Menatapnya dari jauh tanpa dia tahu. Itulah kebiasaan ku. Mencintai dia yang juga mencintai yang lain. Itulah aku. Sudah tahu dia memiliki pacar masih saja ku ingin mendapatkan nya. Terlalu egois bukan?
Harusnya waktu itu dia tidak muncul di hadapan ku. Harusnya dia tidak menolongku dari kejaran seekor anjing. Harusnya dia tidak tersenyum manis yang melemahkan jantungku. Harusnya juga dia tidak bersikap lembut padaku. Karena itu membuat perasaan ku jadi tak menentu.
Kampret memang!
Lelaki itu menarik ulur perasaan ku. Di saat aku ingin mengungkapkan perasaan ini tiba-tiba saja aku melihat dia bersama perempuan lain dan begitu so sweet. Bisa apa aku jika itu pacarnya?
Perbedaan di antara kami cukup banyak. Aku masih kelas dua belas SMA dan dia kuliah semester satu. Aku cinta dia tapi dia cinta yang lain. Aku memperhatikan nya sedangkan dia lebih memilih perhatian pada pacarnya. Di saat aku ingin menjauh darinya agar tidak lagi mengharapkan yang tak pasti. Tapi dia terus muncul di hadapan ku.
Ugh! Perasaan ku seperti sedang di obok-obok olehnya.
Kenapa sih aku bisa kenal dengannya? Kalau tau bakal seperti ini akhirnya, mungkin aku sudah lebih dulu mundur dan tak menaruh perasaan apapun padanya.
Namanya Edwin dhong Nugroho. Cowok yang menarik ulur perasaan ku. Berparas tampan dan si pemilik senyum manis. Lelaki lembut yang sedikit polos dan tidak peka. Dia itu temannya abang temen aku. Ngerti gak sih? Kalau ga ngerti sini aku jelasin.
Jadi aku punya teman, orangnya ngeselin tapi lucu juga. Namanya, Samuel Rizal limanto. Aku biasanya manggil dia Rizal. Rizal ini mempunyai abang yang merupakan sahabat dari bang Edwin, si lelaki yang menarik perhatian ku. Sudah paham ya?
Aku sering kali berpapasan dengan bang Edwin. Karena aku yang sering mampir ke Cafe milik keluarga Limanto. Bang Edwin sering datang untuk mengerjakan tugas kampus di cafe itu bersama Bang Ridwan, yaitu abangnya Rizal.
Ya, aku dan Rizal walau hari-harinya gelud mulu tapi kami temenan cukup akrab. Aku bersyukur bisa kenal dengan cowok ngeselin kayak dia itu. Walau tiap hari bikin aku jengkel dengan tingkahnya tapi ku akuin Rizal adalah sosok yang selalu ada di saat aku susah maupun senang. Jika aku bersedih dia selalu datang dan menghibur ku. Begitu sebaliknya.
Seperti sekarang, saat aku sedang datang ke cafe milik keluarganya, tanpa sengaja aku melihat Bang Edwin yang datang bersama seorang gadis cantik di sebelahnya. Sudah ku pastikan kalau itu adalah pacarnya.
Aku mendengus dan memalingkan wajahku.
"Udah jangan di lihat terus kalo gak mau sakit hati." Ucap Rizal yang sudah menarik tanganku untuk duduk di salah satu meja yang jauh jaraknya dari Bang Edwin.
"Apaan sih! Gue gak lihat tuh." Elak ku.
"Gak lihat tapi manyun-manyun gitu mulutnya."
"Heh jangan ngasal tebak! Gue tuh sebel sama lu yang tiba-tiba ngajak keluar, padahal gue lagi banyak tugas yang belum selesai."
Rizal menopang dagu sambil menatapku. Terlihat eskpresi nya yang biasa saja tanpa rasa bersalah. Dasar semua cowok sama aja, gak peka. Seenaknya dia ngajak ke cafenya padahal dia tahu kalau bang Edwin pasti ada disini.
"Masa sih? Bukan karna lo abis lihat bang Edwin yang lagi sama cewek?"
Sontak aku menendang kaki Rizal yang tepat berada di bawah meja tak jauh dari kakiku. Lihat saja dia sudah merintih kesakitan akibat tendangan ku. Dasar cowok lemah!
"Apa'an sih Ret, sakit tau!"
"Rasain! Lo pantes dapatin itu. Siapa suruh bikin gue kesal."
"Halah, tapi yang gue bilang tadi bener, kan? Lo cemburu liat mereka?"
"Jangan-jangan lo masih suka dengan bang Edwin? Right?"
