Bagian 17 : Peri Air

6.3K 981 24
                                    

"Apa maksudmu bertanya begitu? Tentu saja kau anak Ayah dan ibu. Serena juga demikian."

"Bukan begitu."

"Lalu apa?!" lantangnya.

Seluruh keberanian kukumpulkan. Dengan sedikit rileks, aku membuka mulut, "Ayah, begini, sebenarnya aku baru menemukan fakta kalau aku bisa menggunakan sihir penyembuh. Sihir itu hanya dimiliki peri air, peri es dan keturunannya. Maksudku, bagaimana ini bisa terjadi kalau darahku hanya darah dari manusia?"

Raut wajah Ayah yang sudah keriput semakin mengerut. Tangannya mengepal di atas lutut. Lengan dan kakinya mengalami tremor. Ayah tercengang dengan pengakuanku yang mendadak. "Tahu darimana?" lirihnya.

Dengan berusaha tenang, aku menjawab, "Seorang teman memberitahuku. Ia juga membantuku membuat 'Elixir of The Blue.'"

Ayah memegangi keningnya erat. Nafas berhembus kasar dari mulutnya.Kakinya pun menyilang. Ia sedang memilah kata yang tepat untuk dilontarkan. "Baik. Ayah akan menjawab semuanya. Semoga kau tidak terlalu terkejut."

Kupegang  permukaan tulang sternum di dadaku. "Aku siap, Ayah."

"Ibumu adalah peri air."

Aku melongo. Barusan aku seperti  mendengar "peri air."

"Apa?"

"Ya, tepatnya mantan."

"Mantan? Ibu ... sebelumnya peri air?"

 "Iya."

"Bisa Ayah ceritakan bagaimana detailnya?"

Ayah mengelus janggut tipisnya. "Jadi dulunya, ibumu seorang peri yang bersembunyi dari ketamakan manusia. Setelah perjalanan yang panjang, ia akhirnya menemukan perlindungan. Ia diadopsi oleh pasangan Baron Erlyene yang sudah renta. Ketika keduanya meninggal, ibu bertemu dengan Ayah. Ibumu berubah menjadi manusia setelah kami menikah."

Fakta yang dramatis. Sekali lagi, aku menyadari bahwa aku berada di dalam dunia fantasi. 

Jadi begitu. Singkatnya, di dalam tubuh Senika mengalir darah campuran peri dan manusia. 

Kalau memang demikian, bagaimana dengan Serena? 

"Senika, berjanjilah pada Ayah untuk tidak memakai kekuatan itu. Jangan beritahukan juga pada siapapun."

"Mengapa?"

"Kau sudah mendengar sendiri cerita tentangnya. Seandainya orang-orang mengetahui itu, mereka akan memburumu untuk dimanfaatkan."

Aku menelan ludah, lalu mengangguk.

***

Sorenya, aku menuju ke danau. Sudah menjadi kebiasaanku mencari udara segar di sini. Bila aku tetap di mansion dan halaman,  pelayan dan penjaga ada di mana-mana. Rasanya seperti aku sedang diawasi. Beruntungnya, aku bisa kabur melalui rute halaman belakang.

"Sedang apa?" tanya Louis, mendapatiku membaca buku di bawah pohon. 

Kondisinya kian hari kian membaik. Ukiran di tubuhnya meredup. Bekasnya menyempit di lokasi pipi, lengan, dan kaki bagian kanan. Ia juga makin berisi. Lega melihatnya tumbuh semakin sehat.

Aku mengendikkan bahu tanpa menoleh ke arahnya. "Kau lihat," datarku.

Louis merebut buku yang kupegang. Ia mengangin-anginkannya. 

"Hei, kembalikan!" Aku meloncat, berusaha meraih buku bersampul hijau itu.

"Hmm. 'Mahluk Mitologi' ya?" Louis mengeja judulnya sambil memiringkan kepala.

I Don't Want The Male Lead's ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang