Setelah kejadian saat mereka berkumpul Minggu lalu, ada banyak perubahan yang Anaraya rasakan. Kalau dibilang berbeda, itu juga benar. Arrayan tidak seperti biasanya lagi sekarang.
Padahal ia juga tidak tahu apakah perubahan sikap Arrayan menyangkut tentang dirinya. Bisa saja memang Arrayan berubah ke semua orang.
Tapi lelaki itu biasa saja ketika menyikapi orang lain, hanya pada Anaraya sikapnya menjadi sedikit dingin.
Ya bayangkan saja orang yang biasanya mengirimi pesan singkat, yang suka mengajaknya bertemu walaupun hanya sebentar, berubah menjadi asing seperti sebelumnya.
Dan disinilah Anaraya sekarang, didepan gedung fakultas menunggu lelaki itu datang. Entah keberuntungan darimana karna teh Monik meminta dirinya untuk mengambil paket titipan yang ada pada Arrayan.
Sudah sepuluh menit ia berdiri seperti ikan asin diatas jemuran tetapi Arrayan tak kunjung menunjukkan tanda-tanda kehadiran. Serius kak Rayan menghindarinya sampai seperti ini?
"Kan kesel, dia yang ga dateng tapi gue yang malu," gumamnya pelan seraya memainkan ujung tote bag yang ia kenakan.
"Kata siapa ga dateng?" suara dari arah belakang membuat Anaraya menengok. Syukur deh, tidak terlalu malu. "Tau yang namanya sabar?"
"Jalan dari auditorium itu engga deket."
"Ga sebentar."
"Ga ada apa-apanya sama sepuluh menit yang kamu tunggu."
"Ga apalagi? Kok jadi ngomel padahal engga ada yang nanya?" pungkas Anaraya yang ikut kesal. "Kenapa deh dari waktu itu jadi beda?" tanyanya to the point.
Bukan karna ia tidak suka kalau sikap Arrayan berbeda, hanya saja Ann takut kalau ternyata ia penyebabnya.
"Mukanya jangan kaya gitu, cepet tua." timpal Ann saat menatap wajah Arrayan berubah datar.
Lelaki itu menghela nafas, "You just exist and this is the reason why." ujarnya pelan. Nyaris tidak terdengar karna terlampau samar.
Mendengar pernyataan Arrayan yang tidak masuk akal, lantas membuat Ann menaikan sebelah alisnya. "Dimana letak salahnya?"
"Bingung, ga ada penjelasannya. Bahkan untuk hal remeh kaya gini yang engga ada apa-apanya."
"Konteks?"
"How i feel, Ann." Arrayan menatap matanya sebentar. "Kaget kan kecepetan?"
Anaraya menggeleng, berusaha menetralkan ekspresi pada wajahnya. Panik panik.
"Ke groovy aja deh kak, takut ketauan yang lain kalo disini."
Kan. Ini yang Arrayan tidak suka. Memangnya ia seburuk itu ya untuk diketahui banyak orang kalau memiliki hubungan dan interaksi yang baik dengan Anaraya? Atau Anaraya yang sangat baik menghargai perasaan seorang Wiranata?
Sudah seperti sepasang orang yang berhubungan diam-diam.
"Yaudah terserah, ini paketnya Monik." ujar Arrayan seraya menyerahkan paper bag berwarna putih. "Duluan."
"Jangan marah,"
"Engga."
"Ya terus kenapa muka kak Rayan jadi kaya gitu?"
"Aku tunggu di groovy ya Ann." setelahnya Arrayan pergi dari sana tanpa jawaban yang ia berikan. Kalau ada yang bertanya groovy itu apa, groovy adalah petshop tempat mereka biasanya bertemu sambil mengantar Cozi dan Cizi.
Anaraya mengangguk, membiarkan Arrayan pergi lebih dulu dengan setengah perasaan tidak enak. Terjebak diantara dua hal rumit seperti ini memang terlalu membingungkan ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Aplomb
Teen FictionSelamat bertemu dengan Arrayan dan Anaraya. "Aplomb itu tenang. Ya kaya aku pas ngeliat kamu kan?" "Tapi tenang yang aku punya, bentuk lain dari kata pura-pura."