"Retta,"
"Retta, ayo bangung. Kamu mau terlambat lagi?"
Sebuah cahaya masuk menyilaukan mataku. Aku mengerjapkan mata sesekali dan melihat bunda yang sedang membuka gorden jendala kamarku. Lalu aku beralih mengambil hapeku yang ternyata mati. Aku menghela nafas pelan karena lupa meng-charger hapeku.
"Bunda sekarang jam berapa?"
"Jam enam tiga puluh. Ayo cepat mandi. Bunda tidak mau harus datang ke sekolah hanya karena absensi telat mu banyak ya!"
Aku mendengus beberapa laly bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi. Hanya butuh waktu 10 menit aku mandi setelah itu bersiap-siap berangkat sekolah. Setelah semua selesai aku langsung keluar kamar dan menghampiri bunda yang sudah bersiap berangkat kerja.
"Aku bareng bunda ya?"
"Hari ini aku males pergi sendiri. Rizal juga pasti telat lagi hari ini, boleh kan bun?"
"Ah Retta, kamu berangkat sendiri aja. Bunda udah hampir telat, bunda duluan ya sayang." Katanya sambil mengecup kening ku.
"Jangan lupa pintu nanti di kunci, kamu sarapan di sekolah saja. Uangnya udah ada di atas meja. Bunda berangkat dulu!"
Aku tersenyum miris. Menatap punggung bunda yang sudah menghilang dari pandangan ku. Hufft.. ini sudah biasa aku jalani. Setiap pagi di hari-hari orang sibuk aku selalu merasa sendiri lagi. Melakukan semua sendiri walau beberapa sudah bunda siapkan. Tapi jujur aku ingin sekali merasakan seperti anak remaja lainnya, yang orang tuanya selalu memasakan makanan di pagi hari untuk anaknya, mengantar sekolah dan menyemangati anak-anaknya. Aku ingin merasakan itu semua lagi. Aku sedikit kesal dengan hidupku yang sekarang ini, tidak ada waktu lagi bersama bunda selain malam. Itupun sudah hampir tengah malam dan aku sudah tertidur saat bunda pulang kerja. Sepulang sekolah juga begitu, bunda pulang sebentar untuk mandi lalu pergi lagi. Terkadang aku kasihan pada bunda, rasanya aku ingin cepat-cepat lulus dan mencari kerja agar bisa membantu bunda.
Kalau ada Doraemon di dunia nyata. Aku ingin meminta mesin waktu agar aku bisa kembali ke masa lalu di mana keluarga ku masih lengkap. Dan saat itupun aku harus menjaga keharmonisan mereka.
Tapi apalah dayaku? Dulu dan sekarang sudah berbeda. Dan aku cukup sadar diri saja untuk mengerti dengan kondisi kehidupanku saat ini. Kasih sayang yang bunda berikan dulu kini tidak dapat aku rasakan lagi. Aku sudah dewasa maka dari itu aku harus berfikir dewasa untuk tidak merajuk pada bunda.
Terkadang, aku rindu masa-masa bersama keluarga lengkap ku. Berdiri di antara mereka saat itu membuat aku bahagia. Namun sayang, takdir berkata lain dan memecahkan hubungan antara ayah dan bunda. Saat itupun aku masih kelas lima SD berusia 10 tahun. Dan aku harus mendengar kata-kata kasar di antara kedua orang tuaku saat mereka bertengkar. Pertengkaran yang sering kali aku saksikan secara langsung menbuat aku harus menahan tangis di balik pintu kamar. Aku pikir besoknya semua yang aku lihat akan berakhir dan kembali bahagia lagi. Nyatanya ekspetasi aku salah. Aku sungguh sedih saat itu. Di paksa dewasa sebelum waktunya benar-benar ujian berat bagiku.
__________________________
"Woyy bengong mulu!"
"Mikirin gue ye? Sorry tadi gue kaga sempat jemput lo. Lo telpon itu gue masih ngebo."
"Ck, gak heran lo mah. Btw kalo dateng jangan lupa salam, gak sopan lo. Untungnya gue gak ada riwayat penyakit jantung."
Aku mendelik pada Rizal yang sekarang sudah tertawa sambil menepuk-nepuk pelan kepala ku. Cih! Dia ini seenaknya saja pegang-pegang kepala orang. Di pikir kepala aku bola basket apa? Gak sopan!
KAMU SEDANG MEMBACA
ARETTA
Novela Juvenilmencintai dia yang sedang mencintai orang lain sungguh menyedihkan -Retta __________________