"Senika, apa kau ada masalah?"
Sedari kemarin Serena terus menanyakan hal itu padaku. Pertanyaan dengan pola kalimat yang sama.
"Tidak. Apa menurut Kakak aku terlihat begitu?" sangkalku.
Serena memicingkan matanya ke arahku. "Apa kau tidak sadar? Mukamu pucat pasi seperti orang sakit. Berkebalikan dengan kantung matamu. Dua-duanya hitam pekat, persis seperti panda," jelasnya.
"Benarkah?"
Refleks, kuraba kantong mataku. Keduanya memang terasa menonjol. Aku pun menaikkan ujung mataku, barangkali hal itu bisa mengurangi resiko penuaan. Serena yang memperhatikanku berdecak keheranan.
"Kau terlihat murung sekaligus terus mengurung diri di kamar. Apa yang mengganggumu?"
"Sudah kubilang, aku baik-baik saja."
Serena memukul telapak tangannya sendiri dan menggeram, "Beritahu aku, siapa yang membuatmu seperti ini. Akan kubuat dia jadi Marionette!" seraya memijat jari-jarinya yang mengepal. "Apa Putra Mahkota yang sok keren itu?" tebaknya.
Gila, tebakannya hampir benar. Sayangnya, kali ini bukan gara-gara Luke.
"Kakak, Kakak kan janji tidak melakukan kekerasan!" protesku.
"Jadi benarkah karena pria kuning itu?"
Perutku tergelitik dengan sebutannya. "Hahahah, apa-apaan itu pria kuning? Bagaimana bila Kakak dihukum karena menghina keluarga Kekaisaran?" kekehku.
Serena mengibaskan rambutnya dengan yakin. "Aku tidak peduli. Aku sangat tidak suka dengannya! Apa-apaan itu, kemarin orang itu mengganggumu dengan mengajak berdansa."
Durja Serena terus menekuk. Dengan enggan, dipungutnya sulaman yang belum selesai ia kerjakan.
"Hahaha. Kakak cemburu?" godaku.
"Huh! Siapa bilang!" ketusnya.
Aku tergelak, menyadari betapa gengsinya kakak perempuanku ini. Ia menyangkal, namun rona di pipinya itu tidak bisa berbohong. Lima tahun lalu ia cukup polos untuk mengakui. Seiring berjalannya waktu, harga dirinya semakin meninggi.
"Baguslah," kata Serena.
"Baguslah apa?"
"Bagus, kau sudah tertawa sekarang."
Bibirku merapat. Kembali, pikiranku melayang ke masalah yang mengingatkanku. Kilas balik kejadian itu terkhayal.
***
"Saya ingin menjadi calon istri Anda."
Entah bagaimana kalimat itu terlontar dari mulutku. Kukumpulkan seluruh keberanianku. Aku cukup percaya diri kalau rencana ini akan berhasil.
"Apa alasannya?" Viscount Mazden bertanya. "Apa untungnya bagi Lady? Apakah Anda mencintai saya?"
Kututupi kegugupanku dengan memegang erat cangkir tehku. Kucoba untuk berterus terang, "Tidak. Saya hanya membutuhkan calon suami juga untuk menghindari seseorang."
Mazden menghela nafas panjang. Ia meregangkan kaki dan tangannya, bersiap mengatakan sesuatu. "Lady, terimakasih atas lamarannya. Tapi saya tidak bisa memenuhinya."
"Saya belum selesai menjelaskan."
"Kalau begitu, coba Lady jelaskan."
"Begini, orang itu berbahaya untuk saya dan keluarga Chester. Untuk mencegah bahaya itu, saya akan bekerja sama dengan Anda. Anda bisa bercerai jika Anda menginginkannya. Hanya sampai keluarga kami aman. Mari kita membuat kontrak!" tawarku.

KAMU SEDANG MEMBACA
I Don't Want The Male Lead's Obsession
FantasySenika Chester adalah seorang Lady "Mawar Biru" yang paling dicintai sekekaisaran. Ia memiliki segalanya; mulai dari kecantikan, kekuatan, kehormatan, hingga kekasih impian para gadis. Hidupnya diberkahi berwarna-warni kasih sayang yang tiada hentin...