Calvin menghembuskan napas kasar lewat mulutnya saat Oca menutup pintu kamar begitu saja. Untuk saat ini Calvin harus ekstra sabar menghadapi sikap Oca yang seperti anak-anak.
Calvin kembali ke ruang makan, di mana Oka tengah duduk manis menunggunya.
"Oka, mau makan apa?" tanya Calvin saat tiba di meja makan.
"Mi oyeng," jawab Oka.
Calvin memicingkan matanya. "Bukannya baru kemarin Oka makan mi instan? Yang lain saja, gak baik makan mi mulu." Calvin memakai apronnya.
"Tadi nanya, giliran dijawab bilang gak boleh." Oka memberengut kesal.
"Gimana kalau sop?"
"Emang Papa bisa? Terakhir kali, sopnya gosong," kata Oka mengingatkan kejadian tiga hari yang lalu, di mana Calvin berniat membuat sop tapi dia malah meninggalkannya sampai kering dan mengakibatkan pancinya gosong.
Calvin menyengir, menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Kalau gitu nasi goreng aja ya?"
"Hm." Oka memasang ekspresi datar, tapi bibirnya berkomat-kamit. "Tadi jangan nanya, kalau ujung-ujungnya nasi goreng lagi, nasi goreng lagi."
Calvin mendengus geli, meski Oka berucap pelan. Namun Calvin masih bisa mendengarnya. Oka memang mirip sekali dengan Oca, walau bibirnya terlihat terkatup tetapi diam-diam mulutnya menggerutu di belakang.
Calvin fokus menyiapkan bahan pelengkap, seperti sosis, bakso, telur dan juga bumbu instan nasi goreng. Kalau cuma buat nasi goreng Calvin masih bisa, karena ada bumbu instan. Lagi pula selama ini Oca juga masak pakai bumbu instan, jadi rasanya gak beda jauh dengan buatan Oca.
"Papa, Oka mau ke kamar dulu ya."
"Ngapain?"
"Mau ambil mainan."
"Jangan lama-lama."
"Siap Papa Bos." Oka turun dari kursi, berlari menuju kamarnya.
"Jangan lari, nanti jatuh!" teriak Calvin.
Oka tetap berlari tanpa menghiraukan teriakan Calvin. Membuat Calvin geleng-geleng kepala melihatnya, lalu kembali melanjutkan masak. Dengan cekatan dia menuang semua isiannya kemudian memasukkan nasi tiga porsi ke wajan. Memberikan bumbu instan dan tambahan kecap. Tak butuh waktu lama akhirnya nasi goreng buatan Calvin sudah jadi.
"Oka, nasi gorengnya udah jadi!" teriak Calvin dari dapur. Dia heran kenapa Oka tidak turun lagi.
"Oka!"
"Oka, turun. Makan dulu!"
Calvin mengembuskan napas kasar. Pantas saja Oca sering teriak-teriak. Ternyata begini rasanya mengurusi Oka yang susahnya minta ampun. Lagian Oka ngapain gak turun-turun, apa dia ketiduran? Pikir Calvin.
Calvin melepaskan apron, lalu bergegas menyusul Oka ke kamar. Namun saat Calvin sampai, dia heran melihat Oka justru sedang berdiri di depan kamarnya yang sedikit terbuka.
"Oka, kamu ngapain?"
Oka menoleh. "Papa, mama———"
"Mama kenapa?"
"Mama pingsan." Oka menunjuk ke dalam kamarnya.
Calvin segera masuk dan benar saja, Oca meringkuk di tepian ranjang tak sadarkan diri.
"Mama tadi kesakitan Pa," adu Oka, mendekat ke samping ranjang.
Calvin meluruskan posisi Oca, mengambil buku album yang didekapnya dan meletakkannya di meja. Menarik selimut sampai sebatas dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Wife
RomanceTujuh tahun menjalani bahtera rumah tangga, nyatanya tak membuat Oca berubah. Meski dia sudah punya ekor satu, Oca masih sama seperti gadis berumur delapan belas. Menolak tua! Meski begitu tak membuat rasa cinta Calvin luntur, walaupun Oca masuk kat...