Bagian 14 : Kau itu tampan

8.4K 1.1K 37
                                    

Ayah mengamati kemampuanku selama seminggu. Hasilnya, aku mengikuti kelas wajib wanita dengan nilai yang cukup bagus. Ayah pun memenuhi janjinya padaku. Ia memanggil guru ternama, salah satunya Baron Ernest.

Baron Ernest adalah seorang ahli alkimia sekaligus Wakil Kepala Peneliti. Tadinya, Baron hanyalah seorang rakyat biasa yang tidak memiliki apa-apa-- kecuali rasa keingintahuan yang besar. Pria bernama asli Arnold Grey Ernest itu terkenal dengan kejeniusannya. Ia populer dengan penemuan lemari es, bejana sterilisasi aman,  larutan pengawet makanan, dan lain-lainnya. Untuk kisahnya sendiri, akan kuceritakan dibawah ini.  

Pada suatu hari, Arnold yang berusia 10 tahun penasaran bagaimana cara membuat suhu udara tetap dingin agar menghindarkan makanan dari bakteri. Ia pun mencoba membuat benda-benda aneh. Saking anehnya, benda-benda itu bahkan selalu ditertawakan oleh para tetangganya. 

Arnold pantang menyerah, ia tak mendengarkan kata-kata orang. Setelah ratusan kali mencoba, akhirnya ia-- yang hampir putus asa-- mampu membuat lemari es menggunakan sihir. Lemari es itu bisa digunakan sebagai lemari penyimpanan di  laboratorium, pengawet sampel dan makanan, serta pembuatan es balok pengawet ikan. Karena penemuannya, ia pun berhasil mendapatkan gelar Baron, ratusan ribu koin emas, mansion, serta pekerjaan sebagai peneliti.

Ya, orang hebat itu adalah guru sekaligus targetku. Sekarang, sudah lima kali pertemuanku berlalu dengan Baron Ernest, Guru Alkimia favoritku. Waktu yang terus berjalan membuatku semakin mengenali karakternya. Kurasa, sudah cukup bagi kami untuk membina hubungan saling percaya. Karena itu, berikutnya, aku akan mempraktekkan salah satu yang ada di daftar rencanaku.

"Kau membawakan bukuku lagi?" Guruku bertanya.

Kupeluk buku-buku tebalnya di tanganku. "Tidak apa-apa, Guru. Saya ingin membawakannya, sampai kita ke laboratorium saja." 

"Haha, baiklah. Kau selalu saja keras kepala."

Sesampainya di lab, aku menaruh buku-buku tadi di atas meja. Lalu dengan gesit, kuambil beberapa daun lidah buaya dari lemari penyimpanan. Setelah itu, aku menghampiri guru yang telah duduk manis di bangku lab.

"Guru, ada yang ingin saya bicarakan. Tapi ini rahasia. Janji jangan ceritakan pada siapapun!" kataku, menyembunyikan tanaman itu di belakangku.

"Hmm. Baiklah, katakan saja."

"Guru, ini mungkin terdengar konyol untuk Guru. Tapi saya butuh bantuan Guru."

"Bantuan?"

***

Sebelum memasuki dunia ini, aku sempat berkuliah di Fakultas Kedokteran*. Pada tahun terakhir belajar, aku mencari tahu mengenai kandungan dan kegunaan lidah buaya. Hasilnya, lidah buaya memilliki segudang manfaat. Beberapa diantaranya yakni mempercepat penyembuhan luka bakar, memudarkan bekas luka, melancarkan pencernaan, dan sebagai perawatan wajah.

Jujur saja, ilmuku belum sebanyak itu mengenai produk bisnis. Urutan paling pertama produk yang ada di pikiranku adalah lidah buaya karena aku pernah menjadikannya sebagai bahan riset. Oleh sebab itu, aku berusaha mengolahnya sesuai dengan cara yang kuingat.

Produk yang akan kuangkat adalah gel khusus luka bakar. Di masyarakat aristokrat, mungkin belum pernah ada yang memproduksinya. Bisa jadi, orang-orang menganggap ini sebelah mata. Namun ketika perang dengan kaum Alberian berlangsung, ribuan rumah akan terlalap habis oleh api. Tak hanya itu, Dukedom Breeze yang berada di wilayah barat juga terkena musibah kebakaran. Korban terus berjatuhan hingga gel ini akan sangat dibutuhkan Kekaisaran. 

Saat konflik itu melanda, baru kujual produk tersebut sebanyak-banyaknya. Ini akan menguntungkan kedua belah pihak baik penjual maupun pembeli. Aku bisa mengumpulkan uang sekaligus menangani bencana yang terjadi. Bukankah ideku cukup brilian?

I Don't Want The Male Lead's ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang