Bagian 47 : Makan Malam (1)

2.1K 216 3
                                    

Hello, guys! 

Bila lupa dengan jalan cerita, kalian bisa reread chapter sebelumnya

Selamat membacaa✨✨

***

Musim gugur kembali datang dengan harapan panen yang melimpah. Namun, kekeringan masih terjadi di Ibukota.

Para klien membuat banyak permintaan tentang informasi hasil panen dan perdagangan. Jadi, untuk beberapa minggu ke depan, Black Panther kemungkinan belum bisa menghadiri rapat.

Untuk catatan tambahan, kami akan mencoba mencari informasi tentang pria itu. Walaupun itu cukup sulit karena belum banyak data yang terkumpul.

Mohon maaf. Kami akan segera kembali.

Tertanda

Erthen Haymitch

Setelah memindai isinya, kulipat selembar kertas itu dengan rapi. Api lilin hangat mengubah lipatan kertas menjadi abu dalam sekejab.

Sepertinya, Erthen sedang sibuk dengan pekerjaannya. Aku tak punya pilihan lain selain menunggunya. Rasanya, tak enak bila aku menghambat urusan Erthen. Kesibukannya tidak hanya menolongku saja. Jadi, akan lebih baik bila aku tak mengiriminya surat untuk sementara waktu.

"Sepertinya, aku belum bisa keluar negeri."

Yah, itu tak masalah. Aku tak perlu melaksanakan rencanaku dengan tergesa-gesa. Perlahan, tapi pasti, semoga saja semua tetap berjalan sesuai perkiraan.

Kini, kutatap refleksi bayanganku yang terpantul di cermin. Rambut biru panjang nan berkilau. Mata yang sedamai air laut. Paras lembut yang mampu melunakkan hati. Bahkan, sekuntum mawar biru pun perlu menyembunyikan dirinya agar tak menarik koloni serangga.

Senika. Getir membayangkan akhir hayat pemilik raga ini. Keindahannya tiada guna bila hal itu membuatnya menderita.

Tak

Aku menggelengkan kepala dengan keraguan yang menyelimuti.

Tidak, selama urat nadiku masih berdenyut, aku tak akan membiarkan nasib naas menimpaku.

Tinggal selangkah lagi supaya aku dapat keluar dari tragedi memuakkan ini.

Aku pasti bisa.

Perlahan, telunjukku menyentuh mata cincin neagra. Butiran pasir mengumpul di area tubuhku dan akhirnya, bayangan wanita dalam cermin tersamarkan dengan sosok lain. Wanita asing dengan pigmen rambut hazel yang mengkilap.

Merliana Haymitch.

"Astaga!"

Kulirik jam kayu yang berada di meja rias. Kedua jarum jam telah menunjukkan pukul 07.15 PM, yang mana aku sedikit terlambat dari waktu yang dijanjikan.

"Aku harus berangkat sekarang!"

Segera, kusambar tas kecil dan mantel coklat yang menggantung di tiang gantungan. Tak lupa, kuselimutkan kain itu ke tubuhku—yang telah terlapis gaun merah. Lantas, kakiku menapak buru-buru menjauhi pintu rumah.

***

Sepuluh menit bergulir cepat. Aku melangkah lunglai karena keletihan berlari malam-malam. Sungguh, aku menyesal mengenakan sepatu boots yang menyulitkan perjalanan. Aku harus berdandan rapi sampai seperti ini karena "dia" yang mengancamku demikian.

I Don't Want The Male Lead's ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang