're definitely drunk. Biar aku bantu antar ke kamar."

"Aku menepati janjiku, Little Mice. I found you." Djavion tersenyum tipis, menyusuri setiap jengkal wajah Ileana dengan ujung jari telunjuknya. Ileana terpaku, betul-betul tersihir oleh senyum yang sebelumnya belum pernah ia temukan pada wajah rupawan Djavion.

Di detik-detik yang Ileana sadari, air mata telah membanjiri kedua belah pipinya. Entah apa yang begitu menyedihkan. Atau .. entah apa yang begitu membahagiakan.

"Shit. I wanna eat those lips until you beg me to stop." Djavion kembali meracau.

Ileana buru-buru mengusap pipinya, terkekeh sumbang. "Fuck you, Lucretius. Jangan seret aku ke dalam kisah asmaramu yang rumit. I'm not that low. Seberapa besar pun keinginanku untuk memilikimu, konsekuensinya nggak akan sepadan."

"I can't—I won't—make you suffer again."

Ileana menggeleng frustasi, terlalu lelah menerka teka-teki yang dimainkan Djavion. "Berbahagialah dengan wanita itu. Anggap aja aku sebagai topan lewat di hidup sempurnamu."

On the Land of SorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang