Kemarin cukup membuatku bahagia. Sampai sekarang aku masih saja senyum-senyum kalau ingat yang kemarin. Tahu kan karena apa? Yaps itu karena bisa bertemu dan bermain sama anak-anak jalanan dan tambahan nya aku bisa deket dengan bang Edwin. Momen yang gak bisa aku lupakan. Apalagi anak-anak itu gemesin dan pintar-pintar. Kami mengabiskan waktu bersama sampai malam, ah tidak! Cuma sampai jam 7 malam kok. Kami juga melakukan sholat berjamaah. Bagi yang muslim, soalnya di antara anak jalanan itu ternyata ada yang berbeda agama. Aku tidak tahu cerita lengkapnya, tapi kami semua saling menghargai. Sesederhana itu tapi bisa membuat aku sangat bahagia.
Memang benar, terkadang sesuatu yang sederhana itulah yang membuat kita bahagia. Sama seperti anak-anak itu waktu tau aku yang bakal ngajarin pelajaran mereka. Terlihat senyum mengembang dari wajah mereka yang begitu tulus dan penuh semangat. Yak! Kalau begini sih aku juga tambah semangat belajar bareng mereka.
Jadi tidak sabar nunggu jam pulang sekolah. Saat ini aku masih duduk-duduk santai di perpustakaan sambil menunggu jam pergantian pelajaran. Aku melihat ke meja guru yang ada di perpustakaan ternyata bu sudaryanti yaitu guru bahasa Indonesia sedang tidak ada di tempat. Aku mengernyit, kira-kira kemana guru itu? Tiba-tiba menghilang gitu aja, lalu bagaimana dengan kami yang di suruh mencari referensi untuk bahan ajaran menulis suatu cerpen. Sebetulnya aku males mencari-cari buku untuk referensi tugasku. Biasanya aku ke perpustakaan cuma numpang ngadem sekalian tiduran sebentar. Karena di sini enak banget, ada AC dan membuat ruangan jadi sejuk gimana gitu.
"Rizal!!"
"Jangan cepet-cepet dong jalannya, kamu kan tau kakiku pendek mana bisa nyamain sama langkah kaki kamu."
"Ya lo jangan ngikutin gue mulu!"
Aku menoleh ke arah pintu masuk, sudah ada Rizal dan Celsi yang tiba-tiba muncul dan membuat ramai suasana perpustakaan yang tadinya hening.
Pantesan dari tadi aku gak liat keberadaan Rizal. Ternyata lagi bersama Celsi. Aku yakin sih sebelumnya Rizal sudah menghindar dan hendak bersembunyi dari pengganggunya, yaitu Celsi. Entah bagaimana mereka sekarang bisa datang berbarengan tapi dengan rait wajah yang berbeda. Rizal dengan muka cueknya dan Celsi yang terus senyum-senyum.
"Rizal ngapain kita ke perpus?"
"Mending kita ke taman belakang sekolah, cerita-cerita apa gitu. Udah lama aku gak ngobrol berdua sama kamu."
"Rizal! Jawab kek, atau noleh ke aku. Jangan di cuekin gini."
"Rizall!"
"Rizal aku bete sama kamu!"
Aku terkekeh menonton drama mereka. Ku lihat Rizal sama sekali tidak peduli dengan semua ocehan Celsi. Sedangkan Celsi malah ngehentak-hentak kakinya sambil memasang ekspresi cemberut. Sepertinya dia kesal karena Rizal tidak merespon nya.
"Ret!"
Keningku mengkerut karena Rizal tiba-tiba sudah duduk di depanku. Dia juga memanggilku sambil tersenyum manis padaku. Hum? Kayaknya dia sengaja mau manas-manasin si Celsi lagi. Seperti dulu waktu kelas 10 saat Celsi yang terus-terusan mengejar dan mengganggu hari Rizal. Lelaki ini selalu meminta bantuan ku agar Celsi pergi darinya.
"Rizal! Kenapa kamu malah duduk di sini? Pindah cepet!" Kata Celsi sambil menarik tangan kanan Rizal.
"Lo bacot mulu dari tadi. Emang apa salahnya gue duduk di sini? Kelas gue lagi nugas di perpus, lo sendiri yang nyasar ke sini." tanya Rizal galak.
"Ish kamu tuh masih belum ngerti sama perasaan aku ya? Jelaslah aku cemburu kalo kamu deket-deket Retta!" Kata Celsi sambil melirikku sekilas. Hmm
"Ya itu urusan perasaan lo, bukan gue. Lagian siapa yang nyuruh lo suka sama gue? padahal udah di nolak berkali-kali masih aja di kejar."
"Malu dikit kek, di mana-mana cowok yang ngejar bukan cewek!" Lanjut Rizal penuh penekanan mengatakan itu di depan Celsi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARETTA
Novela Juvenilmencintai dia yang sedang mencintai orang lain sungguh menyedihkan -Retta __________________