Oh, shit!
Mata Calvin nyaris lompat dari tempatnya, gerakan Karina yang tiba-tiba memeluknya, membuat Calvin terkejut, kesal dan tak habis pikir dengan tindakan wanita itu.
Apa dia gila? Tentu, jika tidak, wanita itu tidak akan berani memeluk Calvin yang tidak lain adalah atasannya sendiri.
Calvin menggeram, tangannya refleks mendorong Karina sampai wanita itu terjungkal jatuh ke lantai. Tanpa peduli dengan ringisan Karina, Calvin melemparkan tatapan nyalang, rahangnya mengeras dengan bola mata melotot.
"Apa-apaan kamu?!" Suara lantang Calvin berhasil membuat Karina bergidik, ngeri. Nyalinya menciut, euforia bahagia yang sempat dirasakan sesaat seketika sirna. "Saya tidak peduli kita teman lama ataupun memiliki hubungan di masa lalu, tapi saat ini kamu berada di ruangan saya dan posisi kita sebagai atasan dan sekretaris. Apa kamu paham?"
Karina menunduk, pipinya memanas, takut bercampur malu. "Maaf." Hanya kata maaf yang mampu terucap dari bibir wanita itu.
Calvin menyugarkan rambutnya ke belakang, mengembuskan napas kasar. "Harusnya kamu tahu sikon, tidak seharusnya kamu lakukan hal seperti tadi. Bagaimana jika ada karyawan yang melihat, apalagi ruangan ini dilengkapi dengan kamera CCTV. Kamu bodoh ...." Calvin menjeda ucapannya, berusaha menahan emosi yang menggebu-gebu. "Sebaiknya kamu keluar sekarang, sepertinya kamu tidak cocok bekerja di sini."
"Apa?" Karina mendongak, tak percaya dengan apa yang baru saja didengar. Dia dipecat, di hari pertamanya bekerja? "Tapi———"
"Masih untung saya——"
"Maaf, maafkan saya. Harusnya saya bisa lebih mengendalikan diri, sungguh saya tidak bermaksud melakukan hal seperti tadi. Tolong Pak Calvin, beri saya kesempatan." Karina bersimpuh, memegangi kedua kaki Calvin, berharap pria itu akan memberikan kesempatan kedua. Dia merutuki tindakannya yang terlalu gegabah, harusnya Karina lebih bisa menahan diri untuk beberapa waktu ke depan.
Calvin menghela napas berat, berusaha menarik kakinya. Tangannya menekan tombol interkom. "Dina, ke ruangan saya sekarang juga."
"Pak Calvin, saya mohon ... jangan pecat saya. Maafkan saya, tadi saya khilaf." Karina terus memohon.
"Harusnya tadi kamu berpikir terlebih dahulu sebelum melakukan hal itu. Asal kamu tahu, saya sudah menikah. Orang-orang akan berspekulasi negatif terhadap saya gara-gara tindakan lancang kamu!" sarkas Calvin. "Saya juga tidak mau melukai perasaan istri saya, dia bisa salah paham jika melihat hal seperti tadi."
Menikah?
Karina tertegun ketika mendengar penyataan status Calvin. Tapi dengan siapa Calvin menikah? Yura? Jelas bukan, Karina memang baru kembali ke Indonesia setelah beberapa tahun tinggal di Australia, meski belum bertemu dengan Yura lagi, tapi dia tahu kalau Yura menikah dengan seorang Dokter. Lantas siapa yang menjadi istri Calvin? Karina jadi penasaran, secantik apa wanita itu, sampai Calvin begitu menghargai perasaanya. Wanita yang sangat beruntung.
"Permisi, Pak." Kedatangan Dina, menyadarkan Karina dari lamunannya. "Ada apa Pak? Ada yang bisa saya bantu?"
"Bawa dia keluar, kamu beritahu job desk dia di sini, apa saja yang harus dia lakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan serta sangsi tegas jika ketahuan melanggar." Calvin beralih menatap Karina yang sudah beranjak berdiri. "Kali ini saya maafkan, tapi lain kali saya tidak segan-segan untuk pecat kamu."
"Iya, Pak. Terima kasih," ucap Karina, tanpa berani menatap Calvin.
Ucapan Calvin memancing rasa penasaran Dina, apalagi melihat Karina tertunduk, jelas ada sesuatu yang terjadi. Namun Dina bukanlah karyawan kepo, dia mencoba tak acuh dan mengikuti perintah Calvin untuk mengajari Karina tentang job desk-nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Wife
RomanceTujuh tahun menjalani bahtera rumah tangga, nyatanya tak membuat Oca berubah. Meski dia sudah punya ekor satu, Oca masih sama seperti gadis berumur delapan belas. Menolak tua! Meski begitu tak membuat rasa cinta Calvin luntur, walaupun Oca masuk kat...