Anaraya memeriksa kembali room chatnya dengan Arrayan beberapa menit lalu. Mencari plat mobil yang sama dengan yang lelaki itu kirimkan. Tapi nihil, entah karna terlalu padat yang parkir atau Arrayan yang memang tak ada disini.
"Halo Ann, udah keliatan?" seseorang diseberang sana akhirnya memilih untuk memasukkan panggilan.
"Belum. Ini kak Rayan disebelah mana halte?"
"Diseberangnya, pas banget diseberang halte."
"Halte gedung biologi kan ya?"
"Bukan, di gedung fisip. Kamu ke biologi?"
"Eh iya sorry, salah arah tadi. Tunggu sebentar aku balik lagi," balas Anaraya lalu berjalan memutar arah. Resiko sehabis kelas yang tak diinginkan maka akan selalu seperti ini, fokusnya ikut berkurang.
Berjalan dari halte gedung biologi ke gedung fisip sama saja dengan berjalan dari ujung kampus belakang ke ujung kampus depan, lumayan jauh. Tapi ya gapapa, salah dirinya sendiri juga karna pakai salah arah.
Gadis itu tersenyum ketika melihat plat dengan nomor yang ia cari terparkir didekat sebuah pohon. Juga lelaki didalam sana yang masih menggunakan topi Balenciaga favoritnya.
"Padahal aku bisa nunggu diparkiran biasa kalo kamu ngasih izin." ujarnya setelah gadis itu masuk ke dalam mobil. Memang dari awal seharusnya ia tahu kalau ini terlalu terburu-buru.
Anaraya menggeleng, "Engga enak sama yang lain. Apalagi kak Wira sering bareng kan?" tanyanya dengan ekspresi yang biasa saja.
Mengapa harus membawa Wira ketika mereka sudah terikat hubungan yang sedang Arrayan usahakan? Maksudnya begini--- ya ia tahu kalau ini memang tidak mudah juga untuk Anaraya. Tapi kan tidak perlu-perlunya terlalu menjaga perasaan Wira.
"Kita kaya lagi main petak umpet dari mereka ya?" tanya lelaki itu pelan.
"Mungkin? Makannya aku minta satu bulan pertama dulu supaya kak Rayan paham kalo tentang kita bukan cuma soal nyaman," jelas Anaraya lalu menyandarkan punggungnya. Ia paham kalau posisi ini memang tidak menyenangkan bagi siapapun yang menjalaninya.
Karna benar, ini bukan hanya perihal membangun hubungan tapi juga tentang menjaga perasaan. Ada perasaan seorang sahabat yang harus mereka jaga, pun perasaan seorang kakak tingkat yang tidak juga berhasil mendapatkan hati Anaraya.
Kalau dipikir... terlalu jahat ya?
Padahal tidak, padahal bukan.
"Iya gapapa, ini mau kemana?" tanya Arrayan mengalihkan topik sebelumnya.
"Aku mau nuker buku dulu ke dispusipda kalo kak Rayan engga cape, atau kalo lagi cape besok-besok aja. Kak Ray udah makan?"
"Udah sih tadi sarapan, lagian juga cuma kelas siang."
"Jangan dicuma-cuma, nanti kalo udah sakit yang bingung siapa? Ya bunda," Anaraya terkekeh disela kalimat. Mengingat bunda Arrayan yang tadi malam tiba-tiba mengikutinya lewat akun Instagram.
Harusnya ia mewanti-wanti bunda agar lebih hati-hati ketika mencari tahu atau kepo terhadap sesuatu. Tapi apa mau dikata ketika bunda terlalu excited saat melihat beberapa postingan Anaraya yang menyangkut tumbuhan.
Memang dasar orang tua, tumbuhan sudah seperti anak kedua.
"Eh by the way kak, ayah udah sehat?"
"Yang kaya gitu emang bukan sakit sih Ann sebenernya." jawab Arrayan yang masih fokus ke arah depan.
"Maksudnya udah engga kumat-kumat lagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aplomb
Teen FictionSelamat bertemu dengan Arrayan dan Anaraya. "Aplomb itu tenang. Ya kaya aku pas ngeliat kamu kan?" "Tapi tenang yang aku punya, bentuk lain dari kata pura-pura."