"Semua tiga koin perak, Nona."
Aku merogoh tas kulitku. Kemudian, memberikan beberapa keping perak ke penjual apel.
"Terima kasih," ucap sang penjual.
Sehabis menerima sekantung apel, aku berjalan menjauhi deretan kios. Selain buah, aku juga membawa beberapa lipat pakaian pria. Aku membelikannya untuk seseorang yang akan tinggal sementara di klinikku.
Menyusuri jalanan lenggang, aku mengulang kembali cuplikan adegan tadi pagi. Sebuah pertemuan tak terduga setelah sekian lama kami tak berjumpa.
***
"Siapa kau sebenarnya?"
Sepasang matanya menilikku tanpa bergeser. Dari tatapannya saja, aku bisa merasakan intimidasi yang mencengkam.
Detak jantungku terus berpacu, membalap kinerja otak untuk mencari jalan keluar. Orang ini ... selalu saja membuat perasaanku naik-turun seperti kereta luncur.
"Di mana kesopananmu?" Aku bertanya dengan sedikit goyah. Dengan sisa kepercayaan diri, aku menampik kedua lengannya. "Begitukah caramu berkenalan dengan seorang gadis?"
Ia berkedip beberapa kali. Setelah itu, ia berdeham sembari merapikan rambut halusnya. Kemudian, memundurkan dirinya satu langkah.
"Lalu, bolehkah aku tahu siapa namamu?" Selagi bertanya, tangan besarnya mengulur ke arahku.
"Merliana. Aku dokter baru di desa ini." Kujabat tangannya yang ternyata ... sangat kasar. Tentu saja, itu karena kulit kapalnya yang tebal. "Bagaimana denganmu?" lanjutku.
Ia melepaskan pegangan tangannya. Lalu, membungkuk untuk memungut baju tunik Erthen yang terlempar di lantai.
"... is."
"Huh?"
Ia pun menyampirkan tunik itu ke lengan kirinya. Kemudian, menegapkan badannya yang tampak kokoh. Dengan tegas, ia berkata, "Panggil saja 'Louis'."
Deg
Sepertinya aku salah mendengar sesuatu.
"Louis?" Kuulang nama itu dengan jeda beberapa detik.
"Ya, aku seorang ksatria."
"...."
Mendadak, tenggorokanku tercekat. Mulutku membungkam seribu bahasa. Tanganku terhempas karena lemas.
Benarkah dia Louis?
Coba kulihat dia baik-baik.
Rambut hitam lurus yang segelap langit malam. Manik mata pekat yang khas. Tubuh atletis yang terlatih dan tangan yang penuh kapal.
Mengapa aku baru menyadarinya?
Bocah yang kuanggap seperti adik kecilku. Teman pertamaku. Anak yang pergi berperang melawan suku Alberian itu. Betulkah ia adalah pria asing yang berdiri di hadapanku?
Kalau memang benar ....
Kalau memang benar itu dia ....
Aku ingin memegangnya sekali saja. Menyentuh pipinya, mencubitnya, memastikannya kalau dia adalah orang yang sama yang telah lama kucari. Akan tetapi, ego ini menghalangiku melakukannya. Aku belum bebas karena tertahan oleh topeng yang menjaga jati diriku.
"Siapa?" tanyaku, dengan kepala menunduk, "dari awal, kau terlihat seperti mencari seseorang."
Ia pun kembali mendekat. Selepas mengangkat daguku, pria itu mengatakan, "Kau tahu?"
Lalu, ia menyentuh pipiku seraya menatapku dengan sorot misterius. "Dia. Kekasih Putra Mahkota yang menghilang."
Deg!

KAMU SEDANG MEMBACA
I Don't Want The Male Lead's Obsession
FantasíaSenika Chester adalah seorang Lady "Mawar Biru" yang paling dicintai sekekaisaran. Ia memiliki segalanya; mulai dari kecantikan, kekuatan, kehormatan, hingga kekasih impian para gadis. Hidupnya diberkahi berwarna-warni kasih sayang yang tiada hentin...