Seraya melangkahkan kaki keluar dari ruangan, Arrayan menatap layar ponselnya. Banyak notifikasi dari grup mereka yang menyuruh lelaki itu untuk segera ke kantin universitas yang ada di lantai dasar, sedangkan ia baru menyelesaikan mata kuliahnya beberapa menit lalu.
Tangan kanannya memegang ransel yang hanya Arrayan kenakan di satu pundak, tangan kirinya memegang ponsel, tak lupa dengan novel di bagian belakang.
"YAH SI RAYAN TELAT!" bang Atuy berteriak cukup keras. Kantin serasa milik sendiri. Sedangkan yang lain masih tergelak ditempatnya, juga Wira yang hanya diam menunduk.
Membuat Arrayan dengan cepat duduk diantara mereka semua, ia menghela nafas sebentar, berlari dari lantai empat tidaklah mudah kawan.
"Ada apaan? Rame banget di grup." komentar Arrayan. Ia menatap satu persatu orang disekitarnya, agak aneh. Mencurigakan memang.
Bang Tama yang hanya mesam-mesem dari tadi ikut membuka suara, "Si Wira lagi membanting harga diri," ujarnya.
"Ngakak anjing, baru kali ini aing ngeliat si Wira berani gitu." timpal Juna.
"Kalo primadona udah berani banting harga diri, berarti bakal serius," Tiway berujar sembari merangkul Wira, membuat Arrayan juga ikut menatapnya.
Wira itu salah satu yang paling dekat dengan Arrayan daripada yang lain. Mahasiswa kedokteran paling kalem dan berwibawa. Kalau kata adik tingkat mah calon imam yang baik, tidak banyak bicara pula.
"Lo kenapa wir?" tanya Arrayan penasaran. Wira menggeleng, enggan menjawab. "Ga beres nih, si Wira diapain?" ia bertanya lagi dengan nada serius ke arah mereka semua. Membuat tawa yang lain bertambah keras. Maklum sudah tidak ada gengsinya, nanti-nanti saja kalau mau tebar pesona.
"Lo percaya ga kalo Wira abis ngedeketin cewe?" tanya bang Atuy.
"Bukan kebalik?"
"Nah itu. Disini Wira yang lagi membanting harga diri. Baru denger kan lo si Wira ngedeketin cewe? Apalagi secara langsung anjing ngakak."
"Aing ngakak banget pas mukanya sama-sama polos terus si Wira nyodorin coklat," timpal Juna.
Arrayan belum paham, maksudnya apa dan pada siapa. Walaupun memang agak aneh seorang Wira yang gengsinya setinggi langit mau untuk mendekati perempuan.
"Ke siapa?" tanyanya penasaran.
"Ke Anaraya, lo tau kan orangnya?" Tiway balik bertanya, membuat Arrayan terdiam sebentar untuk menetralkan ekspresi wajahnya.
Bukannya Anaraya tidak makan coklat?
"Terus diterima?" ia bertanya lagi.
Wira yang sedari tadi menunduk mulai kembali menegakkan wajahnya, "Diterima, mungkin karna ga enak kalo nolak." ujar lelaki itu.
"Jangan gitu dong wir. Lo cakep, pinter, anak kedokteran, siapa sih yang ga suka? Tinggal gimana pilihan lo aja, mau proses atau engga?" tanya bang Tama, sadar kalau Wira orangnya suka insecure. Padahal apa coba yang kurang? Sudah anak tunggal kaya raya, tidak banyak bicara, dan tentunya tampan tidak ada dua.
Bang Atuy juga ikut menghentikan tawa sembari berkata, "Mode serius dulu deh sekarang mah, sekali-kali kita bantuin si Wira." katanya. "Jadi gimana wir? Serius mau maju dan nyoba?" imbuh bang Atuy.
"Engga tau bang, nggak pede."
"Gue tampol sini lo!" sahut Juna, padahal kalau ia jadi Wira, ia sudah tebar pesona sana-sini.
Detik itu juga bang John menghentikan aktivitas menyesap minumannya, "Tegas wir, kalo gitu nanti lo keduluan orang lain."
"Lo tau kan yang ngedeketin Anaraya gak sedikit? Tapi emang gitu orangnya, gak pernah ngerespon."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aplomb
Teen FictionSelamat bertemu dengan Arrayan dan Anaraya. "Aplomb itu tenang. Ya kaya aku pas ngeliat kamu kan?" "Tapi tenang yang aku punya, bentuk lain dari kata pura-pura."