Peringatan keras baca ini jangan pas puasa ya. BAHAYA!! 😜
Calvin mengembuskan napasnya kasar, saat Oca membanting pintu mobil dan berjalan masuk ke rumah. Calvin bersandar sembari memijit pelipis, memejamkan matanya sejenak.
"Oka harusnya kamu tidak bilang soal Mrs. Reni. Kamu 'kan tahu mama kamu itu temperamen, kalau marah ngalahin diemnya patung pancoran. Kamu gak kasihan sama papa?" Calvin membuka mata, karena tak mendapat sahutan dari Oka.
"Oka?" Calvin melongo ketika menoleh ke bangku belakang sudah kosong, matanya semakin melebar kala melihat Oka berlari masuk ke dalam.
"Dah Papa!" teriak Oka, bocah itu melambaikan tangan. Berhenti di depan pintu lalu berbalik. Kalian tahu apa yang dilakukannya, Oka menjulurkan lidahnya. Mengejek Calvin.
Memang benar-benar minim ahlak!
Calvin mendengus, kenapa Oka bisa semenyebalkan dirinya. Bocah itu selalu kabur setelah mengadu domba orangtuanya. Mulut Oka memang perlu dirukiyah.
"Dia anak siapa si?!" gerutu Calvin. Ia membanting pintu mobil saking kesalnya.
Tak lama ponselnya tiba-tiba berbunyi, Calvin langsung mengangkatnya. "Halo."
Calvin berjalan memasuki rumah. "Oh, iya gue pasti dateng. Kapan?" Calvin melirik sekilas Oca yang membuang muka saat melihat dirinya masuk.
Tukang ngambek! Batinnya.
"Siap. Pasti, pasti. Gue pasti dateng." Calvin meneruskan langkahnya, menaiki tangga sembari melepas dasi. "Gue cek dulu deh ...."
Oca mendengus, mencebikkan bibirnya. Ia berkomat kamit menirukan Calvin yang sedang menelepon, sesekali Oca akan membanting sesuatu agar menimbulkan bunyi nyaring yang jelas mengganggu Calvin.
Oca memang selalu begitu, seperti anak kecil. Mencari perhatian ketika marah. Tapi sok jual mahal saat diperhatikan.
Hingga malam tiba, Oca masih mendiamkan Calvin. Oca sibuk memasak, tak peduli dengan Calvin yang bergelayutan di belakangnya.
"Sayang udah dong ngambeknya," kata Calvin. Ia memeluk Oca dari belakang, menumpukan dagunya di pundak Oca.
"Minggir!" Oca mengedikkan bahunya, merasa tak leluasa bergerak.
"Gak! Sebelum kamu maafin aku." Calvin enggan melepaskan, malah semakin mengeratkan pelukannya.
"Aish!" Hilang sudah kesabaran Oca. Hampir saja centong di tangannya melayang ke kepala Calvin, beruntung Calvin refleks menjadikan tangannya sebagai perisai. "Diem gak! Lama-lama aku ceburin kamu ke dalam panci!" ketus Oca.
Calvin mengembuskan napas kasar, frustasi menghadapi Oca yang sedang dalam fase marah. "Dasar tukang ngambek, gak gue kasih jatah baru tau rasa!" gerutu Calvin, berjalan menunu meja makan.
"Bodo amat! Gak peduli! Gak butuh!" teriak Oca, seketika Calvin membungkam mulutnya. Kok denger si!
Oka terkekeh geli, melihat drama kedua orangtuanya. Layaknya sitkom suami-suami takut istri. "Papa emang payah! Masa sama mama aja takut," cibir Oka, mengompori sang papa.
"Diem kamu! Ini semua juga gara-gara kamu. Mulut kamu bocornya gak tanggung-tanggung, kenapa gak sekalian aja ceritain semua." Calvin mendengus. Meluapkan semua unek-uneknya pada bocah kecil yang duduk di hadapannya.
"Oh gitu ya Pa." Oka mangut-manggut lalu menyeringai. "Ma! Papa kemarin mampir ke rumah Mrs. Reni. Papa juga sering anterin Mrs. Reni pulang, kadang ... mmmmph." Oka berontak, menggelengkan kepalanya karena Calvin langsung membekap mulutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Wife
RomanceTujuh tahun menjalani bahtera rumah tangga, nyatanya tak membuat Oca berubah. Meski dia sudah punya ekor satu, Oca masih sama seperti gadis berumur delapan belas. Menolak tua! Meski begitu tak membuat rasa cinta Calvin luntur, walaupun Oca masuk kat...