"Kak Retta!!"
Bibirku mengukir senyum paling lebar. Mendengar seruan mereka yang memanggil namaku rasanya aku kembali bersemangat lagi. Sore ini cuacanya cukup cerah dan bagus untuk kami semua belajar di taman. Ya, seperti biasanya tempat yang menurutku bagus dan cocok untuk bersantai sambil belajar itu di taman. Beruntungnya taman ini tidak begitu ramai orang dan tidak jauh dari rumah adik-adikku.
"Ada yang sulit soalnya Alan?" tanyaku lembut.
Alan mengangguk, "ini kak nomor empat Alan gak bisa ngerjainnya." Katanya sambil menunjukkan buku tulis yang berisi soal-soal dariku.
Aku tersenyum dan mengelus gemas rambut Alan. Mungkin untuk anak kecil sepantaran Alan ini, soal perkalian 1 sampai 4 terdengar susah mereka kerjakan. Dengan sabar dan pelan aku mulai mengajarinya lagi cara menghitung perkalian empat.
"Ayo berapa tadi 3x4 Alan?"
Alan tampak berfikir sambil menghitung jari-jari mungilnya. Lucu dan menggemaskan sekalia anak ini. Caranya menghitung dan kelihatan bingung jadi lucu aku pandang.
"Tiganya ada empat kali ya kak?" katanya dan ku balas anggukan.
"Tiga belas?"
Aku menggeleng, "coba hitung lagi, hitungan kamu keliru, Lan."
"Huu perkalian susah kak. Alan taunya kurang dan tambah." Keluhnya dengan helaan nafas pasrah.
Tanganku meraih pensil dan buku tulis Alan. Lalu aku duduk sedikit dekat dengannya. "Engga ada yang susah kalau kamu belajar giat, Alan."
Sambil memberi motivasi pada Alan sambil tanganku menulis hurus i besar berurutan untuk menghitung perkalian.
"Segala sesuatu jika kita berusaha terus tanpa ngeluh, pasti akan berhasil Alan. Kamu engga akan ketemu jawabannya kalo kamu udah ngeluh di awal."
"Nah begini, coba kamu hitung ini." Kataku sambil menunjukkan kembali buku tulisnya yang sudah aku isi cara menghitung perkalian. Pelan-pelan aku mengajarinya yang masih belum dia paham.
"Udah tau jawabannya?"
Senyum Alan mengembang, "dua belas!" Ucapnya penuh semangat.
"Yaps Alan pinter," kataku lagi lagi mengelus rambut anak itu.
"Nah kalo gitu ayo lanjut lagi, caranya juga kayak gitu. Kakak yakin kamu pasti bisa!"
"Iya kak! Ternyata hitungnya gampang." Aku tersenyum dan mengangguk membalas perkataan Alan.
Sambil menunggu pengerjaan Alan, aku melihat anak-anak lainnya yang masih serius dengan pelajaran mereka yang ku beri. Ya, aku memberi pelajaran beda-beda untuk mereka, karena aku menyesuaikan umur dan apa saja yang udah di pelajari mereka selama bang Edwin yang ajarkan. Selain belajar, beberapa anak ada juga yang aku izinkan bermain. Seperti Selly contohnya, karena dia masih kecil dan paling rewel kalau di suruh belajar, jadi aku membiarkan nya bermain di ayunan terlebih dahulu.
"Zero, kamu udah selesai dengan tugasmu?" tanyaku pada Zero yang tiba-tiba berubah posisi duduk berhadapan denganku.
Zero mengangguk dan menyerahkan buku tulisnya. "Ini kak, kalo banyak benernya Zero boleh gak temenin Selly di ayunan?"
Sebentar aku melihat tugasnya dari angka 1-10 dan ternyata jawabannya bener semua. Soal yang ku beri pada Zero terkait tentang nama-nama benda dalam bahasa Inggris. Huh! Ternyata anak ini sudah jago bahasa Inggris nya. Lalu aku mendongak seraya tersenyum simpul pada Zero.
"Bener semua ni, kamu hebat Zero!"
"Thanks sis." Dia menyinggung senyuman, "kamu bole temenin Selly. Jaga adikmu jangan sampe main ke jalanan." Ucapku mengingatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARETTA
Fiksi Remajamencintai dia yang sedang mencintai orang lain sungguh menyedihkan -Retta __________________