Bagian 29 : Penculikan

5.5K 821 17
                                    

Satu bulan berlalu sejak kunjungan Putra Mahkota. Seperti biasa, penghuni mansion Chester kembali ke rutinitasnya. Mulai dari Ariadna yang biasa membantuku mandi dan berganti pakaian, Erthen dengan latihan fisiknya, ayah dengan secangkir kopi beserta korannya, dan Serena dengan teh chrysathemum-nya.

Selama itu, Luke tidak membuat pergerakan sama sekali. Kukira, minimal ia akan mengirimiku sepucuk surat---sebatas mengabarkan sesuatu. Namun hal itu tidak terjadi. Ia seakan menghilang tanpa jejak setelah mengungkapkan perasaannya.

Sebenarnya tidak apa-apa. Mungkin saja, Luke mempunyai kesibukan sesuai berita yang tersebar---bahwasannya ia melakukan inspeksi terhadap Dukedom Willard yang dilanda kebakaran. Atau, barangkali dia sudah menyerah?

Jikalau berita tersebut benar, itu bagus. Sebab, aku bisa terhindar dari tragedi yang selalu kukhawatirkan. Namun, mengapa sosoknya itu belum terhapus juga dari ingatanku?

Aku jadi bertanya-tanya. Apakah tutur katanya kemarin hanyalah pemanis?

Tidak. Mengapa aku terus memikirkannya begini?

Hah, ini berlawanan dengan prinsipku.

Senika membenci cinta, begitu pula denganku.

Di kehidupan sebelumnya, aku pernah memiliki seorang kekasih. Ia adalah pria yang lumayan baik. Reputasinya sebagai ketua klub musik sudah cukup menjadi alasan mengapa dirinya digemari oleh para wanita.

Namun, dia memilihku. Malam itu, dia mengakuinya melalui melodi indah yang dimainkannya. Petikan gitar yang terdengar lembut, harmoni lagu yang membelai telinga, puisi yang tulus dibuat dari lubuk hati. Pengakuan yang sangat manis sampai aku menghabiskan lima lembar tisu karena terharu.

Kau tahu? Itu kala pertamanya aku dicintai oleh seseorang. Tentu saja, aku langsung menerima pernyataan cintanya tanpa membuatnya menunggu. Dirinya begitu gembira sampai menraktir teman-temannya waktu itu.

Pada awalnya, kisah kami berlalu bahagia. Hubungan kami awet hingga bertahun-tahun lamanya dengan ribuan kenangan. Sampai suatu hari, kami berada di satu titik di mana hubungan itu menjadi beracun.

Kekasihku lelah dengan sifatku yang suka bergantung dengannya.

Sejujurnya, aku bersikap seperti itu karena aku tidak memiliki siapapun. Hanya dialah satu-satunya tempatku bersandar. Sosok yang paling kupercaya, kucintai, dan dapat kuandalkan. Namun lama kelamaan, dia semakin risih denganku yang terlalu mencintainya.

Karena itu, dia perlahan berubah. Satu demi satu tanda masuk ke benakku. Drama pertengkaran nyaris menjadi santapan sehari-hari. Hingga akhirnya, sesuatu terjadi. Pria itu sengaja menduakanku dengan wanita lain.

Alasannya? Klise. Katanya wanita itu berhasil membuatnya nyaman dan tidak membebaninya dengan banyak keluhan.

Oke. Mungkin, baik aku maupun dirinya sama-sama bersalah. Tapi tetap saja, ini buruk.

Wanita mana yang tidak sakit hati dengan pengkhianatan?

Apalagi dia sudah berjanji akan menikahiku saat usiaku menginjak 23 tahun.

Namun nyatanya, pada usiaku yang ke-23, dia bukan menikahiku, tapi wanita itu!

Bahkan dia sampai hati mengundangku ke acara pernikahannya---yang tanggalnya selisih beberapa hari dari hari ulang tahunku. Bayangkan, betapa sakitnya aku ketika undangan itu tergenggam tanganku.

Duniaku yang berpusat padanya seketika hancur. Kenangan indah yang terukir berubah menjadi kenangan pahit. Pilar-pilar kepercayaan runtuh oleh kejamnya realita. Pada akhirnya, aku menelan pelajaran tentang buruknya cinta.

I Don't Want The Male Lead's ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang