Bertekad

1.1K 111 37
                                    

Calvin terbangun ketika suara dering ponsel berbunyi nyaring di dekat telinga. Tangannya meraba-raba mencari benda itu dan segera mendekatkan ke telinga saat menjawab panggilan masuk. "Halo."

Calvin mengernyit, memaksa matanya terbuka ketika suara khawatir mamanya terdengar dari sambungan telepon. "Oka kenapa Ma?" Spontan Calvin bangun, matanya terbuka lebar saat sang mama memberitahu perihal Oka—putra semata wayangnya. "Oka jatuh? Kok bisa? Terus gimana keadaannya? Nggak parah 'kan?"

Calvin terlihat cemas, bagaimana tidak cemas jika anaknya jatuh di kamar mandi sampai harus dilarikan ke rumah sakit segala. Apalagi dengan posisinya yang masih berada di luar kota, pikirannya jadi kalut dan tak karuan.

"Ya lumayan, tangan kanannya terkilir dan harus dipasang gips. Dari tadi nangis manggil-manggil Oca. Apa pekerjaan kamu masih lama? Kalau bisa ditinggal tolong pulang dulu ya. Mama nggak tega lihat Oka kesakitan begitu, kayanya dia butuh Oca banget," ujar mama Calvin menjelaskan keadaan Oka yang sedang ditangani sama Dokter.

Calvin menghela napas panjang, memijit kepalanya yang berdenyut. Sejujurnya pekerjaannya belum selesai, hari ini ia harus menemui klien sekaligus meninjau pembangunan proyek resort. Namun, mengingat bagaimana Oka jika sedang sakit, membuat Calvin tak tega dan bimbang memikirkan keputusannya.

"Calvin usahain ya Ma, semoga saja semuanya bisa aku selesaikan hari ini. Jadi malam bisa langsung terbang ke Jakarta," ucap Calvin pada akhirnya, meski ragu apakah ia bisa meyakinkan kliennya dengan sekali pertemuan.

"Yaudah, Oca mana? Seenggaknya suruh Oca hibur Oka bentar biar nggak nangis terus. Dari tadi nangis nggak berhenti-berhenti. Mama bingung soalnya Oka nanyain Oca mulu."

Mendengar mamanya menanyakan Oca, Calvin pun menoleh ke sisi ranjang dan saat itulah ia menyadari kalau istrinya itu tidak ada. "Oca." Calvin mengedarkan pandangan ke sekeliling, ruangan kamarnya tampak sepi dan tidak ada tanda-tanda kehadiran Oca di sini.

"Oca," panggil Calvin, beranjak dari kasur menuju ke kamar mandi. Siapa tahu Oca ada di dalamnya. Namun ternyata, Oca tidak ada di dalam kamar mandi. Tentu saja hal tersebut membuat Calvin panik. "Ca, kamu di mana?"

"Ada apa Vin?" Suara sang mama menginterupsi Calvin yang sedang mondar-mandir mencari Oca.

Calvin tidak mungkin bilang pada mamanya kalau Oca nggak ada di kamar, alias menghilang. Ia tak ingin menambah kekhawatiran mamanya, mengurus Oka yang rewel saja pasti sudah sangat berat. Lantas, Calvin pun mengakhiri panggilan telepon dengan dalih ingin menyusul Oca terlebih dahulu yang pergi ke pantai. Meski Calvin tak yakin apakah Oca benar-benar ke pantai, atau malah kabur entah ke mana.

"Nanti Calvin telepon lagi, titip Oka ya Ma." Setelahnya Calvin memutuskan sambungan telepon.

Calvin mengembuskan napas berat, mengusap kasar wajahnya. "Kamu ke mana si, Ca?"

Berharap bisa menemukan Oca di pantai, Calvin berniat akan ke sana. Namun, ketika baru saja membuka pintu, wajah wanita yang sedang ia khawatirkan muncul di depannya. "Oca?" Calvin akhirnya bisa bernapas lega melihat Oca dalam keadaan baik-baik saja. Ia sempat cemas, takut Oca tenggelam lagi kaya kemarin. "Kamu dari mana aja? Kenapa nggak bilang kalau mau pergi-pergi?"

"Lo khawatir?" tanya Oca dengan polosnya.

Calvin mendengkus pelan. "Kalau aku nggak khawatir, aku nggak bakal nanya kamu dari mana. Aku udah masa bodo kalau nggak peduli sama kamu, mau kamu mati sekalipun."

Oca membuka mulut, bersiap membalas ucapan Calvin. Tapi sialnya, suara wanita lain menginterupsi, membuatnya jengkel ketika mengenali suara tersebut.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 22, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Little WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang