32. Bloody String

1.9K 412 51
                                    

"I can't!" Setelah dua puluh menit menghabiskan waktu untuk mondar-mandir mengitari lobi milik gedung Sky Airlines—yang kerap disingkat menjadi Skyline—, Ileana kembali mengerang dalam kefrustasian. Ini adalah ide terburuk. Yang ada, Djavion hanya akan melihatnya sebagai wanita maniak gila atau lebih buruk .. pengkonsumsi obat-obatan terlarang.

Pandangannya masih tertumbuk ke ubin yang terbuar dari marmer berkualitas tinggi saat dahinya tidak sengaja membentur sesuatu yang keras. Ileana sontak mengangkat wajah, meringis, "Maaf."

Kelereng cantik Ella menyambutnya. "Kamu? We've met before, right?" Lalu tatapannya beralih pada kalung name tag yang Ileana kenakan. "Jurnalis dari Virit Agnimaya? Ah, kamu yang bertugas mewawancarai Djavion hari ini?"

Ragu, Ileana mengangguk. Ia tidak bisa lagi melarikan diri sehabis ini.

"Maaf soal hari itu. Aku dengan sok tahunya menganggap kamu sebagai sekretaris baru Djavion." Ella meringis pelan, tersenyum tidak enak. "Bagaimana jika makan bersama denganku dan Djavion setelah kamu selesai mewawancarainya?"

Another bad idea.

Ileana menggeleng cepat. "Terima kasih tawaran baiknya, tapi aku memiliki urusan lain sehabis ini. Dan tidak perlu meminta maaf. It's no big deal, really."

Wow, Ileana tidak heran mengapa Djavion dibuat jatuh hati. Yuella Naraja .. is really something else. Mendapat julukan Nation's Number One Crush rupanya tidak menjadi alasan bagi wanita itu untuk bersikap angkuh dan menyebalkan.

"Oke, biar aku yang antar ke ruangan Djavion. Yuk."

Dan itulah alasan mengapa keduanya bisa tiba di hadapan Djavion Lucretius bersama. Di kesempatan sebelumnya, Ileana terlalu gugup untuk memperhatikan detil di sekitarnya. Ruang kerja Djavion memiliki kesan mewah dengan gaya victorian klasik. Gorgeous, seperti pemiliknya.

"Shall we start?" Ileana tersentak dari lamunannya, kembali dihadapkan dengan sorot predator yang sejak awal tidak mengalihkan sedikit pun fokusnya.

Ella langsung pergi setelah meninggalkan kantong berbahan karton berisi makanan untuk sang tunangan.

"Ya, tentu saja." Ileana menyiapkan buku jurnal kecil yang selalu dibawanya ke mana-mana, lalu disusul dengan dua lembar kertas berisi daftar pertanyaan yang akan dilontarkan kepada Djavion. Ia juga menyiapkan alat rekam, sesuai protokol perusahaan. "Apa Anda siap?"

"Ya," jawab Djavion sekenanya.

Ileana berdeham canggung, mengangguk. "Let's start." Matanya menjelajahi baris demi baris pertanyaan. Proses wawancara berlangsung lancar tanpa hambatan berarti, hingga Ileana tiba pada pertanyaan satu itu. Ia menelan saliva sebelum berujar, "Apa Anda memiliki kekasih?"

Well, hubungan Djavion dengan aktris nomor satu di Indonesia itu bukanlah bahan konsumsi publik. Dan Ileana harus tetap mempertahankan keprofesionalitasannya sekalipun ia ingin sekali melongkap pertanyaan tersebut.

"I do have a fiancée." Ileana menelan gumpalan pahit itu ke dalam kerongkongannya. "Kita akan menikah dalam waktu dekat."

Terus berlanjut hingga pertanyaan terakhir. Ileana membuang napas lega, segera merapikan barang-barangnya untuk dimasukkan secara asal ke dalam tote bag. "Terima kasih atas waktu Anda, Tuan." Ia berdiri, merapikan ujung kemeja yang sedikit berantakan. "Have a nice day."

"Ms. Gustav."

Ileana berhenti melangkah, menoleh ke belakang. "Ya?"

"Tunggu sebentar."

On the Land of SorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang