Please play your playlist before reading this part.
⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀ ⠀
Untuk pertama kalinya di lingkungan kampus--- lelaki itu berjalan untuk mencari seseorang. Gusar, tatapnya tidak tenang. Informasi dari sang bunda tadi berhasil membuatnya terdiam.Walaupun ia tadi sudah berkunjung, tetap saja, sebagai seorang anak, apapun tentang orang tua selalu berhasil mengganggu pikirannya.
Dalam diam gumamnya selalu merapalkan banyak kata tidak apa-apa, tapi nyatanya ia sebagai manusia biasa, tidak bisa jika harus selalu baik-baik saja.
Anaraya, jadi satu nama yang langsung menjadi tuju ketika ia mulai ragu. Tempat ia pulang, pun tempat ia bersandar.
Bukankah selama ini selalu begitu?
Ia tidak pernah pergi, tidak bernah memilih berhenti untuk mendengarkan cerita atau keluhan kecil tentang apapun yang sedang Arrayan rasakan.
Dan sekarang lelaki itu masih membutuhkannya. Atau lebih tepatnya, sedang sangat membutuhkannya.
"Ann," ia bersuara pelan. Sangat pelan bahkan dari kejauhan.
Gadis itu lantas menengok, lalu mengangkat jemarinya tepat dihadapan. Seolah berkata untuk diam supaya tidak ketahuan.
"Kenapa kak?" tanyanya saat sudah berjalan mendekat--- mengajak Arrayan untuk berbicara di samping perpustakaan yang tidak terlalu ramai.
Tidak ada yang tahu, bahkan tidak ada seorang pun yang tahu tentang keadaannya hari ini.
"Kamu kosong engga?" lelaki itu balik bertanya.
Ann diam, terdiam memikirkan yang ada di benaknya.
"Masih sibuk ya?" tanya Arrayan lagi, walaupun tak kunjung ada jawaban yang mengikuti.
Ia salah, seharusnya tidak mengganggu waktu gadis ini walaupun dengan keadaan dirinya sendiri yang diluar kendali.
"Yaudah gapapa. Semangat."
"Aku mau keluar sama kak Wira," jawab Ann secara bersamaan.
Tidak ada yang berubah, masih ada seutas senyum khas Anaraya disana. Juga tatap teduhnya yang tidak bisa tergantikan siapa-siapa.
Semuanya masih ada, masih lengkap kehadirannya.
Setelah dua netra mereka saling menatap, mencari jawaban atas segala pertanyaan, Arrayan berdeham pelan.
"Engga, bukan apa-apa. Aku udah janji kemarin, soalnya kak Wira ada waktunya hari ini. Lagian engga kemana-mana kok, pa---"
"Itu privasi kamu, sayang. Kamu bisa pergi kemanapun yang kamu mau, aku engga pernah ngebatasin itu, ya?" ujar Arrayan, berusaha meyakinkan diri sendiri juga untuk merespon dengan sebaik yang ia bisa.
Karna lelaki ini harus percaya kalau semua tentang Anaraya juga punya batas atas kendalinya. Engga semua aktivitas dia harus kamu tahu, engga semua tentang dia harus kamu melulu. Iya, seperti itu.
Tapi bisa tidak? Bisa tidak untuk hari ini saja Arrayan minta supaya batasan tentang mereka ia lupakan untuk sementara?
"Yaudah aku kesana. Kak Rayan hati-hati, ya? Nanti aku kabarin lagi," pamit Ann lalu berjalan pergi. Entah apa yang ia pikirkan, tapi ketika berbalik badan, ada banyak hal yang tidak meyakinkan.
Apakah jalannya sudah benar? Apakah pilihannya menyakiti seseorang?
Ann, nyatanya, yang kamu pikirkan sudah menjadi sebuah kepastian.
Pasti menyakiti hati seseorang.
Pasti tidak akan ada pembenaran.
Dengan setengah tidak yakin, ia kembali berbalik badan. Menatap Arrayan yang juga menatapnya dengan seutas senyuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aplomb
Teen FictionSelamat bertemu dengan Arrayan dan Anaraya. "Aplomb itu tenang. Ya kaya aku pas ngeliat kamu kan?" "Tapi tenang yang aku punya, bentuk lain dari kata pura-pura."