Aku melotot ke Rizal, lalu ku tendang lagi kakinya. Karena volume suaranya yang tidak bisa di kecilkan membuat aku semakin kesal padanya. Bagaimana kalau bang Edwin dan ceweknya denger? terus salah paham? Aku sangat tidak ingin berurusan dengan ceweknya jika nanti si cewek me-labrak ku.
"Rizal please lo diam aja. Rasanya belum cukup gue nendang kaki lo. Harusnya gue cakar-cakar juga wajah lo!" Kesal ku lalu berdiri.
"Makin sakit Ret!!"
"Gak peduli! Udahlah gak ada pentingnya gue disini. Lebih baik gue pulang."
Aku menulikan pendengaran ketika Rizal terus-terusan memanggil namaku. Sekarang aku males bertemu dengannya, mungkin besok saat di sekolah aku akan mendiamkan saja dia. Biar tahu rasa.
Sejenak saat ingin melangkah ke luar aku menoleh kearah meja bang Edwin bersama kakak cantik. Sebenernya males aku mengatakannya cantik, tapi jujur cewek itu memang sangat cantik bahkan kalah jauh dengan aku yang potato. Bagaikan kerikil dan berlian. Wajar sih kalau bang Edwin lebih melirik cewek itu ketimbang aku.
Tapi, aku sedang apa sekarang? Kenapa malah berdiam di depan pintu sambil melihat ke mereka. Bikin malu saja, untungnya mereka tengah asyik mengobrol dan tidak sadar ada aku yang memperhatikannya.
Sudahlah tidak ada gunanya aku berlama-lama di sini. Lebih baik aku rebahan di atas kasur empuk dan di temani dengan camilan sambil menonton drakor. Dengan begitu aku bisa melupakan bang Edwin dalam pikiran ku walau sejenak.
"Retta?" suara seseorang membuat aku terkejut dan refleks mundur.
"Duh bang Ridwan bikin kaget,"
Bang Ridwan sepertinya sedang tertawa melihat ku.
"Sorry kalau kamu kaget, btw kamu kesini sama Rizal kan? Kenapa gak masuk?"
"Ah, itu tadi udah kok, bang. Ini aku mau pulang."
"Oh gitu, abang yakin sih pasti Rizal ngajak kamu ke pesta besok."
Aku mengernyit bingung. Apa maksudnya? Padahal Rizal gak ada bilang apa-apa.
"Besok apanya ya bang?"
"Loh belum tau? Besok itu ada party di rumah, ulang tahunnya Raina jam tiga sore."
Oh aku tahu, jadi ini alasannya Rizal ngajak ketemuan. Kenapa tidak ngomong langsung aja kalau mau ngajak ke pesta ulang tahun adiknya. Sengaja banget dia ngerjain aku dengan alibi mau ngomong sesuatu di cafe, padahal dia tahu ada bang Edwin.
Tunggu dulu.
Bang Edwin pasti di undang bang Ridwan juga nih. Lalu bagaimana kalau nanti kita berpas-pasan dan ada ceweknya juga. Rasanya aku ingin menolak tapi aku tidak enak dengan keluarga Rizal yang udah baik banget dengan aku.
"Helooo kok bengong?"
Aku buyar dari lamunan dan tersenyum kikuk di depan bang Ridwan.
"Eh, i-iya aku datang kok. Ulang tahunnya Raina mana mungkin aku gak dateng."
Bang Ridwan mengangguk-angguk, terlihat senang dengan jawabanku. Tidak ada salahnya jika aku datang ke pesta itu kan? Toh aku dateng buat Raina setelah itu pamit pulang.
"Bang?"
Aku menoleh ke belakang yang ternyata sudah ada Rizal dengan berjalan sedikit terpincang-pincang. Aku jadi merasa bersalah, tapi aku puas banget.
"Kenapa jalannya kayak gitu?"
"Tadi gak sengaja kesandung kursi," jawab Rizal sambil melirikku sekilas.
"Dasar ceroboh. Oh iya lo pastiin Retta ikut ya!"
"Oke, siap bang!!"
"Yaudah kalau gitu gue masuk dulu,"
"Oh iya bang, nanti bang Edwin ikut ke ulang tahun Raina?"
"Ikut, udah gue kasi tau dia. Udah dulu, abang mau temuin Edwin di dalem."
"O-oh oke bang!!"
Aku memutar malas bola mata, melihat Rizal yang begitu semangat menanggapi omongan bang Ridwan. Apalagi dengan senyum miring yang dia tunjukan ke aku. Terlihat kan kalau dia sedang ngeledek ku. Entah apa yang akan terjadi saat di pesta.
____________________
Gimana?
KAMU SEDANG MEMBACA
ARETTA
Roman pour Adolescentsmencintai dia yang sedang mencintai orang lain sungguh menyedihkan -Retta __________________