Setelah pulang sekolah aku langsung mampir ke tempat anak jalanan. Aku berjalan di atas trotoar bersama dia. Tau kan siapa? Bang Edwin pastinya. Tentu saja aku tidak berjalan sendiri, karena aku masih belum tahu tempatnya. Semalam kita sudah janjian akan pergi sama-sama menemui anak jalanan. Gara-gara itu aku sampai tidak bisa tidur tadi malam. Saking senangnya bisa sedekat ini bersama bang Edwin. Ku pikir setelah bertemu dengannya lagi kita akan seperti orang asing yang tidak saling kenal. Nyatanya dia sebaik dan se-ramah itu untuk menyapa ku duluan. Emang dasar akunya aja yang gengsi. Bukan gengsi sebenarnya, hanya ragu.
Mataku menjelajahi sekeliling jalanan. Banyak sekali kendaraan yang berlalu lalang dengan asap knalpot yang mereka tinggalkan. Membuat sang penjalan kaki harus terbatuk-batuk akibatnya. Untung saja aku dan bang Edwin menggunakan masker. Setidaknya kita tidak akan menghirup asap knalpot.
Di sana, seberang jalan tepatnya di dekat lampu merah aku melihat beberapa anak-anak sedang bekerja. Di antara mereka ada yang mengamen, jualan koran, bahkan jualan tisu dan lainnya. Seketika hati kecilku tidak tegah melihat ini semua. Anak-anak seusia mereka sudah harus bekerja keras demi kehidupannya. Dunia terlalu menyeramkan untuk mereka yang masih polos. Meliha anak-anak itu yang pantang menyerah dalam hidup membuat aku jadi bersalah pada diriku sendiri, karena masih kurang bersyukur dengan apa yang aku punya. Ternyata masih banyak di luaran sana yang lebih menyedihkan dari kehidupan ku. Bahkan mereka sama sekali tidak pernah merasakan kasih sayang kedua orang tua. Aku jadi sedih.
Beruntunglah aku yang masih mempunyai kedua orang tua walau mereka sudah berpisah. Setidaknya kedua orang tuaku masih mau merawat ku hingga sebesar ini. Walau akhirnya tidak sebahagia seperti ekspetasi aku.
"Itu mereka, kita tunggu di sini aja."
Aku menoleh ke bang Edwin yang berdiri di sebelahku. Anggukan kepala yang menjadi jawabanku. Kamipun berdiri di bawah pohon yang cukup besar dan teduh.
"Apa hari-hari mereka seperti ini, bang?" tanyaku tanpa mengalihkan pandangan dari anak-anak.
"Iya. Besar tanpa orang tua membuat mereka harus dewasa sebelum waktunya. Aku kagum pada anak-anak itu."
"Mereka sangat pekerja keras demi masa depannya. Padahal aku sudah menawarkan diri untuk membantu. Tapi di tolak oleh anak-anak. Katanya, mereka tidak ingin mendapatkan sesuatu tanpa usaha sendiri." Lanjutnya lagi.
Sekilas aku melirik bang Edwin dengan mata menyipit sambil melihat anak-anak jalanan yang lagi bekerja. Sepertinya dia sedang tersenyum di balik masker itu. Tidak ku sangka ternyata bang Edwin sangat peduli dengan siapapun. Bahkan pada anak jalanan itu. Aku juga baru tahu kalau selama ini bang Edwin selalu berkunjung menemui mereka. Selain ganteng dan baik, dia ini tulus banget menolong orang lain.
"Terus kenapa bang Edwin ngebantu mereka belajar? Katanya tadi mereka tidak mau di bantu."
Tiba-tiba aku tersentak dengan sentuhan lembut di atas kepalaku. Kenapa dia selalu melakukan itu? Apa dia tidak sadar dengan sikapnya yang bisa saja membuat aku semakin ingin menikung kak Merry. Yaampun! Stop berfikir yang gak penting Retta.
"Karena pendidikan itu penting. Mau mereka menolak atau engga, aku akan tetap mengajari mereka pelajaran yang juga di dapat dari anak-anak lainnya. Agar mereka juga bisa menjadi sukses dengan pengetahuan yang di dapatkan."
Aku berdecak kagum. Dengan kepedulian bang Edwin yang sangat tulus. Dan anak-anak hebat itu patut menjadi contoh bagi orang-orang yang hanya bisa meminta tanpa berusaha. Mereka masih kecil tapi pemikirannya seperti orang dewasa. Aku berdoa semoga anak-anak itu menggapai impian masing-masing. Semoga tuhan memberi kebahagiaan dan mengabulkan doa mereka.
"Abang!!"
"Bang Edwin!!"
Aku menoleh kembali ke jalanan, dimana sudah ada anak-anak yang datang kemari. Kelihatannya mereka senang sekali bisa bertemu lagi dengan bang Edwin. Terlihat dari senyuman lebar dari mereka yang tertuju pada lelaki di sampingku.

KAMU SEDANG MEMBACA
ARETTA
Teen Fictionmencintai dia yang sedang mencintai orang lain sungguh menyedihkan -Retta __________________