Sesampainya di UKS Rizal langsung mendudukkan aku di atas ranjang. Dia mengambil kursi yang ada di pinggiran dan memegang pelan kakiku untuk di letakan di atas kursi tersebut. Kemudian cowok itu mencari-cari sesuatu di dalam lemari dan mengeluarkan sebuh botol minyak urut gitu. Aku gataulah apa namanya, pokoknya itu yang biasa perawatan sekolah oleskan buat anak-anak yang terkilir dan lainnya.
"Luruskan kaki lo, Ta." Ucapnya sambil fokus melepaskan sepatu yang aku kenakan, termasuk kaos kakinya juga di lepas.
Jujur, aku malu banget sih ini. Walaupun udah biasa dapat perhatian dari Rizal tapi kalau sampai segininya aku jadi malu.
Soalnya kaos kaki aku udah empat hari belum di ganti, hehe.
"Biarin aja, lo mending balik ke lapangan. Kaki gue biar gue obatin sendiri." Ucapku berusaha mengambil minyak yang di pegang Rizal.
Tapi cowok itu malah menjauhkan botolnya dari jangkauan tanganku sambil menggeleng.
"Lo diem, biar gue yang urus kaki lo dulu."
Aku mendengus kesal, emang keras kepala si Rizal.
"Kalo lo ngurusin gue entar nilai praktek lo telor ceplok, Rizal!"
"Soal itu gampang lah, yang terpenting keadaan Lo dulu." Jawabnya nyambil mengoles pergelangan kakiku.
Aku hendak protes lagi tapi urung karena menahan sakit. Sekuat mungkin aku menahan untuk tidak berteriak, dengan menggigit bibir bawahku kuat.
"Pegang bahu gue aja dari pada lo gigit bibir," ujar Rizal melirikku sekilas, "nanti bibir lo berdarah Ta, sini bahu gue kosong nih, pegang kuat-kuat gak masalah." Lanjutnya kembali mengurut.
Aku hanya berdehem dan menuruti perintah nya. Tangan sebelah kanan ku memegang bahu Rizal. Mataku terus merem melek merem karna nahan sakit. Ternyata begini ya rasanya kaki terkilir. Sakit banget loh. Beruntungnya aku punya teman yang pintar banget ngurut kaki yang terkilir.
"Lo belajar dari mana sih ngurut-ngurut beginian?" tanyaku penasaran.
"Dari pembantu di rumah gue. Dulu kalo gue atau bang Ridwan kekilir biasanya di bantu bibi di rumah. Kebetulan pembantu gue emang tukang urut di kampungnya."
Aku manggut-manggut saja sambil mengangguk.
Pantesan....
Tak lama kemudian aku melihat ke arah luar dimana perawat uks sedang berjalan masuk ke uks.
"Udah deh Zal, mba Tiara udah dateng tuh, biar mba Tiara yang bantuin gue. Lo balik lapangan sana." Ucap aku sambil menunjuk ke arah pintu.
Rizal akhirnya berdiri dan meletakkan botol minyak tadi ke atas nakas. Dia mengelap tangannya dengan serbet yang ada di uks.
"Astagaa, Retta!" mba Tiara, satu-satunya perawat uks itu mendekat ke arahku. "Kaki kamu kenapa?"
Aku tersenyum kecil, "biasa abis olahraga, jadi terkilir dikit mba. Tadi udah di bantuin Rizal," ujarku.
Mba Tiara menghela nafas, sepertinya dia begitu khawatir padaku. Membuat aku nyengir kuda di hadapannya. Kalian tahu? ekspresi wajah cantik mba Tiara ketika cemas itu bener-bener lucu banget.
Sekedar informasi saja, kalau aku dan mba Tiara sudah seperti kakak dan adik. Ya, wajar sih, soalnya aku selalu mampir ke uks kalau lagi jamkos ataupun merasa kurang enak badan.
Oh iya, satu lagi, aku akrab dengan mba Tiara juga karena Rizal. Cowok itu dulunya suka bener luka-luka, entah ketonjok, jatuh, kesundul bola dan lainnya. Alhasil akulah yang selalu menemani dia ke uks dan ketemu mba Tiara, sampai kami menjadi akrab layaknya teman.

KAMU SEDANG MEMBACA
ARETTA
Novela Juvenilmencintai dia yang sedang mencintai orang lain sungguh menyedihkan -Retta __________